[caption id="attachment_403571" align="aligncenter" width="600" caption="straitstimes.com"][/caption]
Kemunculan ISIS dengan cita-citanya untuk membentuk sistem khilafah telah membuat dunia waspada. Masalahnya bukan terletak pada sistem khilafah, namun pergesaran makna yang dilakukan oleh kelompok ekstremis tersebut.
ISIS mengedepankan konsep khawarij dalam memuluskan cita-citanya. Konsep ini dianggap oleh ISIS sebagai legitimasi atas keabsahan sistem yang diyakininya. Melalui konsep ini, ISIS merasa berhak untuk mengkafirkan orang-orang yang berbeda haluan dengannya, bahkan termasuk ke sesama saudara Muslim. Hal inilah yang kemudian menyalahi ajaran penegakan syariat Islam, di mana hal yang dilakukan oleh ISIS sudah sangat jauh dari makna yang dijelaskan dalam Al Quar’an dan Al Hadist.
Aksi sewenang-wenang yang dilakukan oleh ISIS membuatnya menjadi musuh bagi banyak bangsa di dunia, termasuk bagi bangsa Indonesia. Pemerintah negeri ini telah resmi melarang keberadaan ISIS di tanah air. Alasan utama pelarangan tersebut adalah karena ideologi yang diusung ISIS berisiko mengancam keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam upaya pencegahan perkembangan terorisme di Indonesia, pemerintah pun telah menunjuk badan dan lembaga terkait untuk menanganinya. Beberapa di antaranya adalah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kepolisian RI, dan instansi-instansi terkait lainnya. Bentuk aksi yang dilakukan bermacam-macam, mulai dari perlawanan langsung hingga kontra radikal.
Pemerintah sendiri saat ini lebih banyak menekankan aksi kontra radikal yang mengedepankan pemahaman meluas mengenai konsep moderat kepada masyarakat. Konsep moderat sendiri adalah konsep aksi kepala dingin dalam memandang sebuah masalah. Cara yang dilakukan pun lebih halus melalaui himbauan, penanaman sikap tenggang rasa, dan peningkatan pemahaman berpikir ilmiah agar tidak mudah terhasut oleh paham-paham yang sesat.
Mengenai peningkatan pemahaman ilmiah sendiri, kini telah banyak dilakukan oleh edukator berbasis Islam, seperti pesantren dan sekolah-sekolah Islam. Target utama pemaparan konsep ini adalah generasi muda agar tidak mudah teracuni. Hal ini sejalan dengan fakta bahwa generasi muda adalah kelompok usia penggerak terbesar dalam organisasi ISIS. Oleh karena itu himbauan kontra radikal perlu dilakukan dengan cukup serius ke mereka.
Namun, apakah masyarakat awam tidak termasuk dalam prioritas pemerintah dalam penerapan konsep kontra radikal? Tnetuk saja termasuk, namun dengan pendekatan yang berbeda. Karena masyarakat awam bersifat makro, maka pemerintah banyak melakukan sosialisasi di berbagai medium guna meningkatkan awereness mengenai bahaya ancaman terorisme.
Ancaman baru mengenai terorisme yang kini berwujud ISIS telah mengingatkan banyak warga Indonesia bahwa meskipun sudah hampir lima tahun tanpa serangan besar, perang melawan terorisme masih belum selesai. Oleh karena itu, mari kita bersama lawan terorisme dengan mengedepankan pola pikir moderat. Salam damai!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI