Pagi ini, saya menerima pesan Broadcast Message (BC) di BBM: http://tempo.co./read/news/2014/05/26078580347/Kalla-Gunakan-Jenderal-Rekening-Gendut-Dekati-Mega
Rupanya isinya adalah postingan berita di Tempo tertanggal 26 Mei 2014. Pada laman ini dibahas bahwa Pak Jusuf Kalla menggunakan banyak jurus demi kembali menjadi Wapres meski sudah berusia 72 tahun. Dan salah satu jurus pamungkas tersebut adalah menggunakan jasa Komjen Budi Gunawan (BG) untuk mendekati mega.
Kalla disinyalir memang punya kedekatan khusus dengan BG. Namun, Kalla ketika itu sudah menampik tudingan mengenai BG sebagai perantara dalam pen-Cawapresan-nya. Demikian pula BG yang menilai berita itu sebagai rumor dan fitnah. "Saya masih polisi aktif menghindari urusan Pemilu, ini melabrak aturan," kata BG dalam link berita tersebut.
***
Kira-kira apa motif dari BC ini? Agaknya ada upaya penggiringan opini untuk mengaitkan relasi antara JK, BG, dan Mega. Juga relasi antara JK, BG dan Abraham.
Lebih tepatnya adalah relasi antara kesaksian Supriansa mengenai pertemuan rahasia AS dengan petinggi PDI-P di apartemen "Te Capital". Sebagaimana diketahui bahwa Supriansa yang juga kawan dekat AS dari Makassar merupakan orang kepercayaan Aksa Mahmud yang tidak lain adalah Ipar Kalla.
Ada kecurigaan tentu saja bahwa upaya membongkar kedok AS yang sedikit "kajili-jili" (meminjam istilah JK) pada Pilpres 2014 lalu ada hubungannya dengan serangan terselubung dari Kalla. Opini ini tentu ada benarnya bila dikaitkan dengan kesaksian Plt Sekjen PDI-P, Hasto Kristanto yang menyebut bahwa AS sangat kesal atas kegagalannya menjadi Cawapres Jokowi.
"Ini semua gara-gara BG!" kata Abraham seperti ditirukan oleh Hasto pada tanggal 22 Januari lalu. Fakta ini semakin menguatkan opini publik betapa seorang BG memang punya andil besar di belakang Mega pada Pilpres 2014 lalu. Terlepas dari bantahan kerasnya, BG memang sulit dilepaskan dari Megawati karena secara kebetulan dirinya pernah menjadi Ajudan Megawati saat menjabat Presiden RI yang ke-5.
Relasi yang terbangun antar aktor-aktor ini memang tidak bisa dipisahkan dari konflik antara KPK vs Polri. Ada dua kemungkinan besar yang bisa ditangkap; pertama, serangan terhadap Abraham dan institusi KPK merupakan bagian dari skenario besar, sebagai bentuk perlawanan atas ditetapkannya BG sebagai tersangka menjelang test and proper test di parlemen. Kemungkinan kedua, penetapan BG sebagai tersangka bisa dibaca sebagai bentuk balas dendam AS terhadap BG yang menggagalkan ambisi politiknya di Pilpres lalu.
Kecenderungan pertama dan kedua punya kemungkinan yang sama-sama besar untuk menjadi sebuah kebenaran. Di balik semua itu, tentu ada dua fakta yang sulit terbantahkan; pertama, ada upaya pelemahan terhadap institusi KPK. Kedua, ada masalah besar di tubuh institusi KPK terutama masalah integritas pimpinan di dalamnya dan terutama seorang AS.
Bola panas bergulir semakin liar. Untuk masalah ini agaknya perlu mendudukkan kembali akar persoalannya dari awal. Termasuk mengkonfirmasi seluruh aktor-aktor dan peristiwa-peristiwa politik yang terjadi sekaitan dengan konflik KPK vs Polri. Tapi, siapa yang paling berwenang dan bisa bersikap netral dalam menengahi masalah ini?