Mohon tunggu...
Anita Safitri
Anita Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang

Manusia yang menyukai kisah-kisah masa lalu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Nyai" Eksistensi Wanita Pribumi pada Masa Kolonial

16 April 2023   11:08 Diperbarui: 16 April 2023   11:11 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok.pribadi ilustrasi para Nyai

Nyai begitulah sebutannya mereka adalah para wanita Indonesia yang dijadikan selir atau gundik oleh para pria Eropa pada masa kolonial dulu. Mungkin banyak dari pembaca mengetahui sosok Nyai dari film Bumi Manusia yang diperankan oleh Iqbaal Diafakhri Ramadhan dan Mawar Eva De Jongh. Namun, tahukah kalian bahwa kehidupan para Nyai ternyata jauh dari kata bahagia, memang ada beberapa dari mereka yang dengan suka rela menyerahkan dirinya untuk dijadikan selir atau gundik para pria Eropa yang sedang berada di Indonesia pada masa itu. Akan tetapi banyak dari wanita yang menjadi Nyai ini adalah korban perdaganan manusia yang dilakukan oleh keluarganya sendiri. Berikut akan kita bahas mngenai keberadaan Nyai di Indonesia pada masa kolonial.

Awal mula kemunculan Nyai ini dimulai pada awal abad ke-17. Dimana pada masa ini Bangsa Eropa telah menduduki wilayah Indonesia dengan mendirikan kongsi dagang yang diberi nama VOC. Alasan para pria Eropa ini menjalin hubungan dengan wanita pribumi dikarenakan pada masa ini masih sedikit perempuan Eropa yang ikut datang ke Indonesia atau yang dahulu disebut sebagai Hindia Belanda. Hal tersebutlah yang menjadi faktor terjadinya hubungan antara pria Eropa dengan wanita pribumi. Para pria Eropa ini membutuhkan sosok wanita untuk memenuhi semua kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan biologisnya sehingga terjadilah kegiatan pergundikan.

Pada mulanya kegiatan ini mendapatkan tentangan keras dari Pimpinan VOC yakni J.P Coen. Ia beranggapan bahwa kegiatan pergundikan ini dapat merugikan kepentingan kolonial. Untuk menanggulangi meningkatnya kasus pergundikan pada masa itu J.P Coen mendatangkan para gadis Eropa yang memiliki kepribadian yang baik untuk dijadikan sebagai pasangan. Akan tetapi, usaha tersebut nampaknya tidak berjalan dengan baik karena masih adanya praktek pergundikan yang dilakukan oleh pria Eropa. Kegagalan dari usaha J.P Coen ini disebabkan dalam melaksanakan sebuah pernikahan dengan perempuan Eropa mereka harus meminta izin kepada pemerintah VOC dan banyak pengajuan yang ditolak. Sehingga para pria Eropa ini lebih memilih untuk menjalin hubungan dengan wanita pribumi meskipun tanpa adanya pernikahan yang sah.

Lambat laun kasus pergundikan ini semakin meningkat, terlebih pada abad ke-19. Hal ini disebabkan oleh adanya larangan pernikahan bagi para pria Eropa yang baru datang ke Hindia Belanda. Lantas bagaimana cara para pria Eropa ini dapat bertemu dengan para wanita pribumi?  Pertemuan antara pria Eropa dan wanita pribumi ini melalui jalur perdagangan dan jalur jasa penyedia pembantu rumah tangga. Pria Eropa ini dapat menjumpai para wanita pribumi melaui warung-warung yang ada di Hindia Belanda pada masa itu. Selain itu, para orang Eropa ini juga memanfaatkan warga pribumi baik itu pria maupun perempuan untuk bekerja sebagai pembantu yang mengurusi keperluan rumah tangga, tidak sedikit dari pembantu rumah tangga yang berjenis kelamin perempuan tersebut dijadikan selir atau gundik oleh tuannya.

dok.pribadi ilustrasi wanita pribumi dan Pria Eropa
dok.pribadi ilustrasi wanita pribumi dan Pria Eropa
Tak jarang para pria Eropa ini dengan sengaja meminta centeng atau pesuruhnya untuk mencarikan seorang wanita untuk dijadikan gundik, bahkan tak jarang mereka membeli anak perempuan dari sebuah keluarga, mereka diiming-imingi oleh harta dan kekuasaan sehingga tega membiarkan anak, saudara, dan istrinya dibawa untuk dijadikan seorang Nyai. Hal ini seperti yang dikisahkan dalam Bumi Manusia novel karya Pramoedya Ananta Toer yang juga telah difilmkan. Dalam kisah Bumi Manusia ini tidak hanya berfokus pada Minke dan juga Annelis tapi juga terdapat satu tokoh yang bernama Ontosoroh yang merupakan ibu dari Annelis. Ontosoroh sendiri memiliki nama asli Sanikem yang dijadikan Nyai oleh Mellema pengusaha yang berasal dari Eropa. Dia dijual oleh ayahnya kepada Mellema untuk menaikkan jabatannya. Meskipun demikian, Ontosoroh digambarkan sebagai sosok wanita tangguh, dimana ia mampu mengurus perusahaan yang dimiliki oleh Mellema, hal ini dikarenakan ia diajari oleh Mellema bagaimana cara membaca, menulis bahkan bahasa Belanda.

Akan tetapi, pada kenyataannya wanita yang dijadikan sebagai Nyai ini tidak semuanya bernasib sama seperti Ontosoroh yang mulanya dicintai oleh Mellema. Banyak dari mereka yang mengalami penyiksaan fisik hingga mereka mengalami penderitaan yang sangat dalam. Terkadang mereka harus meregang nyawa ketika mencoba melepaskan diri atau kabur dari rumah. Terlepas dari hal tersebut para Nyai ini juga dianggap aib oleh warga setempat, mereka menganggap para Nyai ini adalah penhianat agama, karena seperti yang kita tau bahwa penduduk pribumi mayoritas adalah pemeluk agama Islam, dimana dalam ajarannya melarang untuk mendekati zina. Selain itu, penduduk juga merasa hal tersebut melanggar adat ketimuran dimana tinggal bersama dengan lawan jenis tanpa adanya ikatan pernikahan adalah hal tabu. Nyai juga dipandang remeh oleh orang-orang Eropa mereka menyebut para Nyai ini sebagai Snaar (senar) atau dengan kata lain wanita sundal yang menggoda para pria-pria Eropa demi mendapatkan harta kekayaan.

Para Nyai ini dianggap sebagai pengganti sementara sebelum para pria Eropa ini menemukan pasangannya atau kembali tanah airnya untuk melanjutkan hidupnya dengan pasangannya di Eropa. Meskipun, ada beberapa Nyai yang akhirnya dinikahi secara sah oleh tuannya. Akan tetapi, mereka tetap saja mereka selalu dicaci maki. Terlebih jika pria Eropa yang menjadi tuannya telah memiliki anak dengan pasangan Eropanya, biasanya para Nyai ini akan diperlakukan secara tidak baik karena dianggap telah merebut kebahagiaannya. Seperti yang kita tau juga bahwasanya para terdapat para Nyai yang mulanya adalah seorang pembantu rumah tangga, hal ini terkadang memunculkan rasa iri dari pembantu-pembantu lainnya. Kehidupan para Nyai ini sebenarnya sama sekali tidak menenangkan dimana mereka selalu merasa terancam, karena bisa saja mereka dilenyapkan oleh Tuannya sendiri atau bahkan sesama orang Pribumi.

Dalam novel dan film Bumi Manusia, diceritakan bahwa pada akhirnya bahwa anak Annelis harus dikirim ke walinya di Belanda karena ayahnya yakni Mellema telah meninggal, dan Ontosoroh tidak memiliki hak asuh karena dia bukanlah istri sah dari Mellema. Hal ini memang benar-benar terjadi dimana para Nyai ini akan di usir dari rumah atau dipisahkan dengan anak mereka karena tuannya telah menemukan pasangan yang juga sama berasal dari Eropa, hal ini seperti kisah dari Ayah Reggie Baay yang merupakan anak campuran Indo Eropa yang dikisahkan dalam bukunya yang berjudul Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda. Sang kakek merupakan keturunan Belanda totok sedangkan neneknya adalah wanita pribumi yang bernama Moeinah. Setelah beberapa bulan kelahiran ayahnya Moeinah diusir oleh keluarga kakeknya dengan dalih untuk memberikan tempat kepada wanita Eropa, Moeinah hanya berperan menandatangani akte kelahiran anaknya dan setelahnya dia tidak memiliki hak atau kewajiban apapun terhadap anaknya. Tak sedikit juga pria Eropa yang memilih untuk menelantarkan anaknya mereka lebih memilih kembali ke negaranya tanpa membawa serta anaknya. Sehingga para Nyai ini harus merawat anaknya sendiri dan terkadang ada yang menitipkan anaknya di panti asuhan khusus anak Indo-Eropa.

Para Nyai ini memiliki kehidupan yang keras, penuh polemik, dan juga konflik. Keberadaan mereka yang selalu dianggap sebagai aib, memaksa mereka untuk menarik diri dari kehidupan Sosial. Ketidakadilan yang mereka rasakan membuatnya menjadi sosok yang mandiri dan tidak bergantung dengan siapapun. Bahkan setelah ditinggalkan oleh pria Eropa, mereka mampu untuk menata kembali kehidupan mereka ditengah-tengah masyarakat yang telah menghina mereka. Selanjutnya bagaimana pandangan kalian terhadap para Nyai ini?

Referensi:
Baay, R. (2010). Nyai & Pergundikan di Hindia Belanda. Komunitas Bambu.Toer, P.A. (2002). 

Bumi Manusia: Tetralogi Buru#1. Hasta Mitra.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun