Mohon tunggu...
Anita Rakhmi Shintasari
Anita Rakhmi Shintasari Mohon Tunggu... Guru - Belajar untuk menebar manfaat

Sebagai seorang guru, membaca dan menulis menjadi aktivitas yang wajib dan menyenangkan tentunya. Bergabung di blog menjadi wahana untuk berlatih dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Praktik Segitiga Restitusi sebagai Langkah Awal Menumbuhkan Budaya Positif

15 Desember 2021   15:05 Diperbarui: 15 Desember 2021   15:27 19890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Memasuki modul 1.4 di program guru penggerak, kami disuguhi materi tentang bagaimana mewujudkan budaya positif di sekolah. Mengapa disebut budaya positif? karena aktivitas yang diharapkan muncul bersumber dari nilai kebajikan yang diyakini oleh seluruh warga sekolah. Dalam proses mewujudkan budaya positif ada beberapa tahapan yang harus kami kuasai. Yang paling utama adalah tentang cara berpikir tentang penerapan disiplin disekolah. Jika sebelum belajar tentang budaya positif ini , proses penegakan disilin disekolah berlangsung satu arah, artinya sekolah atau guru yang menetapkan aturan dan murid sifatnya sebagai pelaksana tanpa punya hak tawar. Maka setelah mempelajari modul ini , menjadi terbuka cara berpikir saya khususnya. Bahwa sebuah peraturan hendaknya dibuat berdasarkan kesepakatan dan kesanggupan bukan pemaksaan. Dan sebagai guru, kita tidak seharusnya menjadi pengontrol bagi murid, karena itu hanya akan menimbulkan energi negatif dalam hubungan guru dan murid, yang pada akhirnya akan melelahkan guru ketika tak dapat terus mengontrol murid dan permasalahan yang mucul semakin beragam. Miskonsepsi semacam ini yang ingin dibenahi melalui materi di modul 1.4.

Disamping menghindari miskonsepsi seperti diatas, didalam modul ini juga mengajak kami untuk mengenal segitiga restitusi dalam upaya penanganan permasalahan yang muncul pada murid. Segitiga restitusi ini dilakukan melalui tahapan menstabilkan identitas, maksudnya hal terbaik apa yang sebenarnya bisa dilakukan oleh murid dalam berperilaku baik dengan teman sebaya maupun orang dewasa. kemudian , melakukan validasi tindakan, murid belajar untuk menemukan alasannya melakukan sebuah perilaku yang kurang sesuai dengan harapan. Tujuan apa yang diinginkan darinya ketika melakukan perilaku tersebut. Dan terakhir adalah menanyakan keyakinan, yaitu apa yang dia yakini dan sepakati sebagai bagian dari komunitas di sekolah umumnya dan dikelas khususnya.

Dalam praktik segitiga restitusi pula seorang guru dapat mengambil posisi kontrol yang tepat, apakah sebagai teman, penghukum, membuat orang merasa bersalah, pemantau atau bahkan sebagai manajer. Tentunya yang paling ideal untuk menumbuhkan budaya positif adalan posisi kontrol sebagai teman, pemantau dan manajer. Karena ketiga posisi ini membantu murid untuk dapat menyuarakan haknya dan keinginannya bahkan murid bisa melakukan diskusi bersama guru untuk menemukan solusi terbaik dari permasalahannya. Sebuah terobosan menurut saya pribadi, ketika tahu tentang segitiga restitusi ini sebagai alternatif dalam pemecahan masalah, dan sifatnya sangat fleksibel untuk diterapkan dilingkungan apapun. Langkah awal yang baik jika kita sebagai guru mau dan mampun menerapkan praktik segitiga restitusi ini dalam upaya menumbuhkan budaya positif disekolah kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun