Mohon tunggu...
Anisa Rahayu
Anisa Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Sejarawan Muda

Sejarah Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Persahabatan yang Berujung Wangsit (Sejarah Singkat Turunnya Wangsit Aliran Kebatinan Perjalanan)

23 Juli 2020   10:14 Diperbarui: 23 Juli 2020   10:31 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Mama Mei Kartawinata", begitulah para penganut Aliran Kebatinan Perjalanan memanggil salah satu pendiri kepercayaan mereka. Setiap tanggal 1 Maret, para penganut aliran selalu memperingati hari lahir Mei Kartawinata. Beliau merupakan salah satu tokoh pendiri yang paling dihormati diantara dua lainnya, yaitu Rasyid dan Soemitra. Hal itu terjadi karena Mei Kartawinata dianggap memiliki jasa yang lebih besar, terlebih ia merupakan penerima wangsit pertama.

Mei Kartawinata bertemu dengan Rasyid dan Soemitra ketika bekerja pada sebuah perusahaan percetakan di Subang, sekitar tahun 1927. Tanpa diduga ketiganya memiliki minat yang sama, yaitu terhadap aliran kebatinan. 

Seiring berjalannya waktu, hubungan ketiganya semakin erat. Di setiap waktu senggang, mereka sering bertemu untuk berdiskusi dan saling bertukar pikiran mengenai ilmu kebatinan tersebut. Saking dekatnya, mereka bertiga mengikat diri sebagai saudara dan berjanji untuk hidup rukun juga saling mencintai.

Dalam diskusi mengenai aliran kebatinan, ada satu konsep yang menjadi fokus mereka, yaitu mengenai arti dari kesenangan. Ketiganya memiliki cara yang berbeda dalam menggambarkan kesenangan tersebut. 

Rasyid mengartikan kesenangan dalam kondisi berhasil mengalahkan orang lain. Berbeda dengan Sumitra, yang mengartikan kesenangan dalam melihat sesama manusia tidak saling mengganggu, meskipun harus mengorbankan dirinya sendiri. 

Maka dari itu keduanya mempelajari karunagan dan jayakawijayan, yang merupakan ilmu kekebalan tubuh. Menurut keduanya, mempelajari ilmu kaduragan dan jayakawijayan, dapat membawa mereka pada kesenangan yang sebenarnya. 

Adapun Mei Kartawinata menganggap kesenangan sebagai sesuatu yang menggembirakan bagi setiap orang tanpa membedakan ras, suku, agama, dan lainnya. Ia yakin bahwa kesenangan dapat diraih dengan hidup rukun bersama. 

Dari konsep kesenangannya, Mei Kartawinata tidak menganggap ilmu kanuragan dan jayakawijayan penting, berbeda dengan kedua temannya. Menurutnya, dibandingkan dengan ilmu kekebalan tubuh ada yang lebih penting, yaitu pendekatan dan saling pengertian.

Sikap Mei Kartawinata yang demikian dianggap lemah oleh temannya, Rasyid. Dengan bangga, Rasyid menawarkan diri untuk menurunkan ilmu karunagan dan jayakawijayannya kepada Mei Kartawinata. 

Akan tetapi, tawaran tersebut ditolak secara halus oleh Mei Kartawinata, karena ia merasa tidak membutuhkannya. Penolakan itu membuat Rasyid marah sekaligus penasaran mengenai ilmu yang sebenarnya dimiliki oleh Mei Kartawinata.

Suatu hari, ada seorang teman bernama Sukarna yang jatuh sakit. Awalnya ia meminta pertolongan kepada Rasyid, namun bantuannya tidak menyembuhkan Sukarna. Kemudian ia meminta pertolongan kepada Soemitra, namun masih tidak berhasil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun