Mohon tunggu...
Anisa Aulia Olfah
Anisa Aulia Olfah Mohon Tunggu... -

http://anisa-dreamland.blogspot.com **Seorang yang suka bemimpi dan selalu bermimpi jika tertidur. Punya banyak impian yang ingin dicapai, beberapa ada yang sudah tercapai namun ada juga yang sulit untuk dicapai. Ingin selalu tegar walau sudah lelah**

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Merindukanmu Setengah Mati

30 Maret 2012   00:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:17 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13330681761218845934

Aku mencintaimu…

Beribu-ribu hari…

Berjuta-juta waktu…

Bertahun-tahun…

Engkau masih saja ada dihatiku…

Aku sangat merindukanmu…

“Fai… tunggu… jangan pergi” teriakku sambil mengayunkan tangan kananku diatas angin.

Kau tetap saja melangkah mundur perlahan dengan satu tangan yang juga mengayun diatas angin seperti menyambut tangan kananku. Mata indahmu yang berbinar menatapku tulus dengan senyum menawanmu. Kedua lesung pipimu membuat lubang yang simetris dikanan dan dikiri semakin menambah ketampananmu.

Aku merindukanmu setengah mati. Berhari-hari kau selalu hadir dalam mimpiku seolah sedang mengobati rinduku. Tetapi… rinduku tak jua terobati malah membuatku semakin merindukanmu berkali-kali lipat. Akh… rinduku tak terobati, bagaimana aku mengatasi rindu ini? aku ingin sekali berjumpa denganmu, menatap wajahmu, menyentuh pipimu dan mengecup bibirmu.

Kau cinta pertamaku hingga kini tetap kau yang selalu menguasai hati dan pikiranku. Banyak hal yang sudah kita lewati bersama, kenangan-kenangan itu masih jelas di ingatanku. Aku tetap menyimpan kenangan kita. Sengaja tetap kurawat kenangan-kenangan itu karena kita sudah tidak bisa lagi membuat kenangan yang baru.

Fai, aku belum sempat mengucapkan maaf padamu. Menuduhmu dengan kejam karena kecemburuanku yang tak terkendali. Hari itu menjadi hari pertengkaran kita yang terakhir. Aku menyesal tidak memberikanmu kesempatan untuk menjelaskan. Kau mengejarku yang sedang marah dengan amarah.

Aku mengamatimu dari dalam angkot berkaca bening duduk dipojok. Kau mengejarku dengan motor, kulihat bibirmu bergerak-gerak sedang mengucapkan sesuatu, aku tidak bisa mendengar ucapanmu. Kau terus melihat kearahku. Saat aku memalingkan muka kearah lain, tiba-tiba aku mendengar suara yang menggelegar disekitarku beserta teriakan orang-orang. Angkot yang kutumpangi mendadak berhenti. Aku berbalik arah menoleh kebelakang, aku sudah tidak melihatmu mengikuti angkot. Yang kulihat adalah kerumunan orang-orang yang sedang mendekati sesuatu. Aku turun dari angkot dengan bingung, mengikuti sopir dan penumpang lain diangkot ini, menuju arah keramaian itu. Aku nyaris terbang dari ragaku, terkulai lemas dengan tubuh yang gemetar. Jantungku terus saja berdetak cepat berlomba-lomba dengan waktu. Aku tak bisa mengeluarkan suaraku untuk mengatakan apapun, hanya airmataku yang mengalir. Aku terduduk disampingmu dan memegang erat jemarimu. Mata kita saling beradu pandang. Kau juga tak bisa mengucapkan sepatah katapun, kau hanya bicara dari matamu, matamu yang tulus mengatakan bahwa kau sangat mencintaiku. Dan… pelan matamu mulai menutup. Ku peluk kau dengan erat tak perdulikan orang-orang disekitarku yang menjadikan peristiwa ini adalah sebuah tontonan tragis. Peristiwa langka yang biasanya hanya mereka lihat di televisi/film saja.

Motormu hancur. Entah bagaimana peristiwa itu terjadi, motormu bertabrakan dengan truk dari arah yang berlawanan. Kondisi tubuhmu sekarat dan mengenaskan. Entah pingsan atau kau sudah lepas dari ragamu saat kupeluk. Aku menemanimu saat kau dilarikan ke rumah sakit dengan angkot yang tadi kutumpangi. Didalam angkot aku masih saja memegangi jemarimu tanpa kata-kata, hanya isakan yang terdengar.

Kini, 10 tahun sudah berlalu sejak peristiwa itu. Aku masih setia dengan hatiku. Bahkan ketika 5 tahun yang lalu aku memutuskan menerima pinangan dari seorang teman yang selalu mengejar-ngejarku. Kami menikah, atas dasar… “tidak ada”, aku hanya menuruti nasehat orang tuaku yang selalu menginginkan aku menikah dan punya anak.

Hatiku terikat padamu, Fai. Aku tidak bisa mencintai lelaki lain dalam hidupku. Aku tetap menikmati cintaku padamu walau hanya dalam anganku saja. Rumah tanggaku tidak berjalan baik, karena aku tidak bisa membuka hati untuk dia, dia sabar sekali menghadapi sikapku yang dingin padanya. Akhirnya rumah tangga kami berada diujung tombak, aku dan dia sudah tidak bisa menjalani kehidupan bersama, itu menurutku. Aku meminta pergi dari hidupnya dan menjalani kehidupan masing-masing. Dengan begini, aku berhenti menyakitinya, dia bisa menemukan wanita lain yang bisa memberinya kebahagiaan.

Aku kembali sendiri. Tangisku masih tidak hilang. Nyaris setiap malam air mataku menetes. Maaf… aku bukan masih tidak bisa mengikhlaskanmu pergi, tapi inilah cintaku. Aku mencintaimu dengan air mata ini. Cinta tulusku, tak mengharapkan imbalan, tidak harus memilikimu, tidak harus bersamamu.

Bagiku, kau tetap hidup, ada didalam hatiku.

Bagiku, disetiap malamku selalu ada kamu, dalam bayangan.

Kenangan… Air mata… Kesendirian…

Aku masih bahagia dengan cinta ini…

Sungguh, aku merindukanmu dengan segenap jiwa ragaku

Inspirasi dari kisah nyata beberapa orang temanku, dijadikan dalam satu cerita.

Dedikasi u/ Teni, Susy, Maya, Ichal, Alm. Titi, Alm Pur dan diriku sendiri.

Kotabaru @home 23:20 Wita, Kamis 29 Maret 2012

Puisi tahun 1999 ditulis di Kotabaru

RUMAHMU

Tiang rumahmu tertancap hanya dua

Diatas tanah merah yang basah

Disiram hujan buatan yang diramu dengan Yasin

Musim semi memperindah rumahmu

Malam tiba, kau ditemani jangkrik

Yang terus bernyanyi untukmu

Agar kau tak sepi

Dan lentera hati menerangi rumahmu

Tunggulan aku disurgamu sayang...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun