Jakarta - Direktur The Indonesia Intellegence Institute Ridlwan Habib menilai pelabelan kelompok kriminal bersenjata (KKB) atau organisasi Papua merdeka (OPM) sebagai kelompok separatis teroris (KST) sudah efektif. Dengan label tersebut, aparat penegak hukum menjadi tidak ragu dalam bergerak."Sekarang kita lihat bahkan tidak sekedar KST yang ada di lapangan tetapi juga para donaturnya sekarang kan pada ditangkapi. Bahkan ada politisi juga yang kemudian mulai ditangkap," kata Ridlwan dalam acara Trijaya Hot Topic Petang dengan tema "Penegakan Hukum Kelompok Separatris Papua", Selasa (29/6/2021).
Ridlwan menambahkan, label teroris terhadap KST dengan klausul UU Nomor 5 tahun 2018 mencerminkan pemerintah telah tegas terhadap kelompok ini. Bahkan UU ini tidak hanya menjerat KST tapi juga pendukunganya.
"Saya kira  ini dengan UU Terorisme mereka bisa disidik  dalam artian turut serta dalam tindakan terorisme mendukung apalagi mengkampanyekan gerakan seperti ini. Itu bisa kena klausul pasal di UU nomor 5 tahun 2018, pasal 13A atau juga bisa kena pasal 14, jadi turut serta dalam operasi, tindakan-tindakan propaganda terorisme. Ancaman hukumannya 4 tahun," ujarnya.
Menurut Ridlwan, UU ini menjadi tantangan bagi aparat penegak hukum untuk menangkap mereka yang terlibat di KST.
"Saya sebut misal Veronika Koman. Dia aktif sebagai juru arbitrasi. Kalau enggak ditangkap orang akan berpikir, loh itu bebas saja ya yang telah mengkampanyekan kemerdekaan Papua, mengkampanyekan penindasan oleh TNI. Kenapa enggak ada proses hukum," kata dia.
Sementara itu Tenaga Ahli Kedeputian V Kantor Staf Presiden, Mufti Makarim mengatakan, penanganan KKB sebagao KST merupakan bagian dari  pemulihan keamanan di wilyah-wilayah pegunungan terutama yang selama ini kerap menjadi lokasi tindak kekerasan dari kelompok-kelompok tersebut.
"Pemerintah harus mengambil tindakan-tinadakan yang sifatnya terukur, lokasi spesifik, lalu kerangka operasinya juga dikhususkan pada persoalan atau perkembangan situasi yang memang terjadi di wilayah tersebut," kata Mufti.
KKB dalam beberapa tahun terakhir bergeser pola serangan dari menyerang aparat keamanan kini ke masyarakat sipil dan fasilitas sipil. Serangan tersebut bentuknya sudah mengarah pada hal yang mengkhawatirkan dan kemudian disebutlah mereka sudah melakukan tindakan yang mengarah pada teror.
"Tentu untuk bisa sampai pada penegakan hukum yang nomenklaturnya adalah tindak pidana terorisme seagaimana diatur dalam UU nomor 5 tahun 2018 dibutuhakn pendalamn lebih jauh karena harus terpenuhi unsur-unsur pidana sesuai UU tersebut. Sehingga jika tidak memenuhi unsur pidana maka sebenarnya aksi-aksi mereka akan diproses oleh hukum dengan kententuan UU yang ada," paparnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H