Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan menjelaska tentang rencana pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi sembako dan jasa pendidikan.
Menurut Ditjen Pajak, kebijakan bebas PPN terhadap sembako dan jasa pendidikan saat ini dianggap tidak memenuhi rasa keadilan.
Pastinya rencana ini banyak dikritik oleh kalangan lainnya karna wacana yang disusun pemerintah ini merupakan rencana yang kejam.Sebab, wacana muncul saat kondisi perekonomian sedang tertekan karena krisis pandemi Covid-19.
Hal ini berpotensi menambah beban hidup masyarakat yang sudah dibebani kondisi sulit adanya pandemi Covid-19.
Pemerintah harus mengkaji ulang secara sosiologis baik dari sisi produksi ataupun konsumsi terhadap rencana tersebut, dikarenakan kenaikan PPN terhadap bahan pokok sangat berpotensi semakin memberatkan kehidupan masyarakat
Wacana pemerintah akan memungut PPN bagi sejumlah barang dan jasa yang sebelumnya bebas dari objek pajak mengemuka belakangan ini. Salah satunya pungutan PPN akan dikenakan ke sembako dan biaya sekolah.
Wacana itu mengemuka setelah draf Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) beredar ke publik. Rencana pengenaan PPN terhadap sembako tersebut akan diatur dalam Pasal 4A draf revisi UU. Dalam draf beleid tersebut, barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN. Dengan penghapusan itu berarti barang itu akan dikenakan PPN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H