Hari ini seperti biasa dibawah pandemic covid 19 yang memunculkan sebuah tagar yakni #dirumahaja. Sebuah upaya preventif atau pencegahan dari pemerintah dengan menerapakan social distance. Coba kita sama-sama lihat dulu dengan dunia pendidikan diindonesia berhubung saya juga seorang Mahasiswi disebuah kampus bergengsi di Maluku Utara yang menerapkan sistem Kuliah Online.Â
Begitu banyak Aplikasi serta fitur-fitur media social seperti zoom, WA, Youtube, ruang guru dan lain-lain yang digunakan sebagai jembatan untuk melaksanakan pembelajaran online baik kepada siswa maupun mahasiswa.
Surat edaran Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 3 Tahun 2020 dan surat edaran Sekjen Kemendibud tentang pencegahan Coronavirus Disesasees-19 (covid-19). Dan mulai bulan Maret lalu tahun 2020 Kampus sudah mulai melaksanakan sistem Pembelajaran Kuliah Online.
Berbagai Aplikasi dicoba mulai dari Vilep namun gagal dikarnakan gangguan server, lalu zoom dianggap tidak efektif juga karena beberapa teman mahasiswa sulit mengaksesnya. Lalu digunakan pembelajaran Via WA(WhatsApp) dengan dimulai dari absensi, diskusi, pemberian tugas dikumpulkan via Email, lalu menjawab kuis-kuis, serta UTS/UAS dilakukan dengan membagikan Link kepada mahasiswa, dijawab lalu di kirim deh.
Kemudian, jangan sampai generasi sekarang bukannya ada didikan disiplin tapi malah jadi generasi rebahan. Tapi tenang aja, semua dosen dikampusku selalu tegas, terhadap masalah pembelajaran seperti waktu pengambilan absen harus tepat waktu yang lewat atau tanpa keterangan konsekuensinya adalah alpa, lalu selalu stay tune didepan HP/Leptop jika tidak maka dinyatakan tidak aktiv dalam diskusi, dan pengumpulan tugas harus sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Nah..itulah problem kampus saya. tapi Saya pikir mungkin kampus-kampus yang lain ada yang sama metode pembelajarannya. Â Begitu bagus memang metode pembelajarannya diajarkan untuk selalu disiplin hehe. Tapi, kemudian mulai muncul keluhan-keluhan dari teman-teman mahasiswa seperti tidak ada uang untuk beli paket/voucher WiFi, uang kosan mahal(*dikarnakan latar belakang ekonomi serta tuntutan pemerintah agar tetap dirumah aja), jaringan loading lama(pulang kampung dikarenakan - mending pulang daripada mati kelaparan), banyak tugas dan masih banyak lagi.
Keresahan itulah yang kemudian menjadi problematika. Apakah pihak kampus kurang peka terhadap kondisi yang kondusif ini tapi saya rasa bahwa itu tidaklah mungkin. Beberapa universitas diMaluku Utara sudah mulai peka seperti bunga putri malu yang akan menutup ketika disentuh.Â
Nah mulai memenuhi kebutuhan mahasiswanya seperti pemberian pulsa data secara gratis untuk kuliah online karena keluhan-keluhan tadi. Tapi kampusku ? entahlah apa yang ditunggu.
Karena sebagian besar mahasiswa tumbuh dan besar dari orang tua hebat yang mengabdikan untuk memberikan makan kepada kita semua (petani, penjual buah, dll). Tapi kenapa pihak kampus enggan menengok ke latar belakang mahasiswanya dan seharusnya kemampuan intelektual para dosen di kampus sudah mampu mengabstraksikan asumsi-asumsi public ini. Bahkan isu-isu angin yang menyenangkan bagi mahasiswa kampus putih pun tidak ada hiks.
Dan yang saya sampaikan merupakan perwakilan satu suara dari seribu mahasiswa kepada kampus tercinta kampus putih agar lebih peka terhadap permasalahan dalam dunia mahasiswa ini tanpa memikirkan sebuah ketetapan dan mencoba mendengar penjelasan mahasiswa. Percayalah kami mahasiwa kampus putih punya semangat belajar yang tinggi dikarnakan biaya sekolah yang cukup mahal dan kami pahami itu.