Mohon tunggu...
Anis Kurniawan
Anis Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis, berjumpa dan berkolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mewaspadai “Kaum Oportunis” di Barisan Penentang Jokowi

14 Februari 2015   21:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:11 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai aktivis yang konsisten menentang Orde Lama, Soe Hok Gie, menunjukkan dirinya sebagai tukang protes paling objektif. Gie sangat membenci Orde Lama, tapi tidak ikut-ikutan mendengki Bung Karno. Gie sangat hormat pada ide-ide dan progresifitas Bung Karno secara pribadi, namun marah dengan kebijakan Orde Lama.

Gie pernah berucap; ”Saya katakan bahwa Bung Karno telah menyengsarakan rakyat. Tetapi, itu tidak berarti bahwa penentang-penentang Bung Karno pahlawan pembela rakyat. Banyak di antara mereka yang bajingan dan oportunis,”

Pernyataan Gie ini sangat menarik dipikirkan kembali di tengah situasi politik di Indonesia yang sedang sakit. Presiden Jokowi sedang menghadapi suatu dilema antara memihak pada koalisi pendukungnya atau secara ekstrim mengikuti harapan rakyatnya.

Tidak mudah bagi Jokowi untuk keluar dari tekanan pendukungnya dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Namun, sedikit keberanian dari Jokowi tentu dibutuhkan untuk mengambil keputusan melawan arus partai pengusungnya. Dan memihak pada kehendak rakyat mayoritas.

Kelambanan Presiden Jokowi dalam memutuskan jabatan Kapolri adalah bukti betapa ia telah termakan oleh intimidasi “strong man”, dimana Jokowi punya utang budi pada mereka. Akibatnya, Jokowi dihujat dari segala penjuru. Tidak saja oleh para penentang formalnya di Koalisi Merah Putih (KMP), tetapi juga oleh para pendukungnya sendiri.

Presiden Jokowi dinilai gagal mengelola konflik politik dan tidak bisa mandiri dalam mengeluarkan keputusan. Jokowi lebih terkesan memainkan drama politik dari istana dengan cara membiarkan konflik-konflik itu berlangsung terus-menerus. Ketimbang mengambil sikap yang cepat dan tepat.

Terkait pelantikan Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri, Jokowi memang benar-benar harus berhati-hati. Sinyal bahwa BG memang calon titipan partai pengusung sulit disangkal. Sebab apa salahnya bila pasca sangkaan KPK, Presiden Jokowi tegas mengeluarkan sikap untuk pembatalan. Atau apa salahnya Presiden meminta dengan hormat agar seorang BG mengundurkan diri saja. Dan dengan begitu, Jokowi tidak harus tersandera oleh DPR.

Kini, situasinya amatlah mencekik. DPR bisa mosi tidak percaya pada Jokowi bila menggagalkan pelantikan BG yang secara formal sudah memenuhi kriteria pencalonan. Pertemuan Jokowi dengan Prabowo boleh jadi memang suatu sinyal, dimana Jokowi sedang menakar gerak-gerik lawannya. Langkah ini sangat politis, sebab Jokowi bisa memetakan kekuatan di parlemen bila benar KIH bekhianat pada Jokowi.

Jokowi pun harus berhati-hati memperlakukan dua koalisi raksasa (KIH dan KMP). Wacana bahwa Jokowi bakal membelok ke KMP bukan tidak mungkin terjadi, bila ada perubahan konstalasi akibat masalah pencalonan Kapolri. Jika ini terjadi, maka musuh bebuyutan akan menjadi kawan kesayangan, sebaliknya kawan seperjuangan akan menjadi lawan berbahaya.

Dalam seratus hari lebih perjalanan pemerintahan Jokowi-JK, sinyal menurunnya tensi KMP memang cukup mengejutkan. Ada beberapa kemungkinan; pertama, keretakan di internal KMP yang ditandai dengan adanya anggota koalisi yang kepincut dengan udara kekuasaan; kedua, sebagai respon KMP terhadap potensi keretakan di KIH yang sekaligus memberi ruang bagi oposisi untuk menjadi koalisi; ketiga, adanya potensi dukungan palsu dari KMP yang justru akan membahayakan Jokowi.

Asumsi terakhir ini layak dipertimbangkan sambil mengingat kembali pernyataan Sok Hoe Gie di awal tulisan ini. Bahwa para penentang kekuasaan belum tentu semuanya baik dan bersih, sebagian besar diantara mereka justru adalah penjahat dan kaum oportunis. Jokowi harus berhati-hati tentunya. Kini, pada dua kelompok sekaligus barisan kawan yang berada dalam gerbong kekuasaan yang dapat berevolusi jadi “musuh dalam selimut” juga pada barisan lawan dan para penentang yang oportunis dan piawai memainkan situasi kritis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun