"Om Zul, apakah bapak sudah dikebumikan?" tanyaku menghampiri dokter Zulkifli yang sudah duduk di ruang tamu.
Dokter Zulkifli tampak sangat berhati-hati menjawab pertanyaanku. Dia sejenak memperhatikan wajahku.
"Kemarin sore sudah dikebumikan, Rin," kata dokter Zulkifli pelan sambil memegang pundakku. Sepertinya, dia berjaga-jaga jika aku tiba-tiba pingsan.
Aku memang sangat terkejut. Bapak meninggal kemarin siang, kenapa buru-buru dikebumikan sore harinya?
Betapa malangnya nasibku, tidak bertemu jenazah bapak, tidak ikut menyolatkan, tidak ikut mengantar ke pemakaman, bahkan tak ikut merawat ketika bapak sakit sampai ajal menjeputnya.
Bulir bening jatuh deras di pipiku. Aku merasa menjadi anak yang paling malang di dunia. (bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H