Sekolah ramah dalam pendidikan inklusi merujuk pada upaya menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan mendukung perkembangan anak, termasuk anak-anak dengan kebutuhan khusus. Konsep ini menekankan pentingnya partisipasi anak, pemenuhan hak, dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi, serta perlakuan salah lainnya selama berada di lingkungan pendidikan. Sekolah ramah anak juga mendukung partisipasi anak terutama dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran, dan pengawasan. Dalam konteks pendidikan inklusi, sekolah ramah anak berperan dalam menciptakan lingkungan yang inklusif, di mana anak-anak dengan kebutuhan khusus dapat belajar secara bersama-sama dengan anak-anak pada umumnya, dengan kurikulum dan metode pembelajaran yang memberikan kesempatan yang sama bagi semua siswa. (Sutarya, 2019)
Paradigma pendidikan inklusi menempatkan semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, di kelas reguler dan mendorong kerja sama aktif di antara semua orang yang terlibat. Hal ini menunjukkan bahwa peran orang tua menjadi semakin penting dalam membantu perkembangan anak-anak mereka. Strategi bimbingan dan konseling yang diterapkan di sekolah merupakan bagian penting dari mencapai keterlibatan orang tua yang optimal (Damayanti et al., 2017)
Keterlibatan orang tua sangat penting dalam mewujudkan pendidikan inklusi yang bermakna. Sekolah Ramah Inklusi bukan hanya tempat di mana anak-anak dengan kebutuhan khusus dapat belajar, tetapi juga komunitas di mana orang tua terlibat secara aktif dalam mendidik anak-anak mereka (Ariastuti & Herawati, 2016). Dalam situasi seperti ini, pendekatan bimbingan dan konseling muncul sebagai dasar yang kuat untuk meningkatkan keterlibatan orang tua. Memaksimalkan peran konselor dalam membangun kolaborasi antara sekolah dan orang tua adalah salah satu pendekatan yang dapat digunakan. Konselor dapat membantu orang tua menemukan sumber daya yang tepat untuk memenuhi kebutuhan khusus anak. Bekerja sama ini tidak hanya membantu menyelesaikan masalah, tetapi juga membantu satu sama lain memahami proses pendidikan inklusi (Ragil, 2022).
Komunikasi terbuka sangat penting untuk strategi ini. Konseling kelompok atau individu dengan orang tua dapat diadakan oleh konselor untuk membahas kekhawatiran, harapan, dan informasi tentang pendidikan inklusi. Orang tua dapat merasa lebih terlibat dalam membuat keputusan pendidikan yang memengaruhi anak-anak mereka dengan berkomunikasi dengan bebas. Selain itu, merancang program yang ditujukan untuk orang tua juga merupakan langkah yang diambil secara bijaksana (Safirah & Harahap, 2022). Pengetahuan tentang kebutuhan khusus, metode untuk mendukung di rumah, dan cara berpartisipasi aktif dalam kegiatan sekolah adalah semua topik pelatihan yang dapat diberikan oleh konselor. Dengan meningkatkan pemahaman orang tua tentang pendidikan inklusi, mereka diharapkan dapat mendukung anak-anak mereka dengan lebih baik (Leo et al., 2021).
Selain itu, bagian penting dari pendekatan ini adalah menyediakan layanan konseling bagi orang tua. Konselor dapat memberikan dukungan emosional dan informasi kepada orang tua dalam menghadapi kesulitan yang mungkin mereka alami dalam mendukung anak-anak mereka. Dengan memberikan ruang bagi orang tua untuk berbicara dan berbagi pengalaman mereka, konselor dapat membangun hubungan yang kuat antara sekolah dan keluarga (Nasution et al., 2023). Sekolah yang ramah inklusi dapat membuat lingkungan pendidikan yang lebih kokoh dan inklusif dengan menerapkan metode bimbingan dan konseling yang berfokus pada keterlibatan orang tua. Kolaborasi antara sekolah dan orang tua adalah kewajiban dan fondasi untuk masa depan yang lebih baik bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus (Amahoru & Ahyani, 2023).
REFERENSIÂ
Amahoru, A., & Ahyani, E. (2023). Psikologi Pendidikan Inklusif: Menciptakan Lingkungan Belajar yang Ramah Bagi Semua Siswa. Indo-MathEdu Intellectuals Journal, 4(3), 2368-2377.
Ariastuti, R., & Herawati, V. D. (2016). Optimalisasi peran sekolah inklusi. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 1(1), 38-47.
Damayanti, T., Hamdan, S. R., & Khasanah, A. N. (2017). Kompetensi guru di dalam proses pembelajaran inklusi pada guru SD negeri di kota Bandung. Schema: Journal of Psychological Research, 79-88.
Leo, B. C., Chairunnissa, C., & Purwanti, M. (2021). Pengembangan Pemahaman Dan Kemampuan Tutor Di Pkbm Hsks Mengenai Anak Berkebutuhan Khusus Dan Cara Penanganannya. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 5(1), 29-38.
Nasution, F., Ummi, I., Aulia, J. D., Rizka, L., & Adlya, R. (2023). Peranan Guru Bimbingan Konseling Pada Anak Usia Dini. Al-Abyadh, 6(1), 25-34.
Ragil, T. (2022). Peranan Guru Bimbingan Konseling Dalam Layanan Bimbingan Belajar Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusif (Doctoral dissertation, Uin Raden Intan Lampung).
Safirah, B., & Harahap, L. (2022). Strategi Konselor Untuk Mengatasi Kecemasan Anak Berkebutuhan Khusus Selama Belajar Dari Rumah Di Wilayah Kusumodilangan RT 02 RW 11 Surakarta (Doctoral dissertation, FUD/BKI).
Sutarya, M. (2019). Pendidikan Inklusi di Perguruan Tinggi: Studi Pada Pusat Kajian dan Layanan Mahasiswa Berkebutuhan Khusus Politeknik Negeri Jakarta (Doctoral dissertation, Institut PTIQ Jakarta).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H