Mohon tunggu...
Anita Godjali
Anita Godjali Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru dan ibu rumah tangga

Potensiku ada pada diriku

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Sering Terlambat

26 Mei 2014   22:36 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:05 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama delapan minggu berturut-turut saya melaksanakan sebuah pelayanan. Dalam setiap minggunya hampir tiga hari waktu yang kami habiskan. Biasanya kami memulaihari Jumat sore dan baru akan selesai pada hari Minggu. Selama itu saya tidak begitu memperhatikan dengan suasana keseharian di tempat tersebut. Apalagai saya yang terbisaa bangunsiang jika hari libur. Memang, Saya bisa tidur lebih larut tetapiseperti bisaanya saya agak sulit kalau hari libur harus bangun lebih awal.

Minggu ke delapan

Pelayanan ini mendampingi anak-anak jadi memang sering membuat saya agak terlambat tidur karena harus menjadi penjaga. Bisaanya anak-anak akan bermain dan mengobrol kalau kami sudah ikut tidur sejak sore. Berbagai kegiatan kami lakukan sambil mengisi waktu entah dengan membaca novel, koran, atau berita-berita dijejaring sosial. Pokoknya kami akan mencari cara agar tidak cepat mengantuk. Alhasil tak jarang kami harus tidur pada dini hari. Tentu dampaknya ya kami akan bangun lebih siang dibanding dengan anak-anak. Akan tetapi, entah karena apa, pada hari Sabtu di minggu ke delapan meski tertidur pada dini hari pukul 05.15 saya bisa bangun. Setelah mengenakan jacket karena udara masih cukup dingin saya keluar ruangan. Seperti sebuah magnet yang menarik saya hingga saya berjalan menuju tepi danau. Seketika itu saya hanya bisa memekik dalam hati “Ya Tuhan…, ternyata tujuh minggu telah saya biarkan sia-sia dengan mengabaikan karya tanganMu”.

Bulan dan Venus

Dalam hembusan angin pagi yang cukup sejuk tampaklah Bulan Sabit bersanding dengan Venus dengan cahanya yang cemerlang nan indah.Seberkas semburat jingga telah memenuhi cakrawala di ufuk timur. Sekilas bayang-bayang pucuk cemara dan rimbunnya ranting kenanga membayang di dasar telaga. Cericit burung mulai bangun dari tidur dan beberapa kelelawar yang kesiangan setelah kenyang semalaman menyantap matoa dan duku. Para kelelawarmasih beterbangan mencari sarangnya sambil berlomba dengan datangnya pagi. Kecubuh dan tupaipun berlompatan di pelepah daun kelapa menyongsong kehadiran mentari pagi. Ini merupakan sedikit gambaran keindahan alam di suatu tempatdi ujung selatan Tangerang.

Esok harinya saya memutar alrm lebih pagi dari hari Sabtu. Saya berusaha bangun pukul 05.00 pagi dengan harapan ada waktu lebih lama untuk menikmati keindahan pagi. Sayang, semua harapan dan keinginan tadi tinggallah harapan dan keinginan yang tak terwujud. Pasalnya, hari Minggu pagi ketika bangun dari tidurdan melangkah keluar kamar cuaca mendung sudah tampak. Bulan dan Venus yang saya harapkan pagi itu telah lari bersembunyi di balik awan mendung.

Terlambat

Sayang, alam yang indah ini tak pernah saya sadari selama beberapa minggu. Tujuh minggu saya biarkan berlalu sia-sia. Saya lebih suka mengikuti kebisaaan saya pada saat hari libur. Tak pernah menyadari bahwa Tuhan menyediakan keindahan yang menghadirkan kedamaian dan panorama yang tak mampu saya lukiskan dengan kata-kata.

Dalam kekecewaan pagi, baru tersadarlah saya. Kesadaran akan eksistensi diri manusia dan hubungan yang harmonis dengan cosmis atau alam ternyata menjadi suatu kerinduan insani. Hubungan antara manusia dengan Tuhannya tak terhindarkan dalam pencarian. Kekosongan dan kehampaan tak jarang sangat terasa ketika manusia begitu dekat dengan alam. Kerinduan dekat dengan alam secara tak sengaja sebenarnya mengejawantahkan kerinduan manusia yang secara naluri juga ingin senantiasa dekat dengan Tuhan. Keinginan yang begitu mendalam berakar dalam diri manusia yang inginmenemukan dirinya di pusat alam. Manusia berusaha berkomunikasi secara batin dengan alam sekitarnya baik dengan langit maupun bumi. Perasaan itu yang mampu menjelaskan keinginan bawah sadarnya bahwa dalam kekerdilannya sebagai manusia begitu merindukan Sang Penciptanya. Hingga dalam ketermenungan diri manusia menyadari ungkapan kebutuhan hakiki sisi kemanusiaaanyadi pusat alam semesta ini. Kebutuhan yang mutlak sebagai ciptaan yang merindukan Pencipta.

Terkadang kita juga membiarkan beberapa peristiwa pentingberlalu. Tak jarang kita lebih mengikuti keinginan hati dari pada merefleksi diri untuk memahami dan mengerti kehendak Tuhan. Memang banyak peristiwa yang kadang terlambat kita sadari. Kedekatan kita dengan alam ternyata mampu menyadarkan eksistensi diri kita. Kesadaran dekat dengan alam yang mampu menghadirkan keharmonisan dengan yang Ilahi. Semoga kita tidak terlambat menyadari semua itu. Salam 26052014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun