Sarana Gotong Royong
“Saya bisa jamin itu, Gen Z tidak akan bisa punya rumah kalau tidak dibantu dari sekarang untuk pendanaan,” ucap Sandiaga Uno sebuah video yang diunggah dalam sosial media X, menanggapi polemik Tapera. Lebih lanjut, Sandi menjelaskan bahwa kebutuhan perumahan adalah keniscayaan, tapi biaya hidup telah menjadi semakin tinggi. Karena itu, diperlukan suatu mekanisme pendanaan yang tidak hanya bergantung pada pemerintah, melainkan juga menggandeng dunia usaha. Pemerintah menjelaskan bahwa saat ini Indonesia menghadapi backlog atau kekurangan perumahan sebesar 9,9 juta. Nantinya, dana terkumpul dari Tapera akan digunakan sebagai subsidi untuk program Kredit Perumahan Rakyat (KPR) sehingga masyarakat dapat mengambil KPR dengan bunga 5%.
Asal Usul Tapera
Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pertama kali dicetuskan dalam UU No. 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (“UU Tapera”). Namun, pengaturan lebih teknis baru diatur pada 2020 ketika Presiden Jokowi mengesahkan PP No. 25 Tahun 2020 sebagaimana diubah dengan PP No. 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (“PP Tapera”). Menurut Pasal 1 angka 1 PP Tapera, pada prinsipnya Tapera adalah penyimpanan yang dilakukan oleh Peserta Tapera dalam jangka waktu tertentu untuk pembiayaan perumahan dan pemupukannya yang akan dikembalikan setelah kepesertaan berakhir.
Beberapa Isu dalam Tapera: Siapa Saja yang terdampak?
Salah satu permasalahan utama dalam Tapera adalah sifat dari keikutsertaan Tapera yang bersifat wajib sebagaimana dimaksud Pasal 7 UU Tapera. Peserta Tapera itu sendiri menurut Pasal 5 PP Tapera adalah Pekerja dan Pekerja Mandiri yang:
1) telah berusia paling rendah 20 tahun atau sudah kawin pada saat mendaftar;
2) berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum.
Sektor Pekerjaan apa saja yang wajib?
Adapun yang termasuk Pekerja berdasarkan Pasal 7 PP Tapera adalah:
1) calon Pegawai Negeri Sipil (PNS);