"Siapa lelaki itu?" tanya Ibu dengan tatapan penuh curiga.Â
Aku baru saja pulang kerja. Seorang teman laki-laki mengantarku sampai depan rumah.
"Dia teman kerja Dewi, Bu. Lumayan kan Dewi nebeng biar irit ongkos," jawabku sedikit kesal.
Aku tak suka setiap kali ibu seperti itu. Selalu mencurigai aktivitasku dengan teman laki-lakiku. Apa salahnya sih punya teman laki-laki. Yang penting toh aku bisa jaga diri. Lagi pula aku juga sudah cukup dewasa untuk mengerti mana yang baik dan mana yang buruk. Tapi ibu, selalu saja mencurigaiku, selalu saja seperti tidak percaya kepada anaknya sendiri.
Aku bergegas masuk, mandi lalu menikmati waktu sepi di kamarku. Itu aktivitasku sehari-hari. Hidupku selalu diawasi. Jadi aku lebih sering di rumah daripada di luar. Di luar paling kerja selesai jam kerja ya sudah di kamar. Jika pun ada acara dengan teman-teman aku harus memberikan bukti yang kuat ke ibu kalau aku memang ada janji dengan teman-teman. Dan itu pun harus teman perempuan. Jika tidak ibu akan melarang. Entah.
Bak seekor burung yang terkurung di dalam sangkar. Kadang aku ingin bebas. Ingin bisa menikmati waktuku tanpa harus takut diawasi. Tapi apalah daya, aku hanya seorang anak tunggal dari seorang single parent yang selalu mengkhawatirkan pergaulanku.
"Dewi, ini foto siapa?" tanya ibu membuyarkan lamunanku.
"Dari mana ibu dapat foto itu?" tanyaku balik.
"Ibu menemukannya di meja kamarmu waktu ibu membereskan kamar," jawab ibu.
"Ibu, sudah kubilang berkali-kali ibu tidak usah bantu beresin kamar Dewi. Dewi bisa beresin sendiri", balasku sambil merebut foto yang ada di tangan ibu.
"Kamu belum jawab pertanyaan ibu, Dewi. Siapa foto laki-laki itu?"
"Bukan siapa-siapa, Bu. Dewi pengen istirahat, capek," jawabku ketus. Ibu lalu keluar dari kamarku.