Dalam berita TVOne pada tanggal 17/05 pada pukul 19.30 WIB saya melihat sebuah tayangan berita tentang pembakaran sebuah keluarga di Tapanuli dikarenakan dugaan dari masyarakat sekitar bahwa keluarga tersebut adalah dukun santet. Suami istri tersebut di bakar di depan rumahnya, tidak jauh dari lokasi tersebut anaknya pun turut di bakar. Sedangkan 3 anaknya yang lain, berusia 4, 3 dan 1 tahun diamankan oleh polisi. Setelah itu 42 orang tersangka ditahan.
Ada satu kata yang telintas di dalam pikiran saya : DUGAAN.
Ya, ternyata hanya dengan berbekal dugaan, perbuatan yang teramat sadis,dapat dilakukan dengan begitu mudah.
Tidakkah ada yang berpikir dari 42 orang tersangka tersebut bahwa dugaan bermakna dua arti. Bisa benar atau bisa salah. Sehingga jika pun benar, bahwa keluarga itu adalah dukun santet,tidakkah perbuatan dengan membunuh bahkan membakar adalah perbuatan yang tidak dibenarkan, di mata hukum bahkan agama.
Dalam masyarakat kita, kini, dengan mudah menghakimi sebuah berita yang belum tentu benar adanya.Luar biasa sekali masyarakat kita dalam menanggapi sebuah berita seperti itu (begitupun saya ketika menanggapi berita ini dari tv.. hehe).
Apa yang salah dari pemikiran masyarakat seperti ini. Apakah legalitas hukum sudah dipertanyakan sehingga sudah tidak dianggap ada. Hukum rimba menjadi jalan keluar dari pengentasan masalah. Masyarakat kita telah sakit secara massal.Tapi kita pun tidak dapat menyalahkan dan menyimpulkan bahwa ini adalah murni kesalahan masyarakat. Pastinya, bahwa ketidakpercayaan masyarakat tersebut timbul karena ketidakpercayaan pada penegakan hukum. Ketidakpercayaan pada penegakan hukum artinya ketidakpercayaan pada penegak hukum itu sendiri.
Sehingga, jenis pengobatan yang tepat seperti apa yang harus dilakukan pada masyarakat kita?
Saya coba simpulkan dengan pemikiran awam saya :
1.Penegakan hukum harus dilaksanakan sejujur dan seadil mungkin, artinya dari pihak penegak hukum itu yang harus mencoba introspeksi, tidak mudah tapi harus dilakukan,
2.Perubahan kerangka berpikir masyarakat kita, dan itu tidak bisa dilakukan secara instant, tetapi secara bertahap dan gradual, bahwa masyarakat benar-benar percaya dengan para penegak hukum,
3.Peran media yang tidak berusaha membesar-besarkan sebuah berita demi sebuah headline, sehingga masyarakat kita adem tetapi tetap kritis. Artinya penyampaian sebuah berita pun tidak mengarahkan masyarakat untuk berpikir negatif terus-terusan pada para penegak hukum. Tapi buatlah masyarakat kita tidak langsung menghakimi sebuah berita.
Tengoklah kasus penusukan seorang jemaat HKBP di Bekasi. Bagaimana masyarakat langsung menghakimi siapa yang benar siapa yang salah tanpa memandang latar belakang kasus tersebut.Karena seperti sebuah hukum fisika, jika ada aksi maka ada reaksi. Dan ketika ternyata dinyatakan oleh pihak kepolisian bahwa penusuk itu bukan dan dari kalangan sebuah ormas islamtapiseorang pengamen yang tidak berafiliasi dengan ormas tersebut, tidak ada kehebohan seperti ketika kasus tersebut mencuat ke permukaan.
(mungkin diantara rekan-rekan ada yang ingin menambahkan saya akan sangat berterima kasih)
Wallohu ‘alam bi showab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H