Mohon tunggu...
Anisa Rahayu
Anisa Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Sejarawan Muda

Sejarah Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membandingkan Islam dengan Agama Lain, Padahal Belum Memahami Islam Itu Sendiri?

13 April 2020   00:39 Diperbarui: 13 April 2020   00:45 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Agamaku Islam, karena orangtuaku juga Islam, dan aku dilahiran sebagai Muslim"


Terlahir sebagai seorang muslim tidak membuat seseorang secara otomatis dapat langsung memahami Islam. Perlu adanya upaya agar setiap muslim menjadi muslim seutuhnya, yaitu muslim yang memahami Islam sebagai agamanya.


Pada zaman serba pintar ini, banyak sekali orang yang mulai meragukan kepercayaannya akan Islam. Orang-orang mulai ragu akan sifat wujud Allah. Orang-orang mulai ragu akan kemurnian agama. Orang-orang mulai ragu akan setiap kewajiban yang harus ditunaikannya. Banyak sekali faktor yang menyebabkan hal tersebut dapat terjadi. Salah satu yang menjadi keresahan penulis yaitu, ketika seseorang meragukan Allah setelah ia mengisi penuh pikirannya dengan filsafat barat. Sehingga segala hal akan berbuah menjadi pertanyaan tiada ujung, salah satunya yaitu pertanyaan mengenai Allah.


Di sini, penulis tidak sepenuhnya menyalahkan ketika seseorang mengisi pikirannya dengan filsafat barat. Mari kita lihat pandangan seorang cendikiawan muslim yang banyak mempelajari pemahaman barat. Seorang cendikiawan yang senang mencari tahu segala hal sampai ke akar, yaitu Ali Syariati.


Menurut Ali, ada berbagai cara untuk memahami Islam. Salah satunya yaitu dengan mengenal Allah, dan membandingkannya dengan sesembahan agama lain. Cara lainnya yaitu dengan mempelajari Al-Qur'an, dan membandingannya dengan kitab samawi lain. Masih ada cara lain, yaitu dengan mempelajari kepribadian Rasul Islam dan membandingkan beliau dengan tokoh-tokoh besar pembaharuan yang pernah hidup dalam sejarah. Dan cara terakhir yaitu dengan mempelajari tokoh-tokoh Islam terkemuka dan membandingkan mereka dengan tokoh-tokoh utama agama maupun aliran pemikiran lain.


Melihat pandangan Ali mengenai cara memahami Islam, ada yang perlu kita garis bawahi di sana. Kita harus mengenal Islam terlebih dahulu sebelum membandingkannya dengan agama ataupun kepercayaan lain. Mari kita lihat pada cara yang pertama. Kita harus mengenal Allah sebelum membandingkan. Banyak kasus dalam praktik ini yang tidak sesuai dengan kaidahnya. Orang-orang mulai membandingkan Allah dengan Tuhan lain, padahal orang tersebut belum mengenal Allah. Ia belum tahu sifat-sifat Allah, belum mengenal utusan-utusannya, dan belum memahami firman-firmannya. Jadi bagaimana ia bisa menyalahkan Islam padahal belum mengenalnya?


Mari kita bayangkan ketika seseorang yang otaknya sudah penuh dengan pertanyaan akan Islam, namun enggan mengenal Islam itu sendiri. Pada akhirnya ia hanya akan meragukan Islam. Ia akan mulai mencari agama lain yang menurutnya lebih benar. Ia datangi tempat ibadah agama tersebut, mengkaji kitabnya, mencari tahu perintah serta larangannya, kemudian merasa cocok dan memutuskan untuk berpaling dari agama Allah yaitu Islam. Tapi, ia lupa bahwa ia belum benar-benar mengenal Islam. Ia tidak pernah memahami betul isi Al-Qur'an, belum membaca sejarah Nabi, belum tahu hukum-hukum Islam, dan bahkan belum pernah menyentuh buku Tauhid.


Mari kita lihat Qur'an Surat Ali 'Imron ayat 85-89, yang artinya:


"Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi (85). Bagaimana Allah akan memberi petunjuk kepada suatu kaum yang kafir setelah mereka beriman, serta mengakui bahwa Rasul (Muhammad) itu benar-benar (rasul), dan bukti-bukti yang jelas telah sampai kepada mereka? Allah tidak memberi petunjuk kepada orang zalim (86). Mereka itu, balasannya ialah ditimpa laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya (87). Mereka kekal di dalamnya, tidak akan diringankan azabnya, dan mereka tidak diberi penangguhan (88). Kecuali orang-orang yang bertobat setelah itu, dan melakukan perbaikan, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (89)."


Pada ayat di atas disebutkan bahwa Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang zalim. Jelas bahwa orang yang sebelumnya beriman kemudian berpaling dikategorikan sebagai orang yang zalim. Bagaimana tidak? Ia bahkan belum sepenuhnya mengenal Allah namun sudah berani berpaling dan menyalahkannya. Bahkan Allah juga menjanjikan azab yang amat berat pada mereka.


Na'udzubillahi min dzalik.


Maka, sebagai orang yang terlahir sebagai seorang muslim sudah sepatutnya kita bersyukur. Diberikan keimanan sejak lahir, kebebasan mempelajari Islam sedari kecil, dan masih banyak kenikmatan lainnya. Tidak ada salahnya jika kita hendak membandingkan Islam dengan agama lain. Asalkan dengan tujuan untuk lebih memahami Islam, dan meningkatkan keimanan. Hal yang perlu ditekankan pula, jangan sampai lupa porsi dan batasan. Mari bersikap adil pada pemikiran kita sendiri. Pahami Islam, barulah bandingkan.


Wallahu a'lam.

Sumber buku:
Syariati, Ali. 2001. Paradigma Kaum Tertindas. Jakarta: Islamic Center Jakarta Al-Huda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun