Mungkin itu yang akan diteriakan oleh anak jika orangtuanya begitu mudah melakukan tindak kekerasan pada anak. biasanya orangtua berdalih hal tersebut dilakukan untuk mendisiplinkan anak. Sebagai orangtua biasanya pola pengasuhan yang diterapkan pada anaknya adalah pola pengasuhan seperti yang diterimanya pada saat kecil dulu. Sehingga di bawah sadar, kita sedang meng-copas pola asuh yang belum tentu semuanya benar. Jika dalam Islam ada usia dan adab kapan seorang anak dapat dipukul. Pukulan itupun tidak dalam maksud melukai apalagi dilakukan oleh orangtua dalam keadaan emosi.
[caption id="attachment_105307" align="alignleft" width="300" caption="ilustrasi dari www.saveindonesianchildren.wordpress.com"][/caption]
Dari sebuah buku yang saya baca, berjudul ‘Mengapa anak saya suka melawan dan susah diatur? (37 kebiasaan orangtua yang menghasilkan perilaku buruk pada anak), dari ke 37 kebiasaan itu salah satunya adalah menghukum secara fisik.
Dalam kondisi emosi, biasanya orangtua akan cenderung menjadi sensitif oleh perilaku anak. Sehingga anak yang merupakan komunitas paling rentan akan menerima kekerasan tersebut. Anak yang sejak kecil terbiasa dipukul akan menyimpan dendam yang ketika dewasa nanti akan ia lampiaskan, mungkin pada orangtuanya, orang lain, teman-teman sebayanya atau akan ia tularkan kembali kebiasaan buruk itu pada anaknya.
Jika kita memukul dan memaki anak, ada empat hal yang akan tersimpan dalam memorinya :
- Membuat anak takut dan merasa tidak aman, tidak disayangi dan sedih
- Memberi contoh yang buruk dalam menghadapi guncangan emosi
- Mengajak anak untuk memaki. Memukul dan mencemoohkan kawan-kawan mereka dalam lingkungan sekolah ataupun keluarga
- memotivasi anak-anak untuk berbohong dan menyembunyikan perasaan mereka supaya tidak dipukul atau dimaki.
[caption id="attachment_105317" align="alignleft" width="117" caption="ilustrasi dari www.google.com"][/caption]
Kejadian-kejadian yang dapat kita lihat di televisi ataupun mungkin di sekitar lingkungan kita, bahwa banyak sekali peristiwa tawuran masal, demo yang berakhir bentrok, kejadian-kejadian yang berhubungan dengan tindak kekerasan yang sepertinya tidak habis-habis diberitakan, mungkin ada hubungannya dengan pola asuh yang selama ini didapatkan.
Dengan adanya pola asuh dan lingkungan yang mengajarkan seperti itu, ditambah berita-berita kekerasan yang terjadi di masyarakat ini menjadikan anak-anak memahami bahwa kekerasan itu adalah hal yang lumrah. Siapa yang kuat dan besar boleh memukul atau memaki. Senior boleh memaki junior, seperti yang terjadi di OsPek atau MOS.
[caption id="attachment_105320" align="alignleft" width="142" caption="ilustrasi dari www.google.com"][/caption]
Jika pola pengasuhan ini terus berlanjut, maka tidak akan selesai masalah dalam tindak kekerasan ini.
Siapa yang harus menghentikan pola ini?
Siapa lagi kalau bukan kita. Jangan sampai generasi yang akan datang lebih parah daripada saat ini.
Ada tips yang saya dapatkan dari sebuah leaflet ketika mengikuti sebuah kegiatan yang diselenggarakan oleh Lembaga Perlindungan Anak Jawa Barat di daerah Lembang pada awal tahun ini untuk menghindari kita memukul seorang anak :
Pertama :
-Menjauh dari anak
-Berikan waktu untuk bersabar dan berpikir tentang bagaimana cara merespon yang baik
Kedua :
-bergegas kembali pada anak dan jelaskan secara tenang mengapa kelakuannya tidak anda sukai
-tanyakan kepada anak mengapa dia berperilaku demikian
-katakan kepadanya kalau anda tahu bahwa dia bisa berperilaku lebih baik dari itu
-katakan kepadanya kalau kelakuannya tadi membuat anda kecewa
-tanyakan kepada anak apa yang bisa anda lakukan supaya dia bisa berperilaku lebih baik
-pastikan bahwa hukuman yang anda berikan adalah adil
-cari bantuan-kalau bisa, coba dibicarakan dengan orang lain
[caption id="attachment_105328" align="aligncenter" width="367" caption="ilustrasi dari www.sukrablog.blogspot.com"][/caption]
Marilah kita ubah dunia ini menjadi lebih baik. Dimulai dari diri sendiri, dari hal yang kecil, dan mulai saat ini.
(Untuk archie dan alaire)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H