[caption caption="www.kidnesia.com"][/caption]Ketika Malaysia mencoba mengklaim Reog, sebagai salah satu keseniannya, semua orang berteriak bahwa Reog adalah budaya Indonesia. Bahwa keris, merupakan salah satu warisan nenek moyang Indonesia. Bahkan, ketika pulau ambalat diklaim masuk menjadi bagian Malaysia, semua orang berteriak bersama. Jargon ‘Ganyang Malaysia’ kembali muncul, seakan-akan sudah siap perang. Semangat untuk mempertahankan keutuhan bangsa, kembali muncul seperti era masa sebelum kemerdekaan.
Beberapa saat lalu, setelah bom terjadi di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, semua orang juga berteriak bersama, untuk melawan terorisme. #Kami Tidak Takut, telah menyatukan perasaan semua orang, untuk terus menjaga wilayah Indonesia, agar terbebas dari tindakan teror. Pada titik ini, semangat kebersamaan itu kembali muncul. Semangat untuk mempertahankan keutuhan tanpa ada kekerasan kembali muncul. Dan itu terbukti berhasil.
Dua contah tadi, secara tidak langsung telah menunjukkan bahwa, semangat kebangsaan itu masih ada. Hanya saja, apakah itu muncul pada saat terjadi perang, bom, atau dalam kondisi yang lain? Seharusnya memang tidak. Semangat kecintaan terhadap negeri ini, harus terus dijaga. Harus terus diimplementasikan dalam keseharian kita. Bagaimana caranya? Kita bisa mulai dari diri kita sendiri. Berbuat baiklah kepada sesama. Tidak ada rasa saling merendahkan atau saling menguasai. Tidak ada ego untuk mewujudkan kepentingan pribadi, tapi melupakan kepentingan publik.
Meski demikian, kita juga harus sadar. Saat ini memasuki era globalisasi. Berbagai arus distribusi produk, jasa, hingga budaya begitu kencang. Produk-produk luar negeri terus membanjiri pasar domestik. Perusahaan perusahaan asing mulai bermunculan. Budaya Korea mulai merasuki generasi muda kita. Tidak ada kekerasan disini, tapi secara tidak sadar kita menikmati itu. Misalnya, masyarakat lebih nyaman menggunakan jeans, dari pada kain tradisional. Generasi muda kita, lebih nyaman menari break dance, dari pada menari Jaipong. Sebagian orang lebih paham lagu Bon Jovi, dari pada lagu daerah.
Tidak salah memang, mengadopsi budaya asing dalam keseharian kita. Itu konsekwensi dari era globalisasi tadi. Hanya saja, apakah kita juga memberikan ruang sedikit terhadap produk Indonesia? Apakah kita juga berperilaku menjadi Indonesia dalam keseharian? Ingat, negeri ini mempunyai warisan nilai-nilai luhur yang sangat kaya. Negeri ini mempunyai tren mode pakaian dari Aceh hingga Papua lho. Sadarkah kalau jeans yang bermerk terkenal itu, sebenarnya juga dibuat di Tangerang?
Ayo kita mulai terus menyuarakan kecintaan kita terhadap Indonesia. Jangan sampai budaya kita diklaim negara lain, baru kita semua berteriak cinta Indonesia. Bentuk kecintaan itu, bisa diimplementasikan dalam berbagai hal. Contoh sederhana adalah, berbuat baik antar sesama. Menanamkan semangat nasionalisme, dengan tidak saling merendahkan orang lain. Menanamkan rasa persatuan dan kesatuan, tanpa harus mengedepankan kekerasan untuk mewujudkan keinginan. Karena apa? Karena kita Indonesia.
Meski demikian, kita tetap harus waspada. Banjirnya produk luar negeri di pasar domestik, merupakan upaya untuk menguasai persaingan. Bentuk saling menguasai ini, harus terus kita lawan. Jika masih ada kelompok tertentu, yang ingin memanfaatkan dominasi muslim di Indonesia, dengan menyebarkan konsep keagamaan seperti negara khilafah, juga harus terus dilawan. Ingat, kita adalah Indonesia, yang menghargai keberagaman, tidak saling merendahkan, dan menjunjung tinggi kebersamaan.
Mari kita pahami kembali, nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila di Pancasila. Sila pertama, mengajarkan bahwa kepercayaan terhadap Tuhan adalah hal yang utama. Namun, harus diingat, memeluk agama sesuai keyakinan adalah hak setiap warga negara. Sila kedua mengajarkan agar kita harus memanusiakan manusia. Sila ketiga mengajarkan untuk terus menjunjung tinggi persatuan. Sila keempat mengajarkan musyawarah untuk mencari solusi. Dan kelima, mengajarkan bahwa keadilan dan kesejahteraan itu harus dirasakan semua orang.Â
Begitu kayanya Indonesia. Kaya akan budaya, agama, bahasa, hingga nilai-nilai luhur peninggalan nenek moyang kita. Jangan lupakan budaya anak negeri. Jangan rusak kedamaian Indonesia dengan teror. Jangan dominasi negeri yang menghargai keragaman ini. Lantas, sudahkah kita mencintai Indonesia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H