Mohon tunggu...
Anissa Luthfita
Anissa Luthfita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Indonesia

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kepesertaan BPJS Sulit Meningkat, Apa Saja Tantangannya?

26 Desember 2022   00:50 Diperbarui: 26 Desember 2022   01:01 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Indonesia telah memulai perjalan panjang untuk mencapai cita-citanya menuju Universal Health Coverage sejak awal kemerdekaan. Meskipun awalnya hanya digunakan untuk para pegawai negeri sipil, kini jaminan kesehatan bagi warga negara Indonesia yang hadir dengan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kini telah dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Kendati demikian, tak seluruh warga negara menjadi peserta JKN.

JKN melalui program realisasinya yakni badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan), memiliki keinginan agar seluruh warga Indonesia dapat merasakan manfaatnya, khususnya untuk menjamin kesehatan tiap-tiap individu. BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program secara terus menerus membangun terobosan baru di programnya. Hal tersebut diharapkan dapat semakin memudahkan penggunanya. 

Terobosan-terobosan baru dari BPJS Kesehatan, terhitung sejak beroperasinya per tanggal 1 Januari 2014, cukup banyak dinamika yang terjadi di BPJS Kesehatan mulai dari kenaikan premi, keinginan untuk membentuk kelas rawat inap standar, hingga usaha pemerintah untuk melakukan optimalisasi kepesertaan melalui kebijakan yang disusun sedemikian rupa. Terobosan tersebut diharapkan semakin dekat dengan cita-cita demi mencapai Universal Health Coverage dan memberikan kemudahan dan akses manfaat terhadap penggunanya. Namun, benarkah hal tersebut terjadi?

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi jaminan Kesehatan Nasional, menjadi perhatian masyarakat pada awal tahun 2022. Instruksi presiden ini hadir dengan mengusung bentuk kolaborasi antar kementerian/lembaga untuk mewujudkan semakin masifnya peluang untuk mencapai cita-cita universal health coverage. Instruksi presiden ini diharapkan dapat menjadi batu loncatan bagi BPJS Kesehatan untuk memusatkan data individu yang terdaftar sebagai masyarakat Indonesia. Instruksi Presiden ini menjadi perhatian karena ditengarai menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kepesertaan program JKN yakni BPJS Kesehatan. Tentunya hal tersebut menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat. Terdapat beberapa ahli yang berpendapat bahwa hadirnya Inpres ini menunjukkan upaya pemerintah untuk memberikan akses yang semakin mudah kepada masyarakat untuk mendapatkan akses jaminan kesehatan. Namun, tak dipungkiri banyak juga bagian dari pemerintah sendiri merasa terobosan ini tidak memiliki manfaat yang signifikan. Yahya Zaini, anggota komisi IX DPR menilai inpres ini adalah terobosan yang percuma, apalagi jika dikaitkan dengan peningkatan jumlah kepesertaan.

Jika bicara tentang peningkatan jumlah kepesertaan, tentu upaya yang telah dilakukan pemerintah agar masyarakat menjadi peserta dari BPJS Kesehatan belum maksimal. Padahal, peningkatan jumlah kepesertaan ini secara tidak langsung menjadi kunci dari upaya mendorong keberhasilan JKN untuk segera menjadi universal health coverage. Terciptanya universal health coverage juga harapannya dapat memberikan pelayanan kesehatan untuk masyarakat secara merata dan optimal. Mengingat banyak sekali masyarakat yang masih merasa dianaktirikan akan terjaminnya kesehatan mereka. 

Jika pemerintah merasa selalu berupaya untuk meningkatkan kepesertaan BPJS Kesehatan dan mengoptimalisasi JKN, realita di lapangan berkata lain. Peningkatan jumlah kepesertaan tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan. Pemerintah memiliki target untuk mencapai jumlah kepesertaan sebesar 98 persen di tahun 2024, sedangkan hingga kini, target tersebut baru menyentuh angka di 86 persen pada tahun 2022. Tak dapat dipungkiri terjadi kenaikan yang cukup progresif dari tahun sebelumnya, tetapi Inpres Nomor 1 Tahun 2022 bukanlah faktor utama yang menyebabkan kenaikan tersebut. 

Sebenarnya, pemerintah telah melakukan beberapa mekanisme untuk meningkatkan kepesertaan, tetapi pada rangkaiannya tentu banyak melewati tantangan. Tantangan tersebut meliputi pengetahuan masyarakat yang rendah sehingga keinginan untuk mendaftarkan diri pada program BPJS Kesehatan juga rendah. Sebagaimana yang telah disampaikan di atas, banyak masyarakat yang merasa bahwa pelayanan yang diberikan oleh pihak penyelenggara ketika ada di fasilitas pelayanan kesehatan tidak merata. Banyak dari mereka yang merasa dirugikan ketika menggunakan BPJS Kesehatan karena diperlakukan tidak adil dan dipersulit prosesnya. Dari komentar masyarakat terhadap BPJS Kesehatan tersebut, banyak masyarakat lain jadi takut untuk mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS Kesehatan.  Hal tersebut terjadi karena lemahnya sosialisasi yang dilakukan ke masyarakat oleh BPJS Kesehatan, yang juga menjadikan miskonsepsi masyarakat akan hal tersebut. Selain dikeluhkan oleh masyarakat, fasilitas pelayanan kesehatan juga merasa cukup dirugikan ketika bermitra dengan BPJS Kesehatan. Hal tersebut terjadi karena BPJS Kesehatan sering telat membayarkan klaim untuk mitranya. Ketika keterlambatan terjadi, keuangan fasilitas pelayanan kesehatan mitra BPJS dapat stuck dan mengharuskan beberapa dari mereka meminjam dana atau hutang.

 Selain hal yang disampaikan tadi, kurangnya pengkajian yang dilakukan pemerintah kepada kemampuan membayar iuran di masyarakat tiap-tiap daerah juga menjadi alasan mengapa BPJS Kesehatan kesulitan mendapat peserta. Mengingat kondisi tiap daerah berbeda, sudah seharusnya pemerintah melihat mana yang seharusnya menjadi daerah produktif BPJS Kesehatan dan mana yang bukan. Nantinya diharapkan pemerintah dapat memetakan sehingga muncul keputusan baru yang tentunya tidak akan merugikan masyarakat. Jika hal tersebut masih menjadi tantangan, tentunya cita-cita pemerintah akan universal health coverage dan jumlah kepesertaan 98 persen pada tahun 2024 mungkin saja tidak dapat tercapai.

Pemerintah tentu perlu melakukan upaya-upaya yang berkelanjutan agar masyarakat dapat terdorong keinginannya untuk mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS Kesehatan. Perlu pula adanya kesadaran dari masyarakat juga untuk mendaftar menjadi peserta karena manfaat yang diperoleh juga cukup baik. Pemerintah juga perlu memberikan optimalisasi yang lebih baik di sektor lain dan mengutamakan persepsi pengguna yakni masyarakat secara umum. Maka dari itu, dapat disimpulkan sinergitas masyarakat dan pemerintah adalah hal yang paling penting untuk mendorong universal health coverage dapat tercapai di Indonesia.

Penulis: Anissa Luthfita, Grace Melissa

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun