Pendidikan dapat digunakan untuk membina dan mengembangkan seluruh potensi manusia, baik secara fisik atau jasmani, intelektual, emosi atau perasaan, spiritual atau rohani, kepribadian, maupun sosial. Manusia dapat mengembangkan kepribadiannya melalui proses pendidikan. Pendidikan terpadu adalah jenis pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi manusia. Inti dari pendidikan Islam terpadu adalah untuk menguatkan kepribadian sehingga sesuai dengan kepribadian muslim.
Pendidikan berasal dari kata tarbiyah yang secara etimologi berarti ilmu tentang asal-usul kata. Tarbiyah berasal dari kata rabwah atau rabawah yang berarti bertambah, tumbuh, bukit, atau dataran tinggi. Dalam mengembangkan potensi manusia yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat proses pendidikan akhlak yang tidak bisa dipisahkan dari proses pendidikan agama secara keseluruhan. Pendidikan akhlak tersebut kemudian menjadi bagian dari proses terbentuknya kepribadian muslim. Dalam pemetaannya, kepribadian dibagi menjadi 4, yaitu kognitif (nalar), afektif (emosi dan spiritual), motorik, dan konatif (sikap).
Kognitif memiliki 3 level, yaitu mengetahui yang hasilnya berupa pengetahuan, mengerti yang hasilnya pengertian, dan level tertinggi yaitu memahami yang hasilnya adalah pemahaman. Setelah memiliki salah satu dari ketiganya, afektif berfungsi sebagai bentuk dari emosi atau perasaan setiap individu yang berupa meresapi, menghayati, menjiwai, atau mengakar kognitif tadi. Kemudian, secara motorik akan diimplementasikan dalam kehidupan dengan melakukan, tindakan, perbuatan dan pelaksanaan. Terakhir adalah konatif atau sikap kita setelah memiliki kognitif, afektif, dan motorik tadi.
Jika diilustrasikan sebagai sekumpulan lingkaran, maka lingkaran yang paling kecil adalah gambaran pendidikan akhlak yang berada dalam keluarga. Pendidikan akhlak dapat dibagi menjadi 4, yaitu pendidikan akhlak di keluarga, pendidikan akhlak di sekolah, pendidikan akhlak di masyarakat, dan pendidikan akhlak di abad global. Keempatnya saling berkaitan dalam menciptakan dan mempertahankan akhlak manusia di lingkungan dimana ia berada.
Ada 4 metode pendidikan akhlak dalam keluarga, yaitu metode konfirmasi, metode uswatun-hasanah, metode cerita, dan metode literasi. Metode konfirmasi merupakan awal mula menyimak kalimat tauhid saat azan dikumandangkan di telinga kanan bayi dan iqamah dibacakan di telinga kiri. Dengan pembacaan kalimat tauhid tersebut, maka secara sadar bayi itu menyimpan kalimat yang ia dengar di alam bawah sadarnya. Kemudian anak akan mulai melihat dan mendengar apa yang ada pada lingkungan keluarganya, pada metode uswatun-hasanah ini sebisa mungkin orang tua mencontohkan hal-hal baik agar anak menirukan hal yang baik juga. Setelahnya diperkuat dengan metode cerita dan literasi agar mereka bisa berkembang menjadi pribadi yang meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT.
Sejalan dengan pendidikan akhlak di keluarga, anak juga harus menempuh pendidikan formal di sekolah untuk mengembangkan potensi intelektual, nalar, dan pikirannya. Pendidikan formal akan selalu berkaitan dengan pendidikan agama, maka dari itu, keduanya memiliki pengaruh besar terhadap pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak di sekolah bisa berlangsung setiap saat secara tersurat (kurikulum) maupun tersirat (hidden curriculum) di seluruh lingkungan sekolah. Kurikulum tersirat berlangsung lebih alamiah dan mengalir serta bersifat informal sehingga apa yang dipahami siswa saat guru agamanya menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan akhlak dapat ia terapkan di lingkungan sekolah maupun masyarakat.
Setelah bisa memahami dan menerapkan akhlak di lingkungan sekolah dan masyarakat, manusia akan dihadapkan dengan peradaban global yang memiliki lebih banyak tantangan. Proses globalisasi dipermudah dengan adanya kemajuan teknologi dimana dunia menjadi terasa lebih kecil sehingga mudah dijangkau. Globalisasi juga melahirkan pemikiran positif dan negatif, oleh sebab itu, pendidikan akhlak berperan penting untuk menghidupkan kembali jiwa keagamaan generasi muda untuk menguatkan karakter bangsa yang beragama dan bertuhan.
Dengan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan dapat digunakan untuk membina dan mengembangkan semua potensi manusia, baik secara fisik atau jasmani, intelektual, emosi atau perasaan, spiritual atau rohani, kepribadian, maupun sosial. Pendidikan dapat membantu seseorang mengembangkan kepribadiannya. Inti dari pendidikan islam terpadu adalah untuk memperkuat kepribadian sehingga sesuai dengan kepribadian muslim.
Pendidikan berasal dari kata tarbiyah yang secara etimologi berarti ilmu tentang asal-usul kata. Proses pendidikan agama dan akhlak diperlukan untuk mengembangkan potensi manusia yang telah disebutkan sebelumnya. Proses pembentukan kepribadian muslim kemudian mencakup pendidikan akhlak tersebut. Pemetaan kepribadian dibagi menjadi empat bagian: kognitif (nalar), afektif (emosi dan spiritual), motorik, dan konatif.
Pendidikan akhlak dapat dibagi menjadi 4, yaitu pendidikan akhlak di keluarga, pendidikan akhlak di sekolah, pendidikan akhlak di masyarakat, dan pendidikan akhlak di abad global. Terdapat 4 metode pendidikan akhlak dalam keluarga, yaitu metode konfirmasi, metode uswatun-hasanah, metode cerita, dan metode literasi. Selain mendapatkan pendidikan akhlak di rumah, anak-anak harus mendapatkan pendidikan formal di sekolah untuk mengembangkan kemampuan intelektual, nalar, dan pikiran mereka. Setelah mendapatkan pendidikan akhlak yang baik di keluarga maupun di lingkungan sekolah, manusia akan siap untuk menghadapi tantangan di era globalisasi. Karena globalisasi menghasilkan pemikiran yang baik dan buruk, pendidikan akhlak sangat penting untuk menghidupkan kembali jiwa keagamaan generasi muda agar mereka menjadi bagian dari bangsa yang beragama dan bertuhan.
Penulis: Anisqha Maia Putri dan Asep Usman Ismail