Sebentar lagi Indonesia akan kembali merayakan pesta demokrasi yang rutin digelar setiap lima tahun sekali. Apa itu? Yakk, benar. Pemilu.
Pemilu adalah agenda pemilihan presiden dan wakil presiden yang dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Indonesia lewat pemungutan suara. Untuk apa? Tentu saja untuk memilih pemimpin.
Bagi kalian anak muda yang kritis, terlampau kritis mungkin, jangan hidup dalam bayang-bayang idealisme yang kaku. Maksudnya? Ya, jangan terlalu perfeksionis. Kalian bicara bahwa pemimpin bangsa ini tidak dapat dihandalkan, tidak becus mengurus negara. Seberapa lelahnya pun seorang pemimpin berjuang menukarkan kebebasan, waktu, tenaga, dan pikirannya untuk negara, kalian tidak akan peduli. Kalian tidak sepenuhnya salah. Kita memang dididik menjadi generasi yang lebih menghargai hasil dan kurang menaruh perhatian pada arti sebuah proses.
"Males ahh, percuma nyoblos. Pemimpin ga ada yang amanah. Liat aja jumlah penduduk miskin selalu bertambah, begitu juga pengangguran. Pemerintah terkesan lamban menangani berbagai masalah di negeri ini. Jangankan masalah yang masih baru, yang masih usang pun tidak kunjung beres. Mending golput aja."
Yaa.. meskipun alasan yang dilontarkan seorang golputers (mengarang istilah sendiri) mungkin tidak sepanjang itu, bisa jadi apa yang mereka pikirkan tidak jauh berbeda dengan itu. Pemuda, pemudi, mahasiswa dan mahasiswi utamanya = agen perubahan? Apa bisa dipertanggungjawabkan? Entahlah. Kebanyakan orang bisa mengkritik tetapi lemah dalam bermuhasabah.
Teman, mengapa kita tidak bercermin dulu sebelum berkomentar apalagi mengkritik? Tidakkah kalian menyadari bahwa golput merupakan bentuk tindakan tidak amanah? Coba bayangkan atau setidaknya hitung secara "bodoh-bodohan" kira-kira berapa banyak uang negara yang dikeluarkan untuk mengurus administrasi pengesahan hak milik kita dan menyiapkan surat suara sebanyak masyarakat yang secara sah telah terdaftar sebagai calon pemilih, juga uang yang dikeluarkan untuk "uang saku" Â orang-orang yang membantu menyiapkan segala sesuatu terkait pemilu di tingkat TPS. Bayangkan!
Apakah kita merasa menjadi orang yang sebegitu pentingnya yang kemudian mencampakkan kewajibannya sebagai warga negara untuk turut serta berpartisipasi memilih calon pemimpin negeri ini? Kita perlu "cukup" tahu diri bahwa tanpa diminta, negara sudah berlelah-lelah menguruskan hak pilih kita. Kita cukup datang, duduk sebentar, nyoblos, pulang, selesai.
Apa? Masih mau menyangkal apa lagi? Mau bilang kalau kalian tidak bisa nyoblos karena tidak berdomisili di kampung halaman alias merantau? Itu bukan alasan. Zaman sudah semakin canggih. Ada angkot, ada internet, ada telepon selular, dan lain-lain yang dapat membantu memudahkan komunikasi dan mobilitas kita. Negara sudah menyediakan berbagai kemudahan dan kelonggaran soal itu. Kita bisa mengurusnya di kantor KPUD di mana kita berdomisili. Bawa KTP dan KTM, ikuti prosedur, hanya beberapa hari dan selesai. Mau beralasan apa lagi? Ribet? Lebih ribet dan kacau mana kalo misalkan Indonesia tidak berpemimpin? Tebak sendiri dalam hati. Tidak akan ada tatanan masyarakat yang menjadikan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menjadi sebaik jika ada yang pemimpin, ya meskipun terkadang masih kacau juga.
Apa kalian tahu arti penting seorang pemimpin? Jikalau belum tahu, ada baiknya sekarang baca ini:
Kepemimpinan adalah fondasi terpenting sebuah organisasi, mulai dari lingkup terkecil seperti keluarga hingga lingkup terbesar yaitu negara. Kepemimpinan berbicara tentang bagaimana seseorang dapat mempengaruhi dan menginspirasi orang lain—bagaimana seseorang bisa membuat orang lain mau belajar dan bekerja ekstra dengan ikhlas. Banyak orang mengatakan, kemampuan memimpin berhubungan dengan bakat, tetapi yang pasti, kepemimpinan adalah keterampilan yang perlu dilatih—bukan hanya dipelajari ilmu dan teorinya.
Pada dasarnya, tujuan Tuhan (Allah SWT) menurunkan makhluk di bumi bernama manusia ini adalah untuk menjadikannya pemimpin (khalifah). Memimpin untuk memanfaatkan dan menjaga kekayan ciptaan Ilahi ini. Artinya, "memimpin" merupakan fitrah seluruh umat manusia. Allah SWT telah membekalkan kita dengan sifat-sifat kepemimpinan sejak lahir, tinggal bagaimana kita dapat mengembangkan dan menggunakannya.
Seorang pemimpin (khalifah) haruslah berpikir bijak. Kita sebagai pemimpin dari diri kita sendiri sudah sepatutnya berusaha mengendalikan nafsu dan ego kekakuan yang timbul atas kekecewaan karena merasakan gagalnya atau belum berhasilnya pemimpin kita (presiden) dalam mengatasi berbagai masalah negeri ini. Janganlah kemudian kekecewaan ini membuat kita meninggalkan kewajiban untuk memilih pemimpin (presiden).
Coba bayangkan bagaimana Indonesia jadinya jika negeri ini tidak memiliki pemimpin. Semua orang akan merasa paling berhak memutuskan segala hal terkait dengan hajat hidup orang banyak. Tidak akan ada yang tumpuan pembuat keputusan. Negara akan menjadi semakin carut marut. Peran pemimpin sangatlah penting bagi sebuah negeri.
Hadis riwayat Ali r.a.:
Bahwa Rasulullah saw. pernah mengirim sepasukan tentara serta mengangkat seorang lelaki untuk memimpin mereka. Lalu pemimpin itu menyalakan api dan berkata: Masuklah kamu sekalian! Beberapa orang telah hendak memasuki api itu, namun yang lainnya berkata: Kami telah berhasil melarikan diri dari api itu. Lalu kejadian itu disampaikan kepada Rasulullah saw. Kemudian kepada orang-orang yang ingin memasukinya beliau berkata: Jika kalian memasukinya, maka kalian akan tetap berada di dalamnya sampai hari kiamat. Kepada yang lain, Rasulullah saw. bersabda dengan ucapan yang baik dan beliau bersabda: Tidak ada kewajiban taat dalam berbuat maksiat kepada Allah. Sesungguhnya taat itu hanya untuk kebajikan. (Shahih Muslim No. 3424)
Dari kutipan hadis di atas kita dapat menyimpulkan bahwa dalam suatu majelis/organisasi/perkumpulkan kita wajib memilih satu orang untuk menjadi pemimpin. Seseorang yang memiliki wewenang tertinggi dalam pengambilan keputusan dan yang nantinya juga paling bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Begitu juga dengan negara. Sebagai warga negara yang beragama dan mengenal Tuhan sudah sepatutnya kita melaksanakan kewajiban kita untuk memilih seorang pemimpin.
Coba ingat-ingat, apa yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW sepeninggalnya? Bermusyawarah, mengangkat, dan memba'iat seorang pemimpin. Ini dilakukan karena peran seorang pemimpin sebagai tombak pemerintahan sangatlah besar, sangat vital. Lantas kita masih ingin berdalih lagi untuk tidak terlibat (golput)? Sadarlah. Ketidakbecusan, kegagalan, atau istilah negatif lainnya yang sering kita gunakan untuk menggambarkan kepemimpinan seseorang janganlah kemudian menjadi alibi langganan yang dipakai setiap kali pesta demokrasi digelar untuk golput. Kita wajib berpartisipasi dalam pemilihan presiden tanpa mengabaikan pertimbangan-pertimbangan yang harus dilakukan dalam memilih. Pilihlah yang sesuai dengan hari nurani, yang kita yakini bahwa "dialah" orang yang pantas memegang kursi kepemimpinan di Indonesia. Setelah terpilih, patuhlah pada pemimpin selama tidak menyuruh pada perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah SWT.
***
Itulah kawan kiranya tulisan tentang pentingnya memilih seorang pemimpin. Jangan jadi orang Indonesia yang seperti ini: jikalau mendapat masalah dengan hak pilihnya, dia menggerutu namun di saat hak pilihnya bisa digunakan justru golput. Seperti peribahasa "hidup segan, mati pun tak mau."
Yuuuk NYOBLOS !! LUBER JURDIL (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H