Mohon tunggu...
Anita Desi
Anita Desi Mohon Tunggu... -

will you call my name

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kematian Tanpa Permisi

1 November 2014   16:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:57 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14148095702064088616

Kematian selalu datang tanpa permisi, tiba-tiba dan tanpa belas kasihan.

Masalah tentang terjadinya bunuh diri di daerah Gunung Kidul, sudah diketahui sejak puluhan tahun yang lalu. Kasus ini, penuh dengan misteri. Sebenarnya apa yang terjadi? Jelaslah bahwa bunuh diri adalah msalah yang kompleks, tidak hanya karena satu alasan saja seseorang melakukan bunuh diri. Ada bebrapa peristiwa di daerah ini yang dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat mistis. Masyarakat mengenal, apa yang disebut dengan “pulung gantung”, yaitu bola api berekor panjang yang berkelebat datang dari langit, kadang melintas di daerah tertentu, kadang juga hinggap di atap rumah, pohon besar, atau kadang terbang tetap di ketinggian tertentu, dan relatif lama.

Orang-orang di Gunung Kidul percaya pulung gantung sebagai isyarat kematian yang mendekati kepastian. Beberapa orang percaya bahwa sebelum seseorang melakukan tindakan bunuh diri, dia akan terobsesi melakukan tindakan yang disukai, kadang terobsesi melakukannya di tempat dimana dia akan bunuh diri. Arah yang dihadap oleh pelaku bunuh diri, diyakini sebagai tempat korabn pulung gantung selanjutnya. Misalnya jika pelaku bunuh diri menghadap ke arah barat, maka pelaku bunuh diri selanjutnya ada di daerah barat.


Apa kaitannya pulung gantung dengan kasus bunuh diri? Masyarakat Gunung Kidul selalu mengkaitkan bunuh diri dengan fenomena pulung gantung.

Dalam kosa kata kebudayaan Jawa. Istilah “pulung” sering disepadankan dengan “wahyu”. Dengan definisi, “pulung” atau “wahyu” di sini berarti “isyarat bahwa Tuhan atau (kadang) leluhur memberikan restu pada orang tersebut untuk menjadi pemimpin atau penguasa”. Orang Jawa mengenalnya sebagai “wahyu keprabon”. Dalam pemahaman umum orang Jawa, “pulung” juga dianggap sinonim dengan segala hal yang berbau kemuliaan, kebahagiaan, berkah, anugerah, kabegjan. Jika seseorang dengan cara yang mudah tiba-tiba mendapatkan sesuatu hal yang baik dan membahagiakan, orang Jawa biasanya berujar: “Ketiban pulung” (kejatuhan berkah). Namun berbeda maknanya bila pulung + gantung, tak seorang pun di Gunung Kidul akan bersyukur bila “ketiban pulung gantung”. Kepercayaan semacam ini masih bertahan dengan kuat hingga sekarang.

Seperti yang telah disebutkan, mengenal masyarakat Gunung Kidul tidak lepas dari mitos pulung gantung. Pemahaman ini merupakan pemikiran dari masa lalu dan akan menjadi kenyataan bila terwujud dalam keseharian dan pemikiran sosial masyarakat sekitar. Jadi, bagaimana suatu bayangan masa lalu menjadi dasar tindakan bunuh diri? Atau, pemikiran tentang pulung gantung memang dihidupkan oleh masyarakat itu? Dan berakibat menjadi suatu tindakan yang nyata? Sehingga kejadian-kejadian itu terus berulang dan menjadi ciri budaya setempat.

Maksudnya, suatu kejadian dianggap menarik apabila berhubungan dengan mitologi. Mitologi merupakan akumulasi gambaran-gambaran yang paralel dengan kehidupan manusia, akumulasi yang bertumbuh dalam ketidak sadaran dan didalamnya aspek-aspek tertentu dari eksistensi manusia mendapatkan ungkapan secara simbolis, seperti pulung gantung. Mitologi terkait dengan legenda maupun cerita rakyat. Hal ini sejalan dengan suatu pemikiran yang dikemukakan oleh Carl Gustav Jung tentang pengembangan dari suatu teori Sigmund Freud tentang alam tak sadar kolektif dan isi psikisnya..Ketidak sadaran kolektif merupakan sesuatu yang sangat kuat dan menjadi gudang kontrol bagi pengalaman yang diturunkan. Jung menghubungkan kepribadian seseorang dengan masa lalu, tidak hanya pada masa kanak-kanak, tetapi juga dengan sejarah. Kita tidak secara langsung diwarisi pengalaman tersebut, misalnya kita tidak pernah diwarisi perasaan siaga terhadap pulung gantung, tetapi kita diwarisi potensi siaga terhadap pulung gantung.

Mitos “bawah sadar kolektif” tersebut dinamai “arketip”. Arketip berasal dari hasil penyelidikan yang berulang-ulang. Dan bila dihubungkan dengan kasus ini, maka menjadi jelas bahwa mitologi dapat berpengaruh secara nyata di dalam keseharian masyarakat setempat.

"Kepercayaan yang telah lama ada dalam masyarakat Gunung Kidul menjadi suatu alasan pemakluman bagi tindakan bunuh diri," ujar dr. Ida dalam presentasinya di acara Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia, di Hotel Ibis, Jakarta, Senin (15/9/2014). Ini adalah kepercayaan yang sangat kompleks karena melibatkan banyak faktor, seperti biologis, psikologi, dan sosio kultural. Dari pengalamannya, keluarga yang anggotanya melakukan bunuh diri bersikap biasa saja. Kasus kematian yang terjadi di Gunung Kidulpada umumnya terjadi karena faktor depresi.

Referensi:

Darmaningtyas, Pulung Gantung, cetakan pertama , Yogjakarta: Salwa Press 2002

Jurnalistik dan Psikologi, diakses dari http://indonesiaartnews.or.id pada 15 Oktober 2014, pukul 4.57 PM

Rahmat Dede Hidayat, 2011,Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian Dalam Konseling, Bogor

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun