Mohon tunggu...
Anisa LailatulFitria
Anisa LailatulFitria Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

saya adalah seorang pelajar yang berminat untuk menulis sebuah artikel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontroversi Pemindahan Ibu kota: Kepentingan Rakyat atau Ambisi Pemerintahan?

21 Oktober 2024   22:31 Diperbarui: 21 Oktober 2024   23:11 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proyek Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur sedang ramai diperbincangkan di Indonesia. Presiden Jokowi menegaskan pemindahan ibu kota sebagai keputusan yang diambil atas nama rakyat, yang diwakili oleh anggota DPR. Namun, perlu dipertimbangkan lebih lanjut: apakah keputusan ini benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat? Jokowi menyebut proyek IKN sebagai langkah strategis untuk kepentingan rakyat. Namun, muncul banyak suara skeptis yang mempertanyakan efektivitas dan relevansi proyek ini. 

Dengan biaya yang sangat tinggi untuk membangun IKN, apakah langkah ini benar-benar sebanding dengan kebutuhan mendesak di banyak daerah yang masih berjuang dalam infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan? Kita seharusnya tidak hanya berfokus pada proyek ambisius, tetapi juga harus memperhatikan masalah nyata yang dihadapi oleh rakyat di berbagai pelosok Indonesia. Pembicaraan tentang pemindahan ibu kota bukanlah hal baru; bahkan ide ini sudah ada sejak zaman Presiden Sukarno. Meskipun Kepala Bapennas, Bambang Brodjonegoro, memberikan beberapa alasan untuk pemindahan tersebut, seperti mendorong pemerataan pembangunan dan mengubah pola pikir pembangunan, kita perlu menanyakan apakah langkah ini benar-benar akan mengatasi ketimpangan yang ada ataukah justru akan menimbulkan masalah baru?. 

menurut Kepala Bapennas Bambang Brodjonegoro data ada enam alasan, antara lain: ketimpangan ekonomi, mendorong pemerataan pembangunan di Indonesia bagian timur; Mengubah pemikiran pembangunan dari Java Center menjadi Indonesia Center; Ada modal yang mewakili jati diri bangsa, keberagaman dan diapresiasi tinggi oleh Pancasila (30 April 2019).

Dengan adanya proyek ini, pemerintah tentu punya alasan untuk mendukungnya, namun apakah akan efektif bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan? Pertama, data yang diperoleh Badan Pusat Statistik (BPS, 2020) menunjukkan bahwa jumlah penduduk pulau Jawa mencapai 151,59 juta jiwa atau setara dengan sekitar 56,10% dari total penduduk pulau 'Indonesia. Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa dan keputusan tersebut masih dapat diterima. Kedua, perekonomian Jawa dan non-Jawa memiliki kesenjangan yang perlu diselesaikan, terkait dominasi dan kontribusi ekonomi dalam bentuk produk domestik bruto (PDB), dimana Pulau Jawa menyumbang 57,89% terhadap PDB nasional pada tahun 2021. yaitu Rp 16.970,8 triliun jika dilihat dari PDB. per kapita mencapai Rp 62,2 juta atau 4.349,5 USD. (infoindonesia.id, 2022). Kontribusi terhadap PDB Pulau Jawa mayoritas berasal dari wilayah Ibu Kota Jakarta dan wilayah pendukungnya, yakni Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang mencapai 20,85%. Dilihat dari PDB per kapita, DKI Jakarta mencapai Rp274,7 juta, sedangkan rata-rata nasional hanya mencapai Rp62,2 juta. Artinya PDB per kapita DKI Jakarta empat kali lebih tinggi dibandingkan rata-rata PDB nasional (databoks.katadata.co.id, 2022). Dengan data tersebut, dikhawatirkan pengembangan IKN tidak memberikan manfaat yang sama bagi seluruh masyarakat Indonesia. 

Jumlah anggaran yang dibutuhkan diperkirakan mencapai ratusan miliar . Di tengah kebutuhan mendesak untuk meningkatkan infrastruktur, pendidikan dan layanan kesehatan di banyak wilayah di Indonesia, banyak yang bertanya-tanya apakah investasi yang signifikan tersebut sepadan dengan manfaatnya. Pendanaan yang besar untuk proyek ini dapat dialokasikan pada isu-isu inti yang dihadapi masyarakat dan hal ini harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah. 

Program pembiayaan pengembangan modal sebanyak 55.555 sampai tahun 2024 akan lebih diperhitungkan terhadap APBN yaitu sebesar 53,3%. Sisanya disumbangkan oleh Pemerintah dan Kerjasama Dunia Usaha (KPBU), swasta, dan BUMN sebesar 46,7%. Kemudian pada tahun 2024 dan seterusnya, pendanaan untuk IKN ditingkatkan melalui PPP dan investasi swasta. Pembiayaan yang diberikan APBN mayoritas tidak sesuai dengan janji Jokowi pada Mei 2019 saat awal pengumuman proyek pemindahan ibu kota, yang menyatakan bahwa pembangunan ibu kota negara tidak akan membebani APBN. Modus "tidak membebani APBN" ini mirip dengan proyek kereta cepat Jakarta -- Bandung. Awalnya pemerintah juga mengatakan tidak akan membebani APBN, namun nyatanya juga membebani APBN. Rp. 4,3 triliun. Bahkan, pendanaan kereta cepat ini mengalami peningkatan biaya dari sebelumnya sekitar Rp 1.000.000. 86,67 triliun Rp. 114,24 miliar.

jika alasan pemindahan ibu kota adalah untuk memiliki ibu kota yang mencerminkan jati diri bangsa, kebhinekaan, dan menjunjung tinggi Pancasila, maka itu pun merupakan alasan yang terkesan asal-asalan. Selama ini, apakah Jakarta dianggap tidak bertanggung jawab atau kurang memiliki jati diri bangsa, kebhinekaan, dan apresiasi terhadap Pancasila? Jika tidak, indeks apa yang harus digunakan untuk menilai apakah Jakarta tidak mempunyai atau tidak cukup karakteristik ketiga faktor tersebut? Misalnya, apakah Pilkada 2017 dijadikan indikator untuk menilai Jakarta tidak mewakili jati diri bangsa, menentang keberagaman, dan meremehkan Pancasila? Tentu saja alasan ini tidak masuk akal.

Proyek Pemindahan ibu kota Indonesia (IKN) ke Kalimantan Timur memunculkan berbagai pertanyaan dan kritik mengenai efektivitas dan kesesuaiannya bagi seluruh masyarakat Indonesia. Meski pemerintah melalui pernyataan Presiden Jokowi dan Kepala Bapennas memberikan alasan strategis atas pemindahan ibu kota. Untuk mengamankan proyek IKN dan menghindari kontroversi, pemerintah harus terus mendengarkan aspirasi berbagai kelompok masyarakat, agar tidak ada pihak yang dirugikan. Semoga IKN tidak hanya menjadi simbol kemajuan namun juga membawa manfaat nyata bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pada akhirnya, pembangunan berkelanjutan dan merata harus menjadi tujuan utama agar setiap warga negara merasakan dampak positif dari setiap kebijakan yang diambil.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun