Mohon tunggu...
Anis Diah Ayu
Anis Diah Ayu Mohon Tunggu... -

someone who just wants to keep learning and sharing.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Keterbatasan Tidak Menghalangi Mereka (Anak Berkebutuhan Khusus) untuk Berprestasi

12 Maret 2012   22:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:09 2307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap anak lahir dengan karakter dan keunikannya. Maka dari itu, penangan setiap anak harus disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak, terlebih jika anak tersebut termasuk dalam kelompok anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak Bekebutuhan Khusus antara lain tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab dari disfungsi otak, mulai dari masa kehamilan ibu (kurang gizi, merokok, mengalami pendarahan), saat melahirkan (kelahiran yang sulit, lahir premature), atau saat bayi lahir (tidak langsung menangis, nampak biru, pucat, kuning) dan setelah bayi lahir (mengalami radang otak atau cedera kepala).

Anak berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian lebih untuk bisa berprestasi dengan normal. Mereka juga generasi masa depan bangsa yang harus diperhatikan. Anak-anak yang berkebutuhan khusus itu tidak boleh dianggap sebagai generasi yang hilang atau pun anak yang tidak berguna dan menjadi beban karena pada kenyataannya tidak sedikit anak-anak berkebutuhan khusus yang mampu menunjukkan prestasi yang luar biasa seperti siswa ABK yang mejuarai catur tingkat dunia dalam olimpiade catur di Yunani. Kemudian di kota semarang, seorang anak hiperaktif yang mengarah kepada autisme bernama Kharisma Rizki Perdana menunjukkan bakat luar biasa dalam daya ingat. Kharisma Rizki dapat mengulang sebagian pidato Ibu Negara saat meresmikan pamugaran Lawang Sewu, ibu kota di seluruh Indonesia, Plat nomer, nama bandara dan lain sebagainya. Dilanjutkan oleh Cahyo, seorang anak dengan tubuh kerdil yang memiliki diagnosis lumpuh layu sehingga sehari- harinya harus berada diatas kursi roda dapat membuat design arsitektur dengan empat dimensi yang mengalahkan buatan orang dewasa. Masih banyak lagi anak berkebutuhan khusus berbakat, prestasi- pretasi yang membanggakan kita semua bukan?

Namun pada kenyataanya, perlakuan masyarakat berbanding terbalik terhadap segala perjuangan yang ditorehkan untuk mengukir prestasi oleh anak berkebutuhan khusus. Mereka banyak dijumpai di sekolah dan terkadang mereka dicap sebagai anak yang bodoh atau anak yang sulit diatur. Terlebih lagi paradigma dari masyarakat saat ini terhadap anak berkebutuhan khusus. Anak-anak yang mengalami gangguan mental dan perilaku ini sering disalahmengerti, mereka dilihat sebagai orang yang memiliki keterbatasan dibandingkan dengan keistimewaan atau potensi.

Kondisi tersebut tentunya membawa dampak langsung maupun tidak langsung terhadap tumbuh kembang ABK, bahkan terhadap keluarganya (kedua orangtua). Pandangan atau penilaian yang salah dari lingkungan terhadap ABK dan keluarganya merupakan tantangan terbesar selain kecacatan yang disandang oleh ABK itu sendiri dan dampaknya dapat dirasakan langsung oleh yang bersangkutan beserta keluarganya. Dampak yang jelas sering ditemui adalah terhadap konsep diri, prestasi belajar, perkembangan fisik, dan perilaku menyimpang. pandangan negatif dari masyarakat terhadap kecacatan menyebabkan citra diri yang negatif dari ABK.

Begitu halnya, nasib yang lebih mengharukan adalah mereka (anak berkebutuhan khusus) yang tidak mampu atau memiliki tingkat kehidupan ekonomi yang rendah. Keinginan untuk melakukan terapi agar dapat mengasah keterampilan motorik halus maupun kasar dan meningkatkan kemandirian sesuai dengan tingkat kemampuan anak diurungkan karena keterbatasan dana. Ibarat “Untuk makan dan membeli baju bagus saja susah, bagaimana bisa kepikiran untuk terapi”, hal tersebut sering diucapkan oleh orang tuan anak berkebutuhan khusus yang tidak mampu ketika ditanya terkait mengenai usaha mengembangkan anaknya untuk terapi. Tidak bisa dipungkiri bahwa biaya sekolah dan terapi untuk anak berkebutuhan khusus di Indonesia relatif mahal. Hal tersebut disebabkan karena segala peralatan yang diguanakan sebagai alat terapis berasal dari luar negeri dan terapis yang bekerja di klinik merupakan lulusan dengan sertifikasi yang terkualifikasi, ujar salah satu guru sekolah autis ternama pada media cetak Jakarta. Pada akhirnya, hilanglah kesempatan mereka (Anak Berkebutuhan Khusus) untuk bisa merasakan keceriaan, kemandirian, kepedulian dan ketulusan seperti yang didapatkan anak normal pada umumnya. Maka dari itu, diperlukan partisipasi dari setiap elemen masyarakat untuk mengembangkan secara optimal anak berkebutuhan khusus agar dapat melakukan fungsi sosialnyasecara wajar dan berguna bagi diri sendiri. Menunjang tujuan tersebut maka dibutuhkan kolaborasi yang kompak dari semua aspek masyarakat untuk mengandeng anak berkebutuhan khusus bersama – sama agar kelak dapat mengharumkan nama Negeri dengan segala keterbatasan yang dimiliki.

13315925791388282214
13315925791388282214

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun