Mohon tunggu...
Anita Godjali
Anita Godjali Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru dan ibu rumah tangga

Potensiku ada pada diriku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

SSR Fondasi Budaya Literasi

20 April 2016   09:11 Diperbarui: 20 April 2016   09:29 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Musik tanda pergantian pelajaran sudah berbunyi. Para siswa bergegas membereskan buku  dan bawaannya untuk segera mooving class. Dengan tertib para siswa meninggalkan kelas kemudian memasuki ruangan kelas bahasa Indonesia yang berada di lantai empat. Novel klasik dari berbagai judul dan pengarang sudah siap di tangan para siswa. Tanpa menunggu instruksi mereka akan mencari tempat duduk masing-masing. Alunan musik  instrumentalia telah mengisi ruangan tersebut. Setelah memberikan salam selamat datang, guru langsung memutar timer dan  menginstruksikan SSR  (Sustained Silent Reading) selama 15 menit.  Kegiatan ini sebenarnya membaca dalam hati yang tak lain bertujuan menumbuhkan minat membaca bagi para siswa. Harapannya, tumbuhnya minat baca ini tentu akan sejalan dengan tumbuhnya minat menulis. 

SSR (Sustained Silent Reading) di Sekolah Dian Harapan berlaku pada setiap pembelajaran bahasa. Sejak beberapa tahun silam, sekolah Dian Harapan Daan Mogot telah menggalakkan budaya membaca  bagi para siswa melalui SSR ini. Penekanan bacaan harus novel klasik ini pun memiliki alasan tersendiri. Arus globalisasi dewasa ini tentu tak mampu membendung perkembangan teknologi informatika yang juga berkembang secara pesat.  Oleh karena itu siswa akan lebih memahami budaya asing yang mudah mereka temukan di media daripada budaya sendiri. Akan tetapi melalui pembacaan novel klasik  sastra Indonesia, ada kesempatan bagi para  siswa untuk mengenal dan mempelajari berbagai budaya negeri sendiri.

Kegiatan SSR  ini ternyata menjadi proses yang akan memancing siswa untuk bertanya dan mencari tahu hal-hal yang tidak ia pahami. Di samping itu membaca juga akan menambah perbendaharaan kosa kata bagi para siswa. Tak jarang saat membaca novel para siswa menemukan kata-kata sulit yang harus membuka kamus terlebih dahulu untuk mengenal arti atau maknanya.  Selain itu,  kegiatan ini juga membantu siswa menemukan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalam bacaan yang mereka nikmati.

Pada mulanya memang siswa yang terbiasa membaca novel-novel pop tidak tertarik untuk membaca novel klasik. Akan tetapi, seiring perkembangan waktu  kegiatan SSR  menjadi kesempatan yang menarik bagi para siswa. Mereka menikmati kegiatan SSR dan para siswa yang semula hobi membaca novel pop mulai beralih ke novel klasik. Mereka pun akhirnya menilai bahwa novel pop terlalu dangkal dan kurang memberikan pencerahan hidup. Mereka mulai tertarik untuk melanjutkan membaca novel-novel Trilogi atau Tetralogi, semacam karya: Pramudya Ananta Toer, Ahmad Tohari, atau Andrea Hirata. Pada akhirnya novel-novel yang cukup tebal ini pun menjadi bacaan mereka.

Tradisi membaca melalui SSR ini akhirnya menumbuhkan minat baca bagi para siswa.  Hal ini, beriringan dengan tumbuhnya minat siswa untuk belajar menulis. Hal ini terbukti dari kemauan siswa yang dalam tiga tahun terakhir ini telah belajar menulis. Tidak tanggung-tanggung, mereka mampu

Melahirkan buku biografi tokoh inspiratif yang ada di sekeliling mereka. Tokoh inspiratif dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, dan pendidikan menjadi objeknya.  Para tokoh itu menjadi inspirasi bagi para siswa dalam mengenal kehidupan. Biografi ini mereka tulis dalam berbagai bentuk dan versi penulisan. Bagi siswa yang memiliki imajinasi tinggi dalam menuangkan gagasannya banyak yang meniru gaya penulisan novel. Namun, ada juga siswa yang mengemas hasil wawancara dengan tokoh inspiratif menjadi sebuah laporan jurnalistik.

Pengemasan berbagai bentuk tulisan yang telah para siswa lakukan tidak ada yang salah. Guru memang  memberikan kebebasan kepada para siswa untuk mengemas ide dan imajinasinya sesuai selera. Kebebasan ini semata-mata memberikan ruang kepada para siswa untuk mengembangkan dan mengasah kemampuannya dalam hal menulis. Alhasil dalam tiga tahun terakhir ini para siswa di sekolah Dian harapan Daan Mogot telah mengembangkan budaya menulis dalam bentuk menyusun Buku Biografi tokoh inspiratif. Buku-buku biografi tokoh inspiratif yang menarik, baik dari segi isi maupun penyajian atau pengemasan yang mereka lakukan. Oleh karena itu, tidak berlebihan kalau penulis mengatakan bahwa SSR ternyata mampu menjadi fondasi budaya literasi di Sekolah Dian Harapan Daan Mogot, Kalideres, Jakarta Barat ****Salam Kompasianer-19042016 AST****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun