Islam Nusantara merupakan suatu bentuk ekspresi keislaman yang unik, yang tumbuh dan berkembang di wilayah kepulauan Indonesia. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia telah menjadi pusat kajian penting dalam melihat bagaimana agama Islam bisa beradaptasi dengan konteks budaya yang berbeda-beda.
 Salah satu aspek utama yang membedakan Islam di Nusantara dari tempat lain adalah proses dialog yang terus-menerus terjadi antara ajaran Islam dan budaya-budaya lokal yang kaya dan beragam.Â
Islam Nusantara, yang bersifat kontekstual, memberikan contoh bagaimana agama dapat hidup berdampingan secara harmonis dengan berbagai budaya, menciptakan sintesis yang menghormati tradisi lokal tanpa meninggalkan prinsip dasar Islam.
Masuknya Islam ke Indonesia tidak terjadi melalui penaklukan militer seperti di beberapa wilayah lain, melainkan melalui jalur perdagangan, pendidikan, dan perkawinan.
 Sejak abad ke-7, para pedagang Muslim dari Arab, Persia, dan India membawa ajaran Islam ke Nusantara. Namun, penyebaran Islam baru mendapatkan momentum yang lebih besar pada abad ke-13, seiring dengan terbentuknya kerajaan-kerajaan Islam seperti Samudra Pasai di Aceh, yang dikenal sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Tidak seperti beberapa tempat lain di dunia di mana Islam kadang-kadang berbenturan dengan tradisi lokal, di Indonesia Islam justru menyatu dengan kebudayaan setempat.Â
Ulama dan para penyebar agama Islam di Nusantara, seperti Wali Songo di Jawa, menggunakan pendekatan yang lembut, menghargai budaya lokal, dan menanamkan nilai-nilai Islam tanpa harus memaksakan perubahan drastis terhadap adat istiadat yang sudah lama ada. Pendekatan dialogis ini memungkinkan Islam diterima secara luas dan berkembang pesat di seluruh wilayah kepulauan Indonesia, dari Aceh hingga Maluku.
Wali Songo, sebagai tokoh utama dalam penyebaran Islam di Jawa, tidak hanya menggunakan ajaran agama sebagai medium dakwah, tetapi juga seni, budaya, dan kesenian lokal seperti wayang kulit dan gamelan.Â
Melalui medium-medium ini, nilai-nilai Islam disampaikan dengan cara yang bisa diterima oleh masyarakat lokal tanpa merasa terasingkan dari tradisi leluhur mereka. Oleh karena itu, dialog antar budaya tidak hanya menjadi medium komunikasi, tetapi juga proses asimilasi yang memperkaya kedua belah pihak yaitu Islam dan budaya lokal.
Kearifan lokal di Indonesia mencerminkan kekayaan budaya yang berkembang dari generasi ke generasi. Nilai-nilai ini, meskipun berakar pada tradisi pra-Islam, tetap menemukan tempatnya dalam konteks keislaman yang berkembang di Nusantara.
 Islam Nusantara pada dasarnya mengakui bahwa kearifan lokal ini bisa menjadi sumber nilai yang berharga dalam memperkuat penghayatan keagamaan.