Ustadzah Aisyah Farid BSA. Entah kenapa nama tersebut selalu terngiang di memori. Merasuk sanubari. Dan tak pernah terfikir untuk pergi. Terdengar seperti tak tau diri bukan? Siapa aku?
Ingin sekali berbagi rasa. Meski sulit mengungkapkan semua yang terpatri, hanya hati yang dapat bicara. Tapi setidaknya, manisnya madu bisa sedikit kubagi. Kepada kalian yang mungkin belum pernah mencicipi.
Orang bilang romantis itu milik ia yang punya cinta. Ternyata benar, mutiara indah keluar begitu saja ketika mengingatnya (Ustadzah Aisyah BSA). Apalagi jika cinta itu tertuju pada ia yang pandai menanggapi. Buncah. Membuat cinta semakin merekah.
Ada apa dengan 2021? Kala itu saat ambisi mengejar dunia, lelah, bosan dengan rutinitas yang menyita waktu, semakin kukejar semakin tak ada habisnya. Tak berujung. Tak tau juga kemana aku dibawanya. Kosong.
Iya, di tengah derasnya pencapaian yang orang miliki. Kali ini aku terdampar dari dunia mereka.
Tapi kenapa baru sekarang? takdir mempertemukanku dengan mereka yang justru mengejar akhirat. Tunggu, ini bukan salah takdir. Mungkin karena lariku kemarin terlalu jauh.
Lambat atau cepat, tak masalah. Bagaimanapun, tetap harus disyukuri. Bersyukur karena masih Allah sampaikan ke tempat ini. membuatku rahat (tenang). Kau tahu? Majelis Banat Ummul Batul Cibitung yang kumaksud. Tempat pertama yang menjadi jembatanku mengenal cinta abadi. Awalnya memang asing. Merasa tertinggal dengan semua yang ada didalamnya. Pelan pelan kuikuti sambil meraba. Ramai orang didalam sana membicarakan Tarim. "Tempat apa itu?" (Batinku yang terheran karena baru kali pertama mendengar). Sampai rumah langsung ku Googling, Untung saja papan selancar informasi itu bisa mengerti yang kumaksud. Semakin takjub saja ketika kutahu dan mengenal tentang Tarim. Pantas saja first impression ku ketika bertemu beliau (Ustadzah Aisyah BSA) berbeda. Sirr (rahasia) Tarim bukan hanya membanjiri buminya, tapi sesiapa juga yang pernah menjejakinya, terlebih pernah berada dalam didikan Al-‘Alamah Alhabib Umar bin Salim bin Hafidz BSA, dan juga istrinya Hubabah Ummu Salim. Selain daripada Ayahnya sendiri yaitu Al Habib Ahmad Farid BSA, Ustadzahh juga pernah berguru kepada pamannya, Habib Nagib BSA, dan Habib Ali Mahsyur BSA, yang kesemuanya ternyata bermuara pada Tarim. MaasyaAllah ❤️
Waktu demi waktu kulewati, bersama kekasih hati. Sampai satu hari kutekadkan diri ini untuk berkhidmat kepada beliau, untuk Allah dan Rasulullah, mengambil bagian di Majelis Banat Ummul Batul Cibitung.
Siapa sangka, pertama kali berjumpa secara dekat dengannya ternyata beliau sangat farhan (senang) menyambut. Kepada siapapun. Iya, siapapun. Tak heran jika banyak orang yang dibuat kagum karena kasih sayangnya, Padahal saat itu diri ini cuma seseorang yang kedudukan saja aku tak punya. Apatah ilmu. pendamba yang hanya bermodalkan cinta. Ditengah derasnya pengagum beliau, semakin takjub saja ketika diri ini melihat dan menyaksikan langsung ketawadhu’an beliau, membangunkan diri yang hampir tenggelam dalam lautan cinta, meluruskan akan hakikat cinta yang sebenarnya, satu hal yang selalu kuingat pesan Ustadzah saat kita bertemu, "kalau kamu ingin menjaga nama, maka jangan sekali-kali kamu jaga demi nama saya, karena orang bisa saja mengecewakan. jaga namamu sendiri, untuk Allah dan Rasulullah SAW. Sehingga kamu punya yang namanya rasa tanggungjawab". "Target kita mencinta adalah agar dicinta. Kalau kamu dicintai orang sholeh berarti ada keistimewaan dalam dirimu. Untuk menjadi orang yang dicintai itu harus ngejar terus. Cari mukanya jangan cuma sama Guru, cari mukanya sama Allah dan Rasulullah. Supaya kita dipilih jadi orang yang dicinta. Niatin setiap pekerjaan dan amalan baik kita itu agar kita dicinta. Buah dicinta itu yang dicari. Makanya kita disuruh ittiba sama Rasul SAW. Cinta Allah dan Rasul itu beda sama cintanya orang. Ketika kamu berharapnya sama saya dan misal satu waktu saya sedang lelah, kamu akan merasa cintamu tak terbalas, kamu akan kecewa. Maka luruskan niat”. Ucap beliau.
Kalau kita cintanya sama manusia maka akan sempit melihat permasalahan. Tidak punya pintu solusi kecuali satu solusi. Harusnya bagaimana? Kamu cari pintunya Nabi Muhammad SAW. Kamu cari pintu itu pasti dapat solusi. Ini baru pintunya Rasul. Bagaimana dengan pintunya Allah SWT? MaasyaaAllah. Cinta sama Rasul itu kewajiban. Setiap kita wajib mencari cara bagaimana cinta kepada Rasul. Dalam salah satu hadits Nabi SAW dikatakan :
Ahibbullaaha limaa yaghdzukum min ni'mah, wa Ahibbunii bihubbillaah, wa ahibbu ahli baitii bihubbi