Benarkah polisi memang suka minta duit? Sudah rahasia awam di masyarakat kita. Tapi, bila ditanyakan pada Polisi, anda akan ditanya balik, “mana buktinya?” Kadang-kadang bibir kita seperti terkunci saat dicecar pertanyaan balik begini.
Tapi Komjen Susno Duadji pernah mengatakan kalimat “Polisi Suka Minta Duit” pada perwira polisi, sebelum ia jadi polisi. Dan ketika ditanya “mana buktinya?” Susno menjawabnya polos “Ayah dan mamang (paman) say, Pak. Mereka kenek dan supir, sering dimintai uang sama Polisi,” kata Susno.
Percakapan antara Mantan Kabareskrim Polri yang fenomenal, Susno Duadji di atas saya kutip dari sebuah buku berjudul “(bukan) Testimoni Susno” (2010). Buku yang ditulis oleh wartawan senior IzHarry Agusjaya Moenzir membahas mengenai penuturan Susno seputar kontroversi dirinya saat peristiwa “Cicak vs Buaya” di periode KPK Jilid II lalu.
Pada halaman pertama, dimulai dengan tulisan berjudul “Polisi Suka Minta Duit.” Saya cukup terkesima membacanya karena merekam seputar kehidupan dan pengakuan Susno. Secara singkat, digambarkan betapa seorang Susno adalah “orang biasa” (Meminjam istilah Wimar Witoelar). Keluarganya rata-rata berprofesi sebagai petani dan tidak ada yang berpangkat atau pun berpendidikan tinggi.
Bahkan untuk mengejar gelar kesarjanaan pun sudah jadi impian yang serba mustahil di keluarga Susno. .......Sekolah Menengah Atas adalah batas maksimal, tidak perlu berlanjut ke universitas. Uang tidak ada. Jangan berkhayal jadi sarjana. Tapi jika berminat silahkan berupaya sendiri. Begitulah doktrin keluarga Susno seperti dikutip di buku itu.
“Cari sekolah gratis,” seperti anjuran Pak Duadji, ayah Susno. Suatu waktu, seorang sanak keluarganya pun memberinya informasi tentang sekolah yang “tidak perlu bayar” alias gratis.
“Pendaftaran untuk jadi polisi sedang dibuka,” ujar sanaknya.
“Bayar?” kata Susno.
Saudaranya meyakinkan Susno bahwa di Akabri Kepolisian bisa mendaftar tanpa bayaran. Setelah yakin betul, Susno pun akhirnya mendaftar. Susno hanya mengandalkan dua hal, selain tubuhnya yang gempal juga otaknya yang briliant. Tanpa ragu, Susno pun melewati seluruh proses pendaftaran dengan lancar hingga akhirnya sampailah ia di tahap wawancara.
Pada tahap inilah, saya sangat terkesima membaca testimoni Susno berikut ini;
“Apa alasanmu masuk Akabri Kepolisian?”
“Karena sekolah ini tidak bayar, Pak!”
“Apa pandanganmu tentang Polisi?”
“Saya tidak suka sama Polisi, Pak.”
“Kenapa tidak suka Polisi?”
“Polisi Suka Minta Duit, Pak”
Kepolosan dan keberanian Susno menjawab pertanyaan saat wawancara tersebut tergolong nekat. Jawaban itu, tentu bisa membahayakan dirinya. Susno pun sebetulnya sempat was-was, kalau-kalau ia tidak lulus gara-gara jawabannya itu. Namun, fakta berkata lain. Susno Duadji ternyata lulus di Akabri Kepolisian.
Dalam buku “Bukan Testimoni Susno”, Susno menduga bahwa ada 3 hal yang menyebabkan dirinya lulus. Pertama, karena panitia seleksi mengasihani dirinya. Kedua, karena dia lahir pada 1 Juli yang sekaligus sebagai Hari Bhayangkara. Ketiga, karena salah satu perwira tinggi yang mewawancarainya sangat menghargai keterusterangannya.
Sejak itu, Susno mengagumi polisi seperti Salah satu kolonel yang mewawancarainya. “Saya sangat terkesan padanya. “Untung ada dia,” kata Susno. Susno pun mengapresiasi perwira polisi tersebut dan menilainya sebagai polisi berjiwa reformis. Dan dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Susno berjanji ingin seperti perwira itu.
***
Di bagian akhir buku tersebut, ada tulisan berjudul “Harga diri saya diinjak-injak”. Pada bagian ini merekam pengakuan blak-blakan Susno. Ia merasa sengaja dijatuhkan dari kepolisian dan tak seorang pun di internal institusinya yang membelanya. “i’m a lone ranger,” katanya.
Pencopotannya dari jabatannya di Kabareskrim menjadi pukulan telak baginya. Susno pernah dihujat dan dicemooh habis-habisan, lalu kemudian dikasihani lantaran keberaniannya mengatakan banyak hal dengan gaya “keberterusterangannya”. Namun, Susno tetaplah seorang Perwira polisi yang sudah terlanjur terpojok dari lingkaran institusi yang membesarkannya sendiri.
Saya termenung sejenak setelah membaca buku “Bukan Testimoni Susno” sambil bertanya-tanya dalam hati; “Apakah jiwa ksatria dalam diri Susno juga ada dalam diri Budi Gunawan? Dan pada para perwira tinggi yang namanya diusulkan sebagai calon Kapolri pengganti Budi?”
(...............)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H