Mohon tunggu...
Ani Siti Rohani
Ani Siti Rohani Mohon Tunggu... Buruh - Perempuan penikmat sunyi

Life is never flat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sandal

16 Februari 2019   19:21 Diperbarui: 16 Februari 2019   19:56 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Katanya, harga sandal jepit itu murah. Cukup dengan uang sekitar tujuh ribuan sudah dapat. Tapi tidak bagiku.

Usiaku 19 tahun. Berperawakan kurus dengan tinggi 160 cm. Kulitku sawo matang, begitu orang-orang bilang. Aku bekerja di sebuah perusahaan tekstil. Sebuah keberuntungan jika aku tidak masuk bagian produksi. Aku masuk di bagian laboratorium. Kegiatanku di sana adalah matching warna. Mencampurkan obat-obat warna melalui proses sedemikian rupa hingga terciptalah sebuah warna yang diharapkan.

Terlihat santai memang, meski nyatanya kepala sering  terasa pening karena harus menghitung perhitungan kimia yang tak jauh dari rumus-rumus dan bilangan pecahan. Salah sedikit, gagallah sebuah pekerjaan.

Aku memilih kos jauh dari tempatku bekerja. Bukan apa, aku hanya ingin lingkungan yang aman dan tentram. Aku kos di lingkungan yang cukup religius. Dekat dengan sebuah masjid juga panti asuhan. 

Tempat kosnya pun hanya sebuah rumah berlantai dua. Pemilik rumah itu memanfaatkan bagian atas untuk dikoskan. Hanya ada empat kamar, sebuah kamar mandi dan sebuah dapur yang sengaja dibuat untuk kami para penghuni kos. 

Sedangkan bagian bawah, tempat mereka tinggal. Ada dua tangga alternatif. Pertama sebuah tangga yang berasal dari depan dekat pintu  keluar. Kedua, sebuah tangga dari dalam rumah pemilik yang jelas saja tidak dipakai secara umum. Hanya saat keadaan-keadaan tertentu saja aku dan teman kos yang lain bisa melewatinya. Seperti misalnya saat pemilik rumah sedang ada selametan dan menyuruh kita datang ke bawah untuk mengambil jatah makanan. Atau kadang pun mereka sendiri yang mengantarkannya ke atas. Pemilik kos yang baik. Memang begitulah.

Beberapa hari terakhir ini aku berjalan kaki menuju ke tempat kerja. Bukan apa, aku hanya tengah menghemat. Banyak kebutuhan. Termasuk kebutuhanku akan sebuah sandal.

Hampir setiap hari hujan. Aku tak memakai sepatu. Sepatuku mengaga sudah bak buaya tengah kelaparan. Maka kuputuskan membuangnya. Memperbaikinya pun tak ada guna. Sudah benar-benar tak layak pakai.

Aku memakai sandal ke tempat kerjaan. Tidak ada yang melarang. Kami dibebaskan memakai jenis alas kaki macam apapun. Barangkali jika hanya memakai sepasang kresek yang diikatpun takkan dipermasalahkan. Tapi entah ding. Hehe.

Jarak yang kutempuh dari kosan ke tempat kerja cukup jauh. Setidaknya aku membutuhkan waktu satu jam dengan cara berjalan yang sedikit dicepatkan.

Jalanan penuh air dan untungnya aku tak memakai sepatu kainku yang sudah kubuang sejak beberapa hari yang lalu. Jika aku masih memakainya, tentu kakiku akan bau sekali. Atau jangan-jangan aku malah akan terserang penyakit memalukan yang disebut cantengan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun