Mohon tunggu...
Anita Safitri
Anita Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang

Manusia yang menyukai kisah-kisah masa lalu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kehidupan Perempuan Indonesia pada Masa Lalu

2 April 2023   11:30 Diperbarui: 2 April 2023   16:20 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Wong wedhok kuwi gawene mung telu yaiku masak, manak, lan macak” yang dalam bahasa Indonesia berarti “Perempuan itu pekerjaannya hanya tiga yakni memasak, melahirkan, dan juga berdandan” begitulah kiranya ungkapan orang tua kepada para anak perempuannya tidak hanya di masa lalu tetapi ada pula di masa sekarang ini.

Sebelum emansipasi diperjuangkan oleh R.A Kartini dan para pejuang perempuan lainnya, keberadaan perempuan hanya dianggap sebagai pelengkap kehidupan laki-laki, kedudukannya pun berada jauh di bawah para laki-laki. Para perempuan ini terikat oleh adat-adat atau aturan yang mengekang kehidupannya. Dimana pada usia remaja para perempuan ini akan dipingit keluarganya hingga ia menikah, dan setelah menikah ia harus mengurusi kehidupan rumah tangganya tanpa bisa merasakan pendidikan dan mengetahui apa yang ada di dunia luar.

Bukan hanya dengan pria saja perbedaan yang dialami oleh para perempuan Indonesia khususnya di pulau Jawa. Pada masa itu perbedaan kehidupan juga terjadi antara perempuan satu dengan yang lainnya. Perbedaan kehidupan ini terjadi berlandaskan dengan status sosial yang mereka miliki. Dalam buku Sejarah Perempuan Indonesia Gerakan dan Pencapaian karya Cora Vreede-Destuers (2008), perempuan digolongkan menjadi empat status sosial yang pertama adalah golongan miskin, yang kedua adalah golongan menengah, yang ketiga adalah golongan santri atau para istri kyai, dan yang terakhir adalah golongan ningrat.

Lantas bagaimanakah perbedaan kehidupan yang di alami oleh ke empat golongan perempuan tersebut? Mari kita simak penjelasannya.

  • Perempuan Golongan Miskin : Perempuan dengan status sosial rendah ini biasanya kehidupannya jauh lebih bebas dari pada kehidupan golongan lainnya. Perempuan pada golongan ini biasanya tidak mendapatkan pendidikan dikarenakan status sosial mereka, sehingga dari kecil mereka lebih fokus diajari oleh orang tuanya untuk melakukan pekerjaan di sawah dan menjual hasilnya di pasar, selain itu, biasanya para perempuan golongan ini juga diajari menjahit. Mereka tidak begitu terikat oleh adat-adat yang ada sehingga tidak ada ketentuan kapan mereka akan dipingit atau dinikahkan. Kehidupan para perempuan di golongan ini sebenarnya jauh lebih keras akan tetapi mereka memiliki kebebasan untuk menentukan ke arah mana mereka membawa hidupnya.
  • Perempuan Golongan Menengah atau Cukup Mampu : Golongan ini sebenarnya hampir tidak jauh berbeda dnegan golongan miskin di mana para perempuan pada golongan ini juga tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, mereka juga belajar melakukan pekerjaan rumah, membantu di sawah, dan juga menjahit yang membedakan dengan golongan sebelumnya adalah para perempuan digolongan ini akan dinikahkan pada umur 12 hingga 15 tahun. Setelah menikah biasanya mereka akan membantu pekerjaan suaminya di sawah ataupun berdagang. Dalam kehidupannya para perempuan golongan ini diperlakukan dengan baik oleh suaminya karena pada kenyataannya para perempuan pada golongan ini sebenarnya sangat mampu untuk menafkahi kebutuhannya sendiri.
  • Perempuan Golongan Santri : Perempuan dalam golongan ini juga sama mereka tidak mendapat kesempatan untuk merasakan pendidikan umum akan tetapi, perempuan pada golongan ini mendapatkan pendidikan agama di rumahnya. Biasanya perempuan golongan ini tinggal di area pondok pesantren atau orang tuanya adalah seorang pemuka agama di wilayah tersebut. Merekan juga belajar mengurus pekerjaan rumah dan membantu di sawah atau berdagang. Para perempuan pada golongan ini biasanya menikah atau dinikahkan pada usia 15 tahun, biasanya mereka juga dinikahkan dengan pria dari kalangan santri pula. Perempuan pada golongan ini tentunya sangat dihormati dan dihargai oleh suaminya karena perempuan pada golongan ini memiliki kemampuan lebih dari golongan sebelumnya. Terkadang para perempuan ini juga ikut membantu mengajar agama di pondok pesantren atau membantu suaminya berdagang atau bertani.
  • Perempuan Golongan Ningrat : Perempuan golongan ini biasanya adalah keturunan para raja, priyayi, bangsawan yang memiliki kekuasaan di suatu wilayah, biasanya perempuan golongan ini masih bisa merasakan pendidikan umum di sekolah dasar, setelah mereka berusia 12 tahun mereka akan di pingit hingga waktunya mereka menikah. Para perempuan golongan ini kehidupannya tentu sangat berbeda dengan tiga golongan perempuan sebelumnya, di mana tiga golongan perempuan sebalumnya sudah diajari bagaimana cara mengurus rumah, membantu pekerjaan di sawah dan lain sebagainya, maka perempuan pada golongan ini hampir tidak mempelajari hal-hal tersebut hal ini dikarenakan mereka memiliki banyak pembantu yang membantu mengurusi semua kebutuhan hidup yang diperlukan. Kebanyakan perempuan pada golongan ini dinikahkan pada usia 15 atau 16 tahun, jarang dari mereka yang menikah atas dasar suka sama suka, biasanya perempuan golongan ini dinikahkan atas dasar perjodohan yang biasanya memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak, laki-laki yang dipilihkan juga biasanya harus setara atau kedudukannya jauh lebih tinggi dari keluarga si perempuan. Setelah menikah pun kehidupan perempuan pada golongan ini sama sekali tidak bebas, justru mereka semakin terkekang dan tanpa memiliki kesibukan karena tugas utama mereka hanyalah melayani suaminya dan menghasilkan keturunan saja.

Dari perbedaan-perbedaan yang disebutkan tadi, para perempuan ini juga memiliki kesamaan di mana mereka dinikahkan pada usia yang sangat muda, hal ini bertujuan dengan menikahkan para perempuan ini diusia yang relative muda akan mencegah mereka untuk menikah hanya karena dorongan hatinya saja dimana terkadang seseorang yang diinginkan perempuan tersebut tidak sesuai dengan keinginan orang tuanya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa para perempuan di era ini tidak memiliki hak untuk memilih kehidupannya. 

Pada masa ini juga tingkat terjadinya poligami sangat tinggi terlebih jika perempuan yang dinikahi sebelumnya tidak bisa melahirkan keturunan, maka para suami akan mencari perempuan lain untuk dijadikan sebagai istri baru yang dapat melahirkan keturunan untuknya. Para perempuan ini tentunya tidak akan bisa protes atas keputusan suaminya, hal ini dikarenakan mereka harus menjadi seorang istri yang patuh dan mendukung apapun yang dilakukan oleh suaminya.

Diskriminasi terhadap perempuan pada masa lalu tidak hanya seperti yang dijelaskan di atas. Pada era kolonial di mana Belanda masih berkuasa di tanah Hindia, para perempuan Indonesia ini juga dijadikan sebagai gundik atau istri tidak sah para lelaki Eropa. 

Tidak sedikit dari para perempuan ini merupakan korban perdagangan manusia yang dilakukan oleh keluarganya sendiri demi mendapatkan harta maupun kekuasaan. Kehidupan yang mereka alami ini sangat berat di mana mereka dianggap sebagai aib atau penghianat agama oleh masyarakat setempat karena dianggap melakukan praktek perzinahan, dan juga dianggap sebagai wanita penggoda yang berniat merong-rong harta dari pria Eropa oleh orang-orang Eropa yang berada di Indonesia pada saat itu.

Kedudukan perempuan di masa lalu sangatlah rendah, hingga muncullah kata emansipasi wanita yang diperjuangkan oleh pahlawan wanita yakni R.A Kartini, dimana ia mati-matian berusaha untuk mencoba mengangkat derajat para kaum perempuan. Usaha yang telah dilakukannya kini membuahkan hasil, saat ini kedudukan perempuan Indonesia hampir setara dengan pria, dimana para perempuan berhak untuk mendapatkan pendidikan, menentukan jalan kehidupannya sendiri tanpa adanya kekangan dari pihak manapun.

Referensi

Vreede-De, C. S. (2008). Sejarah Perempuan Indonesia Gerakan dan Pencapaian (pp. 60–61). Edisi terjemahan: Elvira Rosa, Paramita ayuningtyas, Dwi Istiani). Jakarta

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun