Kritik pedas terhadap kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) semakin menguat dengan temuan terbaru dari Center of Economic and Law Studies (Celios). Dalam sebuah studi yang diumumkan oleh Direktur Celios, Bhima Yudhistira, kebijakan Tapera disoroti karena potensinya untuk memberatkan pekerja dan merusak perekonomian secara keseluruhan.
Menurut Bhima, potongan wajib sebesar 2,5 persen dari gaji pekerja untuk iuran Tapera akan menjadi beban tambahan di tengah pelemahan ekonomi dan menurunnya daya beli masyarakat. "Potongan itu tentu sangat memberatkan," ujar Bhima dalam keterangan tertulisnya.
Studi Celios mengungkapkan bahwa dampak paling signifikan dari kebijakan Tapera adalah berkurangnya jumlah tenaga kerja. Diperkirakan sebanyak 467 ribu pekerjaan akan hilang karena iuran Tapera mengurangi konsumsi dan investasi perusahaan. Meskipun penerimaan negara akan mengalami peningkatan sebesar Rp 20 miliar, namun hal ini dianggap sangat kecil jika dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain.
Lebih lanjut, Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, menjelaskan bahwa simulasi ekonomi menunjukkan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 1,21 triliun akibat kebijakan Tapera. Hal ini berdampak pada keseluruhan output ekonomi nasional, serta menurunkan surplus keuntungan dunia usaha sebesar Rp 1,03 triliun dan pendapatan pekerja sebesar Rp 200 miliar.
"Kebijakan Tapera juga tidak menyelesaikan masalah backlog perumahan," tambah Huda.
Dalam upaya mengatasi masalah tersebut, Celios menawarkan sejumlah rekomendasi perbaikan program Tapera. Di antaranya adalah melakukan perubahan agar tabungan Tapera hanya diperuntukkan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dan anggota TNI/Polri, sementara pekerja formal dan mandiri bersifat sukarela. Selain itu, transparansi pengelolaan dana Tapera, perkuatan tata kelola dana, dan peningkatan daya beli masyarakat juga menjadi fokus dalam rekomendasi tersebut.
"Perumahan rakyat harus diprioritaskan dalam alokasi dana APBN dibandingkan dengan proyek mega yang berdampak kecil terhadap ketersediaan hunian," tegas Huda.
Sementara itu, rekomendasi lainnya termasuk pengendalian spekulasi tanah yang menjadi dasar kenaikan ekstrem harga hunian, serta penurunan tingkat suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) baik fixed maupun floating.
Kritik terhadap kebijakan Tapera semakin menguat, sementara pemerintah diharapkan untuk mempertimbangkan secara serius temuan dan rekomendasi dari studi Celios ini guna mengoptimalkan program perumahan yang berdampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H