Mohon tunggu...
Anita Godjali
Anita Godjali Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru dan ibu rumah tangga

Potensiku ada pada diriku

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

E-ticket Traja bak Main Layangan

8 Mei 2014   22:49 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:42 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penggunaan ticket prabayar atau lebih akrab dengan sebutan e-ticket ini sebenanrnya bukan hal baru. Beberapa tahun yang silam,  penggunaan tiket prabayar ini sudah diberlakukan. Berkate-ticket penumpang yang sudah berlangganan merasa mendapat layanan lebih cepat. Namun,hal itu hanya bertahan beberapa waktu. Entah karena alasan apa yang tidak jelas,tiba-tiba semua pintu koridor Traja yang sudah terpasang alat untuk penggunaan ticket prabayar ini harus diganti. Ticket prabayar tidak lagi bisa difungsikan dan pelanggan harus kembali ke cara tradisional mengantri untuk membeli tiket selembar kertas jika akan naik Trans Jakarta. (Bahkan penulis sudah membuang tiket prabayar yang selama ini sudah dimiliki karena alasan tidak lagi digunakan.)

Petugas Lamban

Pada pertengahan bulan April tahun 2014 ini, tiba-tiba keluar pengumuman jika beberapa terminal hanya akan melayani penumpang yang menggunakan kartu prabayar jika akan memanfaatkan transportasi massal Trans Jakarta. Pengumunan tentang penggunaan e-ticket ini memang menjadi menarik terutama bagi para penumpang yang ingin pelayanan cepat. Permasalahan yang sering mereka temukan di lapangan petugas ticket bekerja tidak professional. Mereka terlalu lamban dalam melaksanakan tugas hanya sekadar menyobek tiket dan memberikan uang kembalian kepada penumpang. Tak jarang penumpang menjadi kecewa dan marah karena tertinggal bus sementara untuk menunggu bus berikutnya sering terlalu lama. Kekecewaan penumpang ini tak lainkarena petugas bekerja dengan lamban dan kurang serius.

Contoh Petugas Jalan Tol

Sebenanrnya dalam pelayanan penumpang ini alangkah baiknya kalau managemen Trans Jakarta bisa mencontoh petugas jalan tol. Petugas di jalan tol bisa bekerja secara professional. Bayangkan saja, hampir tidak pernah terjadi kemacetan di jalan tol yang diakibatkan karena pelayan loket yang tidak professional. Tentu saja kalau di jalan tol bisa dilakukan kenapa di Trans Jakarta tidak bisa?

Kita bisa membandingkan, jika petugas jalan tol bisa bekerja dengan sigap dalam melayani pelanggan.. Kita bisa bayangkan betapa managemen Trans Jakarta akan kian berkibar apabila cara kerja para petugas di halte trans Jakarta bekerja seperti para petugas di pintu loket jalan tol yang cenderung lebih sigap. Misalnya saja dalam hal menyiapkan kembalian, sesuai kemungkinan nominal yang dipakai sebagai alat pembayaran. Pertanyaanya, jika petugas di jalan tol mampu bekerja dengan cepat kenapa di halte trans Jakartatidak bisa?

Evaluasi

Management Traja perlu juga mengevaluasi kinerja para petugas trans Jakarta. Berlakukan system kerja swasta agar mereka dapat bekerja secara bertanggung jawab. Hal ini memang perlu jika kita menginginkan pelayanan trans Jakarta semakin optimal hingga akhirnya moda Trans Jakarta yang kita andalkan untuk mengatasi kemacetan ini berfungsi sebagaimana tujuan semula. Kita tahu di luar sana banyak anggota masyarakat yang bisa bekerja dengan professional tetapi belum memiliki kesempatan. Peristiwa ini cukuplah menjadi bahan evaluasi. Berlakukanlah pola pendampingan yang tepat kepada para karyawan Traja dan evaluasilah Apabila mereka tetap tidak memiliki kemampuan kerja yang terampil perlu kita mengganti dengan karyawan baru. Apabila mereka tidak mampu melakukan perubahan diri sendiri dalam melayani publik untuk apa dipertahankan?

Kesiapan

Cita-cita membangun kota Jakarta menjadi Jakarta Baru memang perlu kesiapan. Jika tidak tentu hanya akan menjadi angan-angan. Kesiapan dari berbagai aspek baik secara system, moral, spiritual maupun material. Tentunya kesiapan ini harus berimbang antara kualitas sumber daya manusia dan sumber daya yang lainnya. Kebijakan penggunaan E-ticket yang sudah disosialisasikan melalui spanduk diberlakukan sejak tanggal 22 April 2014. Sebenarnya hal yang positif, walaupun sedikit kurang bijaksana bagi sebagian orang yang berkantong pas-pasan dan hanya sekali –sekali naik Traja. Namun, tentu setiap kebijakan memang akan ada implikasinya, dan tentu itulah sebuah risiko yang harus kita bayar. Hanya saja, tentunya sebuah kebijakan harus diimbangi dengan kesiapan. Apabila memang belum siap janganlah membuat kebijakan yang akan mempermalukan diri atau institusi.

Kebijakan e-ticket boleh jadi menjadi sarana memperkecil tindak kecurangan oleh petugas lapangan. Pasalnya di lapangan tidak akan ada uang tunai yang bisa mengundang niat tidak baik. Banyak pihak juga menyambut antusias kebijakan ini karena merasa mempermudah dalam menggunakan jasa Trans Jakarta. Sayang kebijakan ini seperti seseorang yang sedang bermain layangan. Sebuah kebijakan yang ditarik ulur dan selalu berubah. Kebijakan yang sudah hamper berjalan dua minggu lebih ini, masih jauh dari kata memuaskan. Pasalnya, kebijakan yang dikeluarkan oleh managemen Traja tidak berimbang dengan kemampuan Bank penyedia layanan kartu. Akibatnya, orang masih banyak yang menggerutu karena kibijakan yang tidak konsisten. Sebagai contoh saja, pada hari pertama kibijakan diberlakukan banyak pelanggan yang dengah sedih harus keluar dari koridor dan harus mencari kendaraan lain karena uang tidak mencukupi untuk membeli ticket prabayar. Ada juga penumpang yang harus patungan dahulu dengan temannya untuk membeli kartu prabayar. Akan tetapi, apa yang terjadi? Tidak sampai satu jam dari peristiwa itu tiba-tiba petugas membukaloket penjualan ticket biasa dengan dalih kehabisan kartu.

E-Ticketing Pelayanan Profesional?

Kekurangtersediaan e-ticket hari pertama mungkin orang akan berasumsi, karena petugas salah memprediksi jumlah penumpang. Alasan ini tentu akan bisa diterima oleh akal sebagian pihak. Walaupun bagi sebagian orang akan tetap mengernyitkan dahi untuk alasan tersebut. Bukankah kita bisa menghitung berapa jumlah ticket yang habis terjual setiap harinya? Yang memprihatinkan ternyata hal ini berulang pada hari-hari berikutnya. Pada hari yang berbeda tetap masih berlaku lagi penjualan ticket biasa dengan alasan kehabisan ticket prabayar. Bahkan sampai hari menjelang tiga minggu keputusan penggunaan kembali e-ticket yang sempat dihapuskan. Slogan “Hari gini masih pakai uang tunai? Pakai dong kartu prabayar!”. Kalimat ini masih sebatas wacana yang baru setengah.  Memang penggunaan kartu prabayar ini akan menunjukkan adanya tinggkat kemajuan dan kemodernan suatu masyarakat bahkan sebagai bukti pelayanan yang profesianal. Sayang lima bank besar yang menjadi mitra penyedia layanan kartu prabayar ini sendiri belum siap. Jadi, dengan demikian sebenarnya siapa yang harus dipersalahkan? Tentu hal-hal semacam ini perlu ditinjau ulang dan dievaluasi. Managemen Traja sendiri harus mengeleminasi faktor yang menghambat program menciptakan Jakarta Baru dengan transportasi yang aman dan nyaman. Pemerintah perlu mengembangkan langkah yang cepat, tepat dan terpadu. Salam 080514

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun