Pendidikan memiliki cita-cita agar murid mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Guru memiliki kesempatan untuk membuat lingkungan yang aman dan nyaman agar murid belajar dengan perasaan bahagia. Murid layak untuk tumbuh dan berkembang di lingkungan yang memiliki suasana positif, dimana seluruh warga sekolah meyakini ada nilai-nilai kebajikan dari setiap perilaku, ucapan, dan pemikiran.
Ki Hajar Dewantara memberikan contoh bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang berpihak kepada murid. Tentu kita juga masih ingat bahwa children see, children do, melalui kalimat tersebut kita dapat berefleksi bahwa guru menjadi pihak yang ditiru murid. Maka sebelum menerapkan budaya positif, guru harus berani keluar dari zona aman dan nyaman untuk belajar berpihak kepada murid.
Apabila sebelumnya kita selalu kekeh dengan mengedepankan peraturan, maka setelah mengetahui tentang filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, nilai dan peran guru penggerak, serta visi guru penggerak maka sudah selayaknya kita berpikir untuk win win solution dalam menghadapi permasalahan murid.
Guru bukan lagi pihak superior yang harus 'gagah' dihadapan murid dengan segala perintah yang harus ditaati. Guru layaknya seorang petani yang sedang merawat tanamannya agar tumbuh sesuai dengan kodratnya.
Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa,"...kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya."
(Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937).
Apabila kita merefleksi pernyataan Ki Hajar Dewantara dapat disimpulkan bahwa sekolah menjadi tempat yang yang menyenangkan, aman, nyaman untuk bertumbuh, serta dapat menjaga dan melindungi setiap murid dari hal-hal yang kurang bermanfaat, atau bahkan mengganggu perkembangan potensi murid. Lingkungan yang baik selalu mengedepankan nilai-nilai kebajikan di mana budaya positif sudah menjadi suatu kebiasaan bersama.Â
Penerapan budaya positif di sekolah dapat dilakukan dengan membiasakan diri untuk poin disiplin positif, motivasi perilaku manusia, posisi kontrol restitusi, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Upaya menumbuhkan budaya positif dapat membuat murid tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan memiliki motivasi intrinsik dalam berperilaku. Melalui motivasi intrinsik, murid berperilaku baik bukan karena hukuman atau penghargaan, namun karena ingin menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan menjunjung nilai-nilai yang mereka yakini.
Nilai-nilai kebajikan yang diyakini oleh murid kemudian akan menjadi keyakinan kelas yang dijalankan dengan penuh kesadaran. Keyakinan kelas atau sekolah merupakan nilai-nilai kebajikan universal yang berkembang tanpa membedakan suku, agama, ras, negara dan sebagainya. Keyakinan kelas sebagai bagian dari disiplin positif sudah sesuai dengan tujuan pendidikan di Indonesia. Berdasarkan Standar Pendidikan Nasional tujuan mulia dari penerapan disiplin positif adalah agar terbentuk murid-murid yang berkarakter, berdisiplin, santun, jujur, peduli, bertanggung jawab, dan merupakan pemelajar sepanjang hayat sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang diharapkan.Â
Berdasarkan narasi tentang budaya disiplin, maka perlu dirancang sebuah kegiatan yang mampu menumbuhkan budaya positif di sekolah, salah satunya melalui keyakinan kelas. Keyakinan kelas bukan tentang peraturan-peraturan yang cenderung menakutkan, akan tetapi keyakinan kelas menjadi suatu kesepakatan bersama dan memiliki nilai kebajikan.
Tahapan Praktik Baik Membuat Keyakinan Kelas
1. Sebelum memulai keyakinan kelas, guru harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan kepala sekolah terkait rencana dan teknis kegiatan yang akan dilakukan.Â
2.Penulis memberikan apersepsi tentang budaya positif.
3. Penulis menggali informasi dari murid tentang persepsi tentang peraturan dan kalimat-kalimat yang sering digunakan dalam peraturan.
4. Guru mengajak murid untuk mengidentifikasi hal yang tampak (sesuatu yang baik) dan hal yang tak tampak (sesuatu yang buruk) dari perilaku manusia.
5. Murid menuliskan keyakinan kelas sesuai dengan keinginannya.
6. Identifikasi Nilai Kebajikan
7. Refleksi Bersama
Refleksi Setelah Membimbing Pembuatan Keyakinan Kelas
Secara umum perilaku murid masih belum terlihat berubah secara signifikan atas penerapan keyakinan kelas. Namun, penulis yakin bahwa kebaikan akan bisa diwujudkan secara bertahap dan hasilnya tidak instan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki setelah melakukan aksi nyata ini dan menjadi bahan perbaikan ketika membuat keyakinan kelas, yaitu :
1. Murid harus lebih sering dikenalkan dengan budaya positif.
2. Murid harus terbiasa menggunakan kalimat-kalimat positif.
3.Wali kelas dan guru mata pelajaran harus satu kata menerapkan keyakinan kelas.
4. Monitoring dan evaluasi secara berkala untuk memaksimalkan peran guru dalam menumbuhkan disiplin diri melalui keyakinan kelas.
5. Keyakinan kelas menjadi jiwa bersama di kelas.
Kita semua berharap generasi Indonesia menjadi generasi yang selalu mengedepankan kebaikan, memiliki budaya positif, dan hidup dalam lingkungan yang positif. Praktik baik ini dapat disimak secara lengkap melalui video berikut ini :Â
Andong, 26 Oktober 2023
Salam dan bahagia,
Anis Nurohmah, M.Pd.
Calon Guru Penggerak Angkatan 9
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI