"Terkadang, orang yang memberikan nasihat belum tentu menjalankan yang dinasihatkannya".
Kalimat di atas keluar siang ini dari salah satu kolega yang baru saja memberikan nasihat kepada temannya. Alkisah sebenarnya kolega yang memberikan nasihat tersebut bermaksud baik pada rekannya, karena rekan kerjanya melakukan sesuatu yang menurutnya tidak tepat. Namun, tidak berapa lama setelah keluar kata-kata nasihatnya, kolega tersebut seakan sadar, bahwa memberi nasihat adalah pekerjaan yang mudah namun sulit untuk menjalankan apa yang dinasihatkan.
Kalau diperhatikan, orang yang senang bernasihat tidak selalu "berwujud" orang yang bijak. Disinilah kemudian yang menjadikan kita menjadi tidak yakin terhadap nasihat yang kita dengar, karena kita membandingkan antara yang kita dengar dengan penampilan yang kita lihat. Salahkah? tentu saja tidak dan ini sebenarnya merupakan gejala normal yang dialami oleh seseorang yang tengah mendapatkan nasihat dari orang lain. Meskipun tidak jarang juga kondisi psikis seseorang mempengaruhi penerimaannya terhadap nasihat seseorang.
Perlu kita pahami bersama adanya prinsip "nasihat yang bijak bukan dilihat dari orangnya", melainkan isi dari nasihat dan bagaimana dampak dari nasihat tersebut untuk diri kita seandainya kita resapi. Pilihannya tentu saja ada dua menanggapi sebuah nasihat, didengarkan atau sebaliknya tidak didengarkan. Jika didengarkan, maka nasihat yang terberi dari seseorang akan memberikan manfaat bagi yang mendengarnya dan tentu saja membantu seseorang yang mendengar nasihat untuk memiliki opsi atau pilihan di dalam mengambil sebuah keputusan. Jika tidak didengarkan, maka ibaratnya seperti "mendengar dari telinga kanan keluar ke telinga kiri", tidak ada beban seandainya sebuah nasihat tidak diikuti. Yang terpenting sebenarnya adalah nasihatnya, bukan orangnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H