Pada bulan Maret dan April 2015, KATALIS (Salah satu NGO di Makassar) melakukan riset di dua Kabupen yakni Takalar dan Pangkep. Penelitian yang dilakukan kerjasama dengan Oxfam, Unilever, KRKP dan Katalis ini meneliti 5 desa di dua Kabupaten. Di Kabupaten Pangkep, terdapat 2 desa yang dijadikan sampel penelitian yakni Desa Tamarupa, dan Desa Pitusunggu. Sedangkan di Kabupaten Takalar, ada 3 desa yang menjadi sampel yakni Desa Pattopakang, Desa Laikang, dan Desa Cikoang. Kelima desa tersebut secara geografis berada di wilayah pesisir.
Penelitian tersebut fokus pada isu-isu terkait ketahanan pangan di lima desa, terutama mengenai pola konsumsi rumah tangga dan keterlibatan perempuan dalam akses pangan. Saya kebetulan terlibat dalam berbagai Foccus Group Discussion (FGD) dari program ini, sekaligus dipercaya sebagai tim penyusun policy brief terkait usulan kebijakan di sektor ketahanan pangan.
Mengapa Penelitian ini dilakukan?
Topik ketahanan pangan nasional menjadi bahasan strategis dalam pembangunan nasional, karena memberi pengaruh yang sangat luas ke sektor politik, ekonomi dan sosial sebuah negara. Sebegitu pentingnya, stabilitas suatu negara tergantung pada kecukupan pangan nasional sebagai salah satu faktor yang mewarnai penghidupan warga bangsa.
Dalam konstitusi bernegara kita, ketahanan pangan secara khusus diamanatkan dalam Undang Undang no 7 Tahun 1996 tentang pangan, dimana dinyatakan bahwa “ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman merata dan terjangkau”.
Persoalan saat ini adalah masyarakat desa masih memiliki kapasitas yang rendah pada pemanfaatan pangan karena kesadaran dan pengetahuan yang terbatas, serta akses ke infrastruktur dasar. Mayoritas masyarakat desa hanya mengandalkan pengetahuan tradisional yang berasal dari kebiasaannya dalam mengelola dan memproduksi pangan, terlebih lagi kurangnya sosialisasi dalam pemanfaatan teknologi modern untuk peningkatan ketahanan pangan pada masyarakat desa.
Masalah lainnya adalah relasi gender dalam meningkatkan dan memperkuat ketahanan pangan. Peran perempuan dalam akses pangan masih tergolong rendah, utamanya di tingkat desa. Padahal perempuan memiliki peran penting dalam tangga, termasuk dalam pemenuhan gizi anggota keluarga.
Dari penelitian ini didapatkan sejumlah fakta menarik antara lain; mayoritas Rumah Tangga (RT) tidak memiliki cadangan pangan, pengetahuan mengenai gizi masyarakat rendah, tingkat pendidikan yang berpengaruh terhadap pendapatan dan pemenuhan asupan gizi, maupun budaya bersih masyarakat yang sangat memprihatinkan.
Masyarakat tidak memiliki cadangan pangan
Dari lima desa yang diteliti, terlihat jelas bahwa walaupun mayoritas warga bekerja di sektor pertanian, namun mereka tidak memiliki cadangan pangan. Mengapa demikian? Hasil pertanian dari kebun dan lading mereka pasca panen, umumnya langsung dijual. Hal ini dilakukan karena para petani membutuhkan dana tunai untuk membeli kebutuhan sehari-hari lainnya, dan membayar ongkos produksi pertanian mereka. Sebagai contoh,warga di Desa Pitusunggu yang tidak memiliki cadangan pangan sebesar 86,0%.