Penggunaan energi meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Dalam memenuhi kebutuhan pasokan listrik di Indonesia masih didominasi oleh penggunaan energi fosil khususnya minyak dan batu bara. Namun seiring berjalannya waktu ketersediaan energi fosil semakin menipis dan untuk mengantisipasi diperlukan alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan energi masyarakat. Salah satu pilihan terbaik adalah pemanfaatan energi baru terbarukan. Penggunaan EBT tidak hanya sebagai upaya mengurangi pemakaian energi fosil melainkan juga untuk mewujudkan energi bersih. Pemanfaatan energi dalam teori yang tertera di pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia 1945, menyatakan bahwa negara diberikan mandat untuk menguasai seluruh sumber daya energi. Dalam jurnal berjudul Implementasi Kebijakan Energi Baru dan Energi Terbarukan Dalam Rangka Ketahanan Energi Nasional menjelaskan bahwa, Energi yang dimiliki negara harus dipergunakan secara baik dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu diperlukan pengawasan terhadap implementasi kebijakan energi baru dan energi terbarukan dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional. Hasil dari penelitian yang didapat dari proses studi literatur menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan bahwa, implementasi kebijakan energi baru dan energi terbarukan dalam rangka ketahanan energy nasional telah berjalan sebagaimana mestinya. Hal tersebut dapat dilihat dari dari peran pemerintah untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
   Mengingat cadangan energi fosil Indonesia yang terbatas maka dipandang perlu untuk segera mengoptimalkan pemanfaatan sumber EBT. Peraturan pemerintah nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional mentargetkan pemanfaatan EBT dalam bauran energi nasional paling sedikit 23% pada tahun 2025 dan paling sedikit 31% tahun 2050. Indonesia memiliki beragam jenis energi baru terbarukan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Secara teori, pengembangan EBT dalam peraturan pemerintah nomor 79 tahun 2014 tentang kebijakan energi nasional, menempatkan pemanfaatan energi nuklir dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional sebagai pilihan terakhir. Minimnya porsi pemanfaatan EBT dalam bauran energi nasional disebabkan oleh beberapa kendala yang dihadapi diantaranya adalah tidak adanya konsistensi arah kebijakan dalam perencanaan energi dan ketenagalistrikan antara berbagai peraturan perundangan yang berlaku. Dalam jurnal berjudul Status Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan dan Opsi Nuklir Dalam Bauran Energi Nasional hasil studi literatur dengan pendekatan perundang undangan diulas status pengembangan EBT di Indonesia. Dikaitkan dengan pencapaian target yang telah ditetapkan dalam KEN dan opsi pemanfaatan energi nuklir dalam memenuhi kebutuhan energi nasional. Untuk mencapai target yang ditetapkan dalam KEN pada tahun 2025 dan 2050 perlu ada perbaikan kebijakan, implementasi, kelembagaan, dan platform yang mewadahi informasi terkait perkembangan EBT. Untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat dan mengurangi emisi GRK, energi nuklir sebagai bagian dari EBT mulai dapat dimanfaatkan setelah tahun 2030.
   Transportasi merupakan sektor kedua terbesar dalam konsumsi energi setelah sektor industri. Sumber energi untuk transportasi di Indonesia didominasi oleh minyak bumi. Pertumbuhan kendaraan yang menggunakan BBM masih terus berkembang pesat, karena disisi lain belum ada kebijakan pertumbuhan kendaraan. Akibatnya penggunaan EBT diperkirakan belum masif. Dari permasalah tersebut jurnal dengan judul Pemilihan Strategi Energi Untuk Mendorong Pemanfaatan EBT Di Sektor Transportasi mengkaji pengembangan dan aplikasi kebijakan EBT sehingga dapat mengganti penggunaan fosil menuju EBT di sektor transportasi. Secara teori perhitungan kebutuhan energi dilakukan menggunakan model BPPT MEDI yang disusun berdasarkan penerapan asumsi-asumsi dasar bahwa pertumbuhan produk domestik bruto nasional ditentukan tetap sebesar 7% per tahun sampai 2030. Pertumbuhan penduduk nasional mengikuti proyeksi jangka panjang Bappenas dan BPS. Penelitian dilakukan dengan studi literatur salah satunya menggunakan literatur dari BPPT. Kemudian memberi gambaran pemilihan strategi kebijakan untuk meningkatkan pemanfaatan EBT. Pada kajian Pengelolaan Energi Nasional untuk meningkatkan peran EBT dan Efisiensi diidentifikasi bahwa dengan menerapkan sumber energi berbasis EBT dapat diperoleh dampak yang lebih baik.
   Tinggi nya penggunaan energi fosil tak jarang juga menjadi pemicu pencemaran lingkungan perairan. Pencemaran perairan merupakan salah satu isu lingkungan yang mendapat perhatian dari dunia internasional. Pencemaran di laut dapat terjadi akibat operasional kapal, pengeboran lepas pantai, maupun kecelakaan kapal. Setiap tahunnya 3 sampai 4 juta ton minyak bumi mencemari lingkungan laut. Pencemaran yang terjadi di laut dapat mengganggu ketersediaan sumber daya alam baik bagi negara itu sendiri maupun bagi negara-negara lain. Salah satu kasus pencemaran laut di Indonesia terjadai karena tumpahan minyak di Teluk Balikpapan akibat patahnya pipa Pertamina RU V. Dengan adanya kasus tersebut diperlukan kajian terhadap aturan penanggulangan masalah. Jurnal Analisis Pertanggungjawaban Pencemaran Lingkungan Akibat Tumpahan Minyak (Studi Kasus: Kebocoran Pipa Minyak di Teluk Balikpapan) mengkaji dan mencari kebenaran koherensi terhadap aturan hukum yang sesuai dengan norma hukum, dan merumuskan pemecahan masalah pencemaran lingkungan tersebut. Kajian dalam jurnal bermula dari teori polluter pays principle dimana prinsip tersebut dikenal dalam hukum lingkungan internasional. Pertanggung jawaban terkait masalah tumpahan minyak di Teluk Balikpapan dapat diselesaikan dengan prinsip ini. Berdasarkan studi literatur dengan pendekatan yuridis normatif, prinsip ini harus didasari pada dua prinsip lain yaitu strict liabilty dan liability based on fault principle. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan disimpulkan bahwa pertanggungjawaban atas kasus pencemaran lingkungan akibat tumpahan minyak di Teluk Balikpapan tidak dapat diakukan melakukan mekanisme strict liability dikarenakan ketiadaan faktor tunggal yang menjadi penyebab pencemaran dan adanya force majeure dalam peristiwa tersebut. Mekanisme pertanggungjawaban yang dimungkinkan adalah melalui gugatan perdata kepada pihak yang terkait dengan pencemaran yaitu Kapal MV Judger dan PT. Pertamina Persero secara tanggung renteng oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagai pihak yang paling berkepentingan untuk menjaga laut dari pencemaran dan sebagai bentuk kompensasi dari tindakan darurat yang dilakukan dalam mencegah makin luasnya pencemaran dan ganti rugi yang sesuai.
   Produksi energi di negara GCC hampir seluruhnya berbasis minyak dan gas. Negara GCC mengeluarkan CO dalam jumlah besar akibat pembakaran bahan bakar fosil untuk sektor ekstraksi energi dan konversi energi. Tinggi nya penggunaan minyak dan gas menjadikan negara GCC secara konsisten memiliki peringkat tinggi dalam emisi karbon per kapita. Sehingga negara negara GCC telah memulai langkah untuk mengurangi jejak karbon (mitigasi). Dari maslah tersebut jurnal dengan judul Carbon capture and storage State of play, challenges and opportunities for the GCC countries mengkaji bahwa penerapan Carbon Capture Storage dapat digunakan negara GCC untuk mitigasi, terutama di wilayah dimana industri berat dan eksploitasi geologi terjadi. Dalam teori pengembangan teknologi mitigasi, CCS merupakan salah satu teknologi yang berguna dalam mitigasi CO. Namun berdasarkan hasil studi literatur dan wawancara dengan profesional CCS dan pembuat kebijakan di UEA, kurangnya peraturan lingkungan yang terkoordinasi menimbulkan risiko pengembangan CCS.
   Demi mengurangi penggunaan bahan bakar fosil pembangkit listrik yang memanfaatkan biomassa kayu telah dibangun di Jepang dengan masif setelah skema feed in tariff dimulai. Energi dari biomassa kayu diharapkan dapat merevitalisasi industri di Jepang dan mendorong lapangan kerja. Berdasarkan teori potensi biomassa kayu sebagai sumber penghasil energi dapat menggantikan peran minyak bumi. Namun dalam jurnal Discussion on woody biomass energy systems and natural ecosystem impacts: case study in Japan dikaji kembali bagaimana pemanfaatan energi yang ideal dengan biomassa kayu dari sudut pandang pelestarian ekosistem alam. Hasil studi yang didapat dari Japan Wood Energi dan Japan Forestry Agency menyatakan bahwa, penggunaan biomassa kayu memberi dampak positif pada meningkatnya lapangan pekerjaan. Namun hasil studi juga menyatakan bahwa penggunaan biomassa kayu berdampak negatif pada ekosistem alam lokal di Jepang akibat masif nya penebangan dan kayu yang tidak dimanfaatkan secara tepat.Â
   Dengan masih bergantungnya Indonesia dengan BBM maka perubahan harga BBM akan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap harga komoditas lain termasuk pangan, sandang, dan papan. Langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk melindungi masyarakat adalah dengan mengintervensi harga BBM dengan langkah pemberian subsidi. Dengan menggunakan teori kebijakan publik, keberhasilan implementasi dan skenario kebijakan terkait subsidi BBM dikaji kembali dalam jurnal Renewable energy policy scenarios as implementation moderation of fuel subsidy policy in Indonesia. Dari sumber data berasal dari Masyarakat Peduli Energi dan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia didapatkan bahwa skenario kebijakan energi terbarukan sebagai moderasi penerapan subsidi BBM pun perlu diuji.
   Indonesia memiliki potensi besar dalam industri pertambangan terutama mineral untuk komoditas nikel. Wilayah provinsi Sulawesi Tenggara merupakan wilayah yang cukup kaya dengan aneka jenis tambang. Jenis tambang yang paling menonjol di daerah ini adalah pertambangan nikel dan aspal. Berangkat dari teori dampak aktivitas pertambangan nikel yang dirasakan masyarakat, jurnal Dampak Positif Aktivitas Pertambangan Nikel Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan mengkaji aktivitas yang dilakukan oleh PT. Ifishdeco di Kec. Tinanggea Kab. Konawe Selatan. Kajian ini untuk mengetahui kontribusi perusahaan di sektor sosial ekonomi kepada masyarakat. Subyek dalam penelitian ini melibatkan Camat Tinanggea dan sekertaris Camat Tinanggea serta para penambang dan masyarakat. Dari hasil penelitian selain turut menyumbang devisa negara melalui banyaknya masyarakat yang di tampung bekerja, perusahaan juga membantu meningkatkan usaha mikro masyarakat lokal.Â
   Selain sektor pertambangan Indonesia memiliki komoditas ekspor utama yaitu Crude Palm Oil yang merupakan produk utama industri kelapa sawit. Namun tingginya produksi kelapa sawit tidak diiringi dengan baiknya kualitas CPO yang dihasilkan. Kajian dalam jurnal Dampak Kerugian dan Usulan Pemecahan Masalah Kualitas Crude Palm Oil (CPO) di Pabrik Kelapa Sawit menyatakan, rendahnya kualitas produk CPO yang dihasilkan akan semakin melemahkan daya saing di pasar global dan pendapatan di sektor industri kelapa sawit berpotensi menurun. Secara teori kadar FFA merupakan parameter kualitas utama CPO. Penelitian yang dilakukan dengan studi literatur dan studi lapangan di Pabrik kelapa sawit memberikan informasi bahwa kondisi FFA dipengaruhi beberapa faktor yaitu kondisi buah kelapa sawit serta waktu tunggu proses pengolahan. Perbaikan faktor yang menyebabkan buruknya kualitas FFA adalah suatu hal yang sangat mendesak untuk diselesaikan agar CPO Indonesia memiliki daya saing tinggi di pasar global.
   Kabupaten Kotawaringin Timur merupakan salah satu kabupaten penghasil kelapa sawit. Dalam jurnal Pengembangan Potensi Energi Alternatif Dengan Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi Baru Terbarukan Di Kabupaten Kotawaringin Timur yang dilakukan karena masalah tingginya produksi kelapa sawit diiringi dengan meningkatnya limbah cair kelapa sawit yang belum dimanfaatkan secara optimal. Penelitian yang melibatkan subyek Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah serta Bappeda Kabupaten Kotawaringin Timur ini memberi gambaran bahwa, Kotawaringin Timur memiliki potensi perkebunan dengan jumlah perusahaan perkebunan swasta hampir 60 perusahaan. Berdasarkan hasil studi literaratur limbah cair kelapa sawit dapat menyebabkan kerusakan lingkungan apabila tidak dimanfaatkan dengan baik. Limbah cair kelapa sawit mengandung chemical oxygen demand sebesar 50.000-70.000 mg/l. Secara teori metode pengolahan limbah dapat dilakukan secara fisika, kimia, biologi. Secara konvensional pengolahan limbah cair kelapa sawit dilakukan secara biologi menggunakan kolam. Namun limbah tersebut sebenarnya memberi potensi untuk dapat dikonversi menjadi listrik dengan menghasilkan gas metana dari serangkaian proses pemurnian. Pemanfaatan potensi limbah cair kelapa sawit diharapkan dapat menjadi sumber energi alternatif bagi daerah yang belum terjangkau jaringan listrik PLN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H