Bismillahirrahmanirrakhim. Dengan menyebut nama Allah, semoga apa yang saya tuliskan ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua. Juga agar kita dapat berkaca, untuk selanjutnya tidak berbuat sesuatu yang akan merugikan orang lain. Apa pun itu kejadian yang menimpa kita, tidak ada satu pun yang luput dari campur tangan Tuhan YME. Selanjutnya, mari kita sama-sama bergerak, menyuarakan sebuah kebenaran dengan sebisa-bisanya. Jangan hanya diam dan menjadi penonton yang pasif. Mari bersuara!
Kasus yang menimpa saya dan Dinda Prameswari atau Dins Publishing berawal dari  pembicaraan kita via telephon. Saat itu saya baru saja pulang dari Hongkong. Sebelumnya kami sudah dekat namun hanya di sosmed. Kami sama-sama berada di bawah naungan komunitas kepenulisan. Awalnya dia adalah teman yang sangat ramah, gembira, positif dan baik. Hingga suatu saat Dinda menawarkan sebuah kerjasama dalam bentuk investasi.
Semula saya menolak ajakan investasi itu. Namun dari beberapa kali negosiasi, akhirnya saya percaya juga. Dan MoU yang di tanda tangani oleh Dinda Prameswari pun di kirimkan ke alamat saya. Semula dia hanya meminta saya untuk berinvestasi sebanyak Rp 10.000.000,- namun beberapa hari kemudian dia minta tambah Rp 5.000.000,- (tidak tercantum dalam MoU)
Atas nama teman-teman di Taiwan, saya di utus untuk ke Jogja menemui Dinda. Dengan membawa surat kuasa dari teman-teman, saya datang dan ternyata Dinda beralasan sedang pergi ke Jakarta. Padahal konfirmasi kedatangan saya sudah dia ketahui sebelumnya. Walhasil, kedatangan saya ke Jogja sia-sia.
Berjalannya waktu, sambil terus mencari informasi dan memaksa Dinda Prameswari untuk komitmen dengan tanggung jawabnya, semakin kemari saya semakin menemukan kebobrokan Dinda dalam management penerbitannya. Banyak sekali complain dari teman-teman penulis yang merasa tidak puas dengan pelayanan penerbit Dins Publishing padahal mereka sudah bayar cash di depan.
Karena melihat kasus yang harus di hadapi oleh Dinda Prameswari begitu banyak dan kompleks, bahkan sata tau ada seseorang yang sudah invest sebesar Rp 300.000.000,- dan Dinda sama sekali tidak merasa bersalah hingga beliau memilih mengiklaskan uangnya sebagai jalan menuju surga. Ada lagi seorang investor yang memberikandananya sebesar Rp 150.000.000,- dan sampai beberapa bulan Dinda tidak melunasi tanggung jawabnya untuk membayar angsuran. Dari sana saya bermaksud membubarkan perjanjian investasi antara saya dengan Dinda. Saya tidak tega menerima uang dari teman saya sementara dia terjerat kasus hutang piutang yang jumlahnya mencapai ratusan juta rupiah hasil dari usaha menipu kesana kemari. Saya hanya minta uang saya di kembalikan. Dan selama beberapa bulan, saya menerima beberapa transferan sebanyak, Rp 200.000,- sampai Rp 500.000,- hingga total terakhir uang saya di Dinda sebesar Rp 12.000.000,-
Â
Terakhir, saya datang ke Jogja pada hari Rabu, tanggal 18 November 2015 bersama seorang sahabat dari Solo yang juga korban Dinda sebanyak Rp 4.800.000,-. Karena setelah beberapa kali kami tidak dapat menghubungi Dinda lewat media mana pun. Hari itu juga kami ke kantor Dins Publishing dengan alamat Jl. Rambutan no.1 Rt.03/56 SAMBILEGI KIDUL MAGUWO HARJO. Saat itu kami tahu bahwa beliau tidak di rumah karena sedang ada acara di Mandar Sulawesi Barat dalam rangka peluncuran buku terbarunya. Karena saya datang dari Jawa Timur, maka saya putuskan untuk menunggu sampai dia pulang.
Saya tinggal di kantor Dins Publishing selama beberapa hari bersama staff kantornya yang bernama Ayunda, yang juga belum di gaji selama dua bulan lamanya. Sampai kami dapat kabar bahwa Dinda telah mendarat dan sampai di Jogja. Namun, ketika saya inbok bahwa saya ada di kantor menunggunya, Dinda berkata bahwa dia di Jakarta. Namun dia tidak dapat mengelak karena kami tahu bahwa dia baru saja makan bersama suami ke dua dan supirnya Pak Mamad di sebuah rumah makan. Saya sampaikan itu kepada Dinda dan akhirnya dia berjanji akan menemui saya keesokan harinya.