Mohon tunggu...
Anisa Nur Azizah
Anisa Nur Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi traveling dan baca buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Konten Politik di Media Sosial terhadap Opini Publik

16 Februari 2024   12:35 Diperbarui: 16 Februari 2024   12:37 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi konten politik di media sosial berpengaruh terhadap opini publik. Sumber foto: pinterest.com

Pengguna media sosial semakin aktif di masa sekarang. Laporan We Are Social membuktikan pada Januari 2023 sekitar 167 juta orang aktif menggunakan media sosial (Dataindonesia.id, 3 Februari 2023). Media sosial menjadi salah satu platform yang cepat untuk mendapatkan informasi. Pada zaman sekarang, siapa yang tidak menggunakan media sosial? Tidak dapat dipungkiri semua kalangan pasti menggunakan media sosial.

Terlebih lagi di masa kampanye ini, banyak sekali konten-konten politik bertebaran. Bahkan survey KIC menunjukan bahwa mayoritas responden anak muda di Indonesia mencari informasi seputar dinamika politik di akun media sosial berita online, dengan proporsi sebanyak 80,4% responden (Katada.co.id, 14 November 2023). Hal ini menunjukan bahwa media sosial memberikan pengaruh terhadap persebaran informasi terutama konten politik. Namun apakah informasi tentang politik tersebut bisa berdampak kepada opini publik?

Pengaruh Konten Politik terhadap Opini Publik 

Adanya media sosial yang beragam mulai dari Facebook, Instagram, Twitter atau X, dan lain-lain, membuat konten politik menjadi beragam pula. Pertama, konten politik berupa opini-opini mengenai isu-isu politik. Opini-opini tersebut sering kita jumpai di platform seperti Twitter atau X dan Facebook sehingga memungkin masyarakat untuk berpartisipasi dalam diskusi politik. Kedua, konten politik berupa berita, sebanyak 68% orang Indonesia mendapatkan berita dari platform media sosial (Kompas.com, 17 Juni 2022). Adanya konten berita politik ini memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi politik terkini dan mendiskusikannya secara langsung. Ketiga, konten politik berupa kampanye, biasanya konten ini ditemukan di platform Instagram, Tiktok, dan Twitter atau X. Konten kampanye ini menjadi kunci dalam strategi pemenangan bahkan dapat memobilisasi dukungan.

Setiap platform media sosial memiliki dampak dalam pembentukan opini publik. Opini publik hanya akan terbentuk jika ada isu yang dikembangkan oleh media massa (Arifin, 2011 dalam Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi). Maka, media sosial turut mendukung pembentukan opini publik dengan menyediakan informasi, pandangan, dan narasi yang dapat mempengaruhi persepsi orang terhadap suatu isu atau figur politik. Selain itu algoritma media sosial juga menciptakan filter bubble. Hal tersebut membuat public hanya mendapatkan konten politik yang sama dengan pandangan mereka. Maka, algoritma tersebut dapat membuat polarisasi opini di kalangan khalayak luas. Selain itu konten sensasional dan provokatif tentang politik dapat menciptakan reaksi yang ekstrim. Dampanknya dari hal tersebut semakin membuat publik percaya terhadap keyakinannya dan menciptakan kubu-kubu karena pandangan politik yang berbeda.

Interaksi pengguna di media sosial juga memainkan peran penting dalam pembentukan opini publik. Komentar, retweet, tagar dan bagi pada konten politik dapat memperkuat opini publik. Salah satu contohnya penggunaan tagar #AsalBukan02 dan tagar #DukungGibranCoblosImin. Ketika suatu konten mendapatkan perhatian atau respon yang besar dari publik, itu dapat mempengaruhi sebagian orang serta mempercepat proses terbentuknya opini publik. Pembentukan opini-opini tersebut dapat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan politik dan perubahan sikap publik.

Tidak hanya itu, adanya konten politik di media sosial juga dapat membentuk sentimen. Hal tersebut dapat dilihat dari pencalonan presiden dan wakil presiden tahun 2024. Sentimen negatif yang paling tinggi pada capres didapatkan oleh Prabowo Subianto sekitar 48%. Sementara itu sentimen positif didapatkan oleh Anies Baswedan sekitar 86%. Pada cawapres yang mendapatkan sentimen negatif tertinggi diduduki oleh Gibran Rakabuming Raka sekitar 60%. Sedangkan Mahfud MD mendapatkan sentimen negatif 12% dan Muhaimin 6% (Tirto.id, 5 Februari 2024).

Dampak dan Penanganan Konten Politik di Media Sosial 

Dampak positif dari konten politik di media sosial dapat meningkatkan partisipasi politik. Media sosial juga memberikan wadah untuk ekspresi politik dan mobilisasi massa. Adanya konten politik di media sosial mampu meningkatkan partisipasi politik dikalangan generasi muda. Apalagi pemilu sekarang mencapai 60% didominasi oleh kaum Gen Z dan Milenial menurut survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) (Tirto.id, 13 April 2023). Namun dibalik sisi positif masih banyak dampak negatif dari konten politik di media sosial terhadap opini publik.

Dampak negatif yang paling sering dari konten politik di media sosial yaitu polarisasi opini. Hal tersebut dapat menciptakan ujaran kebencian yang berlebih serta dapat memicu konflik verbal hingga kekerasan dan ancaman. Selain itu, adanya konten politik juga dapat memanipulasi opini publik melalui kampanye informasi palsu, pembelian iklan yang bersifat mempengaruhi, atau praktik-praktik lainnya yang dapat memanipulasi persepsi masyarakat.

Hal lainnya yaitu banyaknya penyebaran informasi palsu atau disinformasi. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Indonesia telah mengidentifikasi 11.642 konten hoaks. Dari jumlah tersebut, 2.111 konten hoaks terkait pemerintahan, 1.938 konten hoaks terkait penipuan, dan 1.373 konten hoaks terkait politik (Kominfo.go.id, 28 Juni 2023). Selain itu, sepanjang Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023, terdapat 91 isu hoaks terkait Pemilu, yang meningkat hampir 10 kali lipat dibandingkan dengan sepanjang 2022 (Kominfo.go.id, 27 Oktober 2023). Pada tahun 2023, ditemukan lebih dari 1.100 informasi hoaks terkait Pemilu yang beredar di media digital (Kompas.id, 24 Desember 2024). Disinformasi politik di media sosial dapat berdampak negatif, termasuk menyebabkan konflik sosial, instabilitas politik, dan menciptakan ketidakpercayaan pada publik.

Dari dampak negatif tersebut menunjukan bahwa perlunya regulasi konten politik. Pemerintah dan platform media sosial dapat bekerja sama untuk membuat peraturan yang jelas tentang informasi politik. Peraturan ini dapat mencakup transparansi, pengecekan fakta, dan sanksi terhadap konten yang tidak benar atau merugikan. Regulasi yang kuat dapat membuat dunia digital lebih aman dan dapat dipercaya.

Langkah penting lainnya dalam mengatasi dampak negatif dari konten politik di media sosial adalah meningkatkan literasi media. Tak hanya itu, diperlukan juga meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bagaimana media sosial berfungsi dan pentingnya mendapatkan informasi dari berbagai sumber. Hasilnya masyarakat dapat menjadi lebih kritis dan lebih tahan terhadap manipulasi informasi. Program literasi media ini dapat dilaksanakan di sekolah, komunitas, dan secara online.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun