Pada 10 Januari 2023 lalu Ketua Komite Cipta Kerja, Airlangga Hartanto mengumumkan bahwa program pemerintah Kartu Prakerja akan kembali menggunakan skema normal bagi para penerima manfaatnya. Hal ini berkenaan dengan telah berakhirnya pandemi covid-19 sehingga sifat Kartu Prakerja yang sebelumnya semi bansos akan kembali menjadi program peningkatan keahlian masyarakat yang bersifat retraining dan reskilling.
Pengembalian ke skema normal ini akan berdampak pada rincian penerimaan manfaat Kartu Prakerja.
Sebelum tahun 2023 total penerimaan dana Kartu Prakerja perorang adalah sebesar 3.550.000 rupiah dengan rincian 600.000 dana tunai melalui e-money diberikan sebanyak empat kali (total 2.400.000 rupiah), biaya pelatihan sebesar 1.000.000 rupiah, dan survey dalam bentuk e-money sebanyak tiga kali sebesar 50.000 rupiah (total 150.000 rupiah).
Namun mulai tahun 2023 skema tersebut akan berubah. Dana yang diberikan kartu Prakerja pada penerima manfaatnya perorang akan naik menjadi 4.200.000 rupiah dan rinciannya akan berubah menjadi sebagai berikut: dana tunai diberikan satu kali sebagai uang transport sebesar 600.000 rupiah, biaya pelatihan naik menjadi 3.500.000 rupiah dan survey dilakuan dua kali sebesar 50.000 rupiah (total 100.000 rupiah).Â
Mengetahui hal tersebut reaksi masyarakat cukup beragam. Tentunya ada yang positif, ada yang negatif.
Masyarakat yang setuju menganggap perubahan skema ini akan meningkatkan peluang masyarakat mempelajari banyak hal baru. Apalagi dengan skema pelatihan yang direncanakan akan dilakukan secara offline atau gabungan online-offline.Â
Masyarakat yang terbiasa dengan sistem belajar tatap muka merasa pelatihan offline akan meningkatkan penyerapan materi Prakerja yang akan mereka pilih. Pelatihan offline juga memungkinkan praktek yang sebelumnya sulit dilakukan ketika pelatihan dilakukan secara online.
Namun disisi lain masyarakat berpikir pesimis. Insentif sebesar 600.000 yang dibayarkan sekali itu tidak bisa digunakan untuk menutup biaya operasional selama pelatihan. Baik biaya pelatihan online berupa pulsa atau kuota maupun transportasi selama pelatihan offline.
Masyarakat juga melihat potensi kecurangan dalam rincian penerimaan manfaat Kartu Prakerja tersebut. Dana pemerintah dinilai akan lebih banyak masuk ke perusahaan besar penyedia layanan pelatihan Prakerja bukan masyarakat yang membutuhkan.Â
Masyarakat berspekulasi dana ini sangat rawan digunakan sebagai sumber penyelewengan.
Dana proyek pemerintah dengan perusahaan besar sulit untuk diawasi secara langsung oleh masyarakat. Melihat track record pemerintah sebelumnya, masyarakat sudah pesimis proyek kerjasama dengan penyedia layanan pelatihan Prakerja akan diselewengkan juga.