Pendidikan merupakan salah satu pilar utama pembangunan bangsa yang berperan penting dalam mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan global. Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia meluncurkan Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini dirancang untuk menciptakan proses pembelajaran yang lebih fleksibel, relevan, dan berpusat pada kebutuhan peserta didik. Dengan mengusung prinsip pembelajaran yang menyesuaikan karakteristik siswa, Kurikulum Merdeka memberikan ruang bagi guru untuk merancang metode pengajaran yang kreatif, adaptif, dan berorientasi pada perkembangan potensi individu siswa.
Namun, implementasi Kurikulum Merdeka bukan tanpa tantangan. Salah satu kendala utama yang dihadapi adalah keberagaman kemampuan siswa dalam satu kelas. Setiap siswa memiliki latar belakang, pengalaman belajar, serta tingkat pemahaman yang berbeda, sehingga pendekatan pembelajaran yang seragam sering kali kurang efektif. Ketimpangan ini dapat menghambat pencapaian hasil belajar yang optimal, terutama bagi siswa yang membutuhkan perhatian khusus atau memiliki kesenjangan pemahaman dibandingkan dengan rekan-rekannya.
Untuk menjawab tantangan ini, pendekatan Teaching at the Right Level (TaRL) hadir sebagai salah satu bentuk konkret dari pembelajaran berdiferensiasi yang dapat diimplementasikan dalam Kurikulum Merdeka. Dalam konteks ini, TaRL adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penyesuaian strategi pengajaran berdasarkan tingkat pemahaman siswa, bukan pada usia atau jenjang kelas. Dengan memetakan kemampuan siswa secara berkala, TaRL memungkinkan guru memberikan intervensi pembelajaran yang tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan setiap siswa. Selanjutnya, guru dapat mengakomodasi perbedaan kebutuhan, minat, dan gaya berlajar siswa dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di dalam kelas.Â
Pembelajaran berdiferensiasi adalah pendekatan yang menanggapi keragaman kebutuhan dan karakteristik setiap peserta didik. Karena setiap siswa memiliki cara belajar yang berbeda, guru dituntut untuk merancang pembelajaran yang lebih fleksibel. Pendekatan ini, sebagaimana dijelaskan oleh Purwani (2024), melibatkan variasi dalam materi ajar, cara mengajar, dan produk yang dihasilkan oleh siswa. Tomlinson (2001) mendefinisikan pembelajaran berdiferensiasi sebagai strategi proaktif yang memungkinkan guru menyesuaikan metode dan materi dengan kebutuhan belajar masing-masing peserta didik (Yastuti & Suciatiningsih, 2024). Pembelajaran berdiferensiasi bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi semua siswa, baik yang memiliki kemampuan lebih tinggi maupun yang membutuhkan dukungan lebih untuk belajar secara optimal. Sehingga setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang.
Dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi, guru dapat menggunakan beberapa strategi, yaitu diferensiasi konten, diferensiasi proses, dan diferensiasi produk (Purnawanto, 2022; Fitriyah & Bisri, 2023; Muktamar et al., 2024; Sugianto, 2022). Salah satu implementasi pembelajaran berdiferensiasi yang telah diterapkan di salah satu SMA Negeri di Jakarta yaitu penerapan strategi diferensiasi konten. Diferensiasi konten adalah upaya untuk menyampaikan materi pelajaran dalam berbagai bentuk yang sesuai dengan kebutuhan siswa (Wardani & Darmawan, 2024; Yastuti & Suciatiningsih, 2024). Misalnya, guru dapat memberikan materi pembelajaran dalam bentuk teks, video, gambar, atau alat peraga. Dengan begitu, siswa dapat memilih cara yang paling sesuai untuk memahami materi yang disampaikan. Diferensiasi konten juga dapat berupa tingkat kesulitan materi, di mana siswa yang memerlukan tantangan lebih diberikan materi yang lebih mendalam, sedangkan siswa yang masih perlu penguatan diberikan materi dasar. Memasukkan pengetahuan dan pemahaman tentang hal ini ke dalam pengajaran, tentu akan sangat membantu seorang guru dalam mengembangkan berbagai konten dan bahan ajar yang dapat menjangkau setiap siswa (Purnawanto, 2023).
Dari hasil wawancara dengan salah satu guru di SMA Negeri tersebut, beliau menjelaskan bahwa dalam satu kali pembelajaran, lebih baik mencakup semua gaya belajar siswa. Dalam menyampaikan materi, guru menggunakan berbagai bentuk media, seperti teks melalui presentasi PowerPoint, gambar, dan video pembelajaran. Pendekatan ini bertujuan agar pembelajaran berdiferensiasi konten yang diterapkan dapat mengakomodasi kebutuhan serta gaya belajar semua siswa. Menurut guru tersebut, merancang pembelajaran yang mencakup semua gaya belajar siswa bertujuan agar kegiatan belajar mengajar dapat mencakup keberagaman siswa tanpa terbebani oleh alokasi waktu yang terbatas. Selain itu, pemberian perlakuan berbeda kepada setiap kelompok berdasarkan gaya belajar secara terpisah justru dapat memicu konflik horizontal di kelas. Oleh karena itu, guru memilih untuk menyediakan berbagai pilihan media pembelajaran yang dapat diakses oleh semua siswa.
Beliau juga menambahkan bahwa setiap anak tidak mungkin memiliki satu minat atau gaya belajar yang sepenuhnya tunggal. Sebagian besar siswa cenderung memiliki kombinasi gaya belajar, baik visual, auditori, maupun kinestetik. Maka, dalam merancang pembelajaran, guru memastikan bahwa tidak ada pendekatan yang sepenuhnya hanya berfokus pada salah satu gaya belajar. Pendekatan ini memberikan kesempatan yang sama kepada setiap siswa untuk belajar dengan cara yang sesuai dengan dirinya. Hasil pengamatan di kelas menunjukkan bahwa pembelajaran menjadi lebih aktif dan diterima dengan baik oleh semua siswa. Dengan memberikan kesempatan belajar yang setara melalui berbagai media, setiap siswa dapat memahami materi sesuai dengan caranya masing-masing, sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan menyenangkan.
Berdasarkan pemaparan hasil observasi tersebut dapat diketahui bahwa mengatasi tantangan keberagaman siswa dalam pembelajaran merupakan langkah penting untuk menciptakan pendidikan yang inklusif dan bermakna. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, pendekatan Teaching at the Right Level (TaRL) menawarkan solusi yang efektif dengan menyesuaikan proses pembelajaran berdasarkan tingkat kemampuan peserta didik. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip pembelajaran berdiferensiasi, yang menghargai keberagaman dan memberikan peluang belajar yang setara bagi setiap siswa (Purnawanto, 2023; Sugianto, 2022).
Dengan memetakan kebutuhan siswa secara berkala dan menerapkan strategi yang relevan, TaRL dapat meningkatkan keterlibatan siswa, memperkuat keterampilan dasar, dan mendorong pencapaian hasil belajar yang optimal. Implementasi TaRL tidak hanya membantu guru dalam menghadapi tantangan keberagaman di kelas, tetapi juga mendukung tujuan Kurikulum Merdeka untuk menciptakan pembelajaran yang fleksibel, relevan, dan berpusat pada kebutuhan peserta didik. Oleh karena itu, integrasi TaRL dalam Kurikulum Merdeka merupakan langkah strategis untuk mewujudkan pendidikan yang adil, inklusif, dan bermakna bagi seluruh anak Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI