Dalam menghadapi tantangan ekonomi yang beragam, kebijakan suku bunga menjadi salah satu instrumen penting yang digunakan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas ekonomi sekaligus mendorong pertumbuhan. Namun, pertanyaan yang muncul adalah kapan suku bunga yang ideal dapat diterapkan untuk benar-benar memulihkan ekonomi Indonesia, terutama pasca-pandemi dan gejolak global lainnya?
Suku bunga adalah senjata ganda. Di satu sisi, suku bunga rendah dapat merangsang pertumbuhan ekonomi dengan mendorong konsumsi dan investasi. Kredit menjadi lebih murah, sehingga baik individu maupun perusahaan lebih berani meminjam untuk melakukan ekspansi bisnis atau memenuhi kebutuhan konsumsi. Di sisi lain, suku bunga yang terlalu rendah dalam jangka panjang bisa mendorong inflasi dan menciptakan gelembung aset yang berbahaya bagi kestabilan ekonomi. Oleh karena itu, menemukan keseimbangan yang tepat menjadi tantangan tersendiri.
Dalam konteks pemulihan ekonomi Indonesia, suku bunga rendah yang diberlakukan selama pandemi memang membantu menjaga ekonomi tetap bergerak. Namun, inflasi global yang meningkat, dipicu oleh gangguan rantai pasok dan kenaikan harga komoditas, memaksa bank sentral di seluruh dunia, termasuk Indonesia, untuk mempertimbangkan kenaikan suku bunga. Pada 2023, misalnya, Bank Indonesia mulai menaikkan suku bunga acuan sebagai respons terhadap tekanan inflasi.
Suku bunga yang ideal untuk pemulihan ekonomi Indonesia harus mempertimbangkan beberapa faktor. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang sehat dan berkelanjutan harus menjadi prioritas. Suku bunga yang terlalu tinggi bisa menahan pertumbuhan tersebut dengan menekan sektor riil, terutama UMKM yang sangat bergantung pada kredit murah. Sementara itu, suku bunga yang terlalu rendah bisa menimbulkan ketidakstabilan harga, sehingga melemahkan daya beli masyarakat.
Kedua, inflasi harus tetap terkendali. Di tengah kondisi global yang tidak menentu, seperti ketegangan geopolitik dan perlambatan ekonomi dunia, inflasi yang melonjak bisa menjadi ancaman serius. Bank Indonesia harus menggunakan suku bunga sebagai alat untuk menjaga inflasi pada level yang moderat, sekitar 2-4%, agar daya beli masyarakat tetap stabil dan mendorong konsumsi sebagai motor penggerak ekonomi.
Ketiga, kondisi sektor keuangan juga menjadi pertimbangan. Kenaikan suku bunga yang terlalu cepat bisa memicu arus keluar modal asing, meningkatkan volatilitas pasar, dan memperlemah nilai tukar rupiah. Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, suku bunga ideal harus dipertimbangkan secara matang agar tidak menimbulkan gejolak di pasar keuangan.
Dalam situasi yang penuh ketidakpastian seperti saat ini, suku bunga yang ideal bagi pemulihan ekonomi Indonesia mungkin berada di antara kebijakan moneter yang akomodatif dan preventif. Bank Indonesia harus berhati-hati dalam menjaga keseimbangan antara mendorong pertumbuhan ekonomi dan menekan inflasi. Dengan menjaga stabilitas sektor riil dan keuangan, serta memperhatikan daya beli masyarakat, Indonesia dapat menemukan suku bunga yang tepat untuk mendukung pemulihan ekonomi jangka panjang.
Pada akhirnya, kebijakan suku bunga yang ideal tidak bersifat statis, tetapi harus fleksibel dan responsif terhadap perubahan dinamika ekonomi, baik domestik maupun global. Bank Indonesia harus terus memantau indikator ekonomi utama, seperti inflasi, pertumbuhan, dan kestabilan pasar, untuk memastikan bahwa suku bunga yang diterapkan benar-benar mendukung pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H