Mohon tunggu...
Anita Godjali
Anita Godjali Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru dan ibu rumah tangga

Potensiku ada pada diriku

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Aku Ingin Hidup

27 Februari 2014   17:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:25 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Beberapa murid Sekolah Dasar sedang mengerumuni tukang burung yang ada di depan sekolahnya. Anak-anak berebut memilih burung-burung yang bulunya sudah diwarnai dengan pewarna tekstil berbagai rupa. Mereka akan membayarnya dengan harga yang tidak terlalu mahal. Satu ekor burung tersebut dibayarnya denganharga antara Rp 2000,00-Rp 3000,00. Penjual akan mengikatnya dengan menggunakan benang setelah mereka membayar. Burung yang sudah diikat dengan benang ini akan diterimanya kemudian diterbangkan layaknya sebuah layang-layang. Anak-anak ini akan memainkan burung-burung itu sampai nanti berakhir pada kematian burung-burung tersebut. Ada beberapa orang tua yang mengingatkan anaknya,bahwa perbuatan tersebut berdosa karena menyiksa makhluk hidup.

Pada kesempatan yang berbeda, di halaman rumah beberapa anak perempuan sedang asyik bermain masak-masakan. Mereka membawa beberapa peralatan mini yang menyerupai peralatan dapur. Berbagai jenis masakan coba mereka hidangkan. Dalam kegiatan ini, anak-anak tadi telah memetiki beberapa kuntum bunga dan dedaunan yang ada di sekitar halaman. Tentunya mereka juga menginjak-injak rumput di sekitar tanaman bunga. Mereka tidak mempedullikan daun-daun yang baru bersemi atau bunga-bunga yang masih kuncup mereka petik untuk kebutuhan permainannya.

Di tempat yang berbeda, ada orang tua yang memiliki peliharaan tetapi lupa memberikan makan dan minum hingga peliharaan tadi mati kelaparan. Pun demikian orang tua juga lupa menyiram tanaman mereka hingga mengakibatkan tanaman layu bahkan mati karena kekeringan. Banyak alasan yang disampaikan untuk membenarkan perbuatannya.

Alasan agar dapat menafkahi keluarga maka penjual burung tadi menjual kepada anak-anak. (Soalnya binatang ini memang tidak akan laku dijual di pasaran karena memang bukan jenis burung peliharaan). Supaya anak-anak senang maka orang tua membiarkan anak-anak bermain dan menyiksa makluk hidup. Demi anak-anak yang menjadi kreatif, maka orang tua membiarkannya anak-anak merusak tanaman untuk bereksperimen dan berimajinasi. Begitu pula orang tua akan membela dengan alasan kesibukan hingga peliharaan atau tanaman menemukan ajalnya karena kekurangan makan.

Beberapa kasus ini seharusnya menyadarkan kita. Betapa jahatnya tindakan manusia itu baik anak-anak maupun orang dewasa. Memang kalau kita berbicara tentang binatang mungkin masih bernasibsedikit lebih baik. Apabila manusia memperlakukan dengan kejam dan tidak adil kadang-kadang binatang masih bisa meloloskan diri. Sebagai contoh saat anak-anak bermain layang-layang dengan seekor burung, kadang kala burung yang bernasib baik masih bisa lepas hingga mampu terbang tinggi. Akan tetapi pernahkah kita berpikir, jika tanaman sering kita perlakukan tidak adil?

Dalam kenyataan, tumbuhan merupakan ciptaan Tuhan yang paling mendukung kehidupan makhluk hidup yang lainnya.Mengingat makhluk hidup ini memerlukan yang namanya oksigen untuk kelangsungan hidupnya. Tumbuhan menghasilkan oksigen yang kita hirup untuk metabolisme. Di samping itu, kebutuhan makanan pokok kita pun berasal dari tumbuhan. Sebagian besar makhluk lain jugahidup karena harus makan tumbuhan.

Namun, tumbuhan atau tanaman tidak mampu berbuat apa-apa atau protes. Tanaman tidak mampu berlari,berteriak, ataupun melawan ketika mengalami penyiksaan. Mungkin sebagai makhluk ciptaan Tuhan ia juga bersedih dan menangis. Permasalahannya kita tidak tahu bahasa tanaman sehingga ia tidak bisa mengomunikasikan perasaannya. Memang tragis nasib tumbuhansaat mengalami perlakuan tidak adil.

Dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa sebenarnya tanaman adalah makhluk hidup paling sengsara. Apabila kita semena-mena dengan tanaman, sebenarnya sama berdosanya dengan kita melakukan kekejaman terhadap makhluk lain. Sayang kita selama ini masih berorientasi bahwa kekejaman terhadap manusia atau binatang saja yang dianggap berdosa. Jarang di antara kita yang mengingatkan anak-anak bahwa tumbuhan juga makhluk ciptaan Tuhan. Kita masih menganggap bahwa menyengsarakan tumbuhan tidak termasuk dalam pelanggaran hak hidup. Padahal tumbuhan baik pohon maupun rerumputan, juga termasuk ciptaan Tuhan. Mereka berhak hidup, tumbuh, dan berkembang seperti halnya manusia dan binatang.

Jadi, tak berlebihan jika kita pergi ke taman menjumpai papan bertuliskan “ JANGAN INJAK AKU, AKU INGIN HIDUP”. Sudah selayaknya, kita juga menghargai dan menghormati hak hidup tumbuhan sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Semestinya, kita memberikan kasih sayang pada tumbuhan karena keberlangsungan hidup kita atas topangannya.

Salam Kompasianer-AST270214

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun