Cafe telah menjadi fenomena menarik di sejumlah kota besar seperti Yogyakarta. Keberadaannya langsung pada sejenis gaya hidup eksklusif yang kemudian mewabah ke berbagai sudut kota, bahkan hingga ke kota-kota kecil.
Bagi masyarakat modern, singgah di café sudah menjadi keharusan dan kebiasaan. Untuk sekedar bersantai atau mencari variasi hiburan ditengah rutinitas yang padat, duduk sebentar dan minum secangkir kopi menjadi kenikmatan tersendiri.
Berbincang dengan relasi terasa lebih rileks dan hangat. Kini banyak orang kantoran yang memilih mengadakan meeting dengan relasi bisnis ditempat ini, karena tidak terlalu formal dan cukup representatif sehingga suasana keakraban akan lebih terasa jika dibanding dengan meeting dikantor.
Keberadaan kafe di Yogyakarta tumbuh bagai jamur di musim hujan. Warung makan atau restoran yang menyediakan minuman kopi memang banyak, tetapi jelas bukan sekadar secangkir kopi yang dicari.
Saat ini maraknya pendirian cafe di dekat atau sekitar kampus, ini sebagai peluang usaha baru. Cafe-cafe tumbuh dengan berbagai konsep suasana.
Cafe memiliki pengertian yang sama dengan warung kopi. Meski fungsinya sama, yakni tempat di mana orang bisa minum (kopi) sambil bercakap-cakap, tetapi cafe berada dalam pemaknaan budaya yang berbeda. Cafe bisa saja dianggap sebagai warung kopi bagi mereka yang hidup dalam budaya urban perkotaan modern, karena itu pemaknaan kulturalnya berbeda dengan warung kopi dalam masyarakat tradisional.
Menurut Suswoto, ketua Rt 15/RW 12 Sorowajan Baru, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, mengatakan, banyaknya cafe di dekat kampus membuat kualitas pendidikan mahasiswa menurun. “Pada pukul Sembilan malam yang biasanya waktu untuk istirahat, menjadi seperti pagi hari yang banyak orang masih beraktivitas”, ujarnya.
Suswoto menambahkan, untuk menahan laju hedonisme di kalangan mahasiswa, kampus memiliki peran penting. Kampus haruslah membuka kesempatan seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk berkreativitas. Oleh sebab itu, kampus wajib memberikan fasilitas bagi organisasi mahasiswa untuk beraktivitas yang positif. "Organisasi mahasiswa dapat dijadikan penahan laju hedonisme di kalangan mahasiswa, juga merupakan jembatan mahasiswa untuk mengasah daya kritisnya," jelas Suswoto.
Terkait dengan hal tersebut, 62% dari responden yang tidak setuju adanya penempatan cafe di dekat kampus, seperti pada diagram:
Dengan keberadaan cafe, 48% dari responden mengatakan merasa terganggu, jika dilihat pada diagram:
Adanya cafe mempengaruhi menurunnya motivasi belajar pelajar, 64% responden mengatakan seperti itu.
26% responden mengatakan bisnis café menyingkirkan tempat makan sekitarnya, 58% responden tidak tahu, dan 16% mengatakan bahwa cafe tidak menyingkirkan tempat makan sekitarnya.
Adanya cafe mengubah pola kebiasaan anak muda, 56% responden mengatakan seperti itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H