Kesejahteraan perawat menjadi hal terabaikan, gaji yang rendah membuat beban kerja dan upah yang diterima tidak sesuai. Beberapa Rumah Sakit Badan Layanan Umum (BLU), Rumah Sakit Swasta dan Klinik Kesehatan di Indonesia sebagian sudah dapat memberikan gaji yang sesuai kepada perawat-perawatnya tapi hal tersebut tidak dirasakan oleh perawat di daerah-daerah kecil di Indonesia. Jika perawat dengan status PNS telah mendapatkan gaji sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Pemerintah, namun hal tersebut berbanding terbalik dengan Perawat daerah yang berstatus honor dengan gaji Rp.500.000,- per bulannya, bahkan masih ada juga perawat yang berstatus sukarela.
Untuk memperbaiki sistem penggajian perawat agar lebih terstandar dibutuhkan komitmen yang kuat dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta semua stakeholder dalam menjalankan amanat Undang-Undang No. 38 tentang Keperawatan Pasal 36 (b) yang bunyinya; perawat berhak menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah diberikan. Sistem penggajian yang baik merupakan salah satu hal yang dapat meningkatkan motivasi dan kepuasan perawat dalam bekerja. Sebuah kajian yang dilakukan pada tahun 2006 menemukan bahwa sementara 45% para pekerja yang berpendapat bahwa gaji merupakan faktor utama dalam kehilangan talenta yang unggul, sedangkan 71% para pekerja yang berprestasi menyebutnya sebagai alasan teratas (Robbins & Judge, 2013). Gaji yang sesuai dapat memotivasi perawat bekerja dengan lebih baik.
Gaji yang sesuai dengan tanggung jawab merupakan unsur kepuasan kerja secara keseluruhan dan berpengaruh dengan dan komitmen untuk bekerja. Kaplan dan Brown (2008) mengemukakan bahwa ketidakpuasan atas gaji akan meningkatkan angka turnover perawat di Rumah Sakit. Kepuasan gaji dapat diartikan bahwa seseorang akan terpuaskan dengan gajinya ketika persepsi terhadap gaji dan apa yang mereka peroleh sesuai dengan yang diharapkan.
Motivasi, kepuasan kerja, dan turnover merupakan efek yang dirasakan dari sistem penggajian. Andini (2006) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa kepuasan gaji, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi merupakan faktor yang mempengaruhi turnover intention. Hal ini menggambarkan bahwa sistem penggajian tidak dapat diabaikan di dalam pengelolaan sebuah organisasi.
Perawat merupakan sumber daya manusia yang krusial di dalam sistem pelayanan kesehatan, pada kenyataannya masih banyak yang digaji tidak sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan. Perawat khususnya yang berstatus Non Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS) masih digaji di bawah Upah Minimum Kerja (UMK) bahkan masih ada perawat yang digaji sangat tidak layak.
Salah satu fenomena yang kita temukan adalah akibat dari turnover yang membuat perawat-perawat bertalenta memilih untuk bekerja di luar negeri dengan tawaran gaji yang lebih tinggi, selain itu pilihan dari beberapa perawat yang memilih untuk bekerja di profesi lain seperti sebagai pegawai bank, perusahan finance, dan lain sebagainya dengan alasan yang sama yaitu karena ketika mereka bekerja sebegai perawat, kesejahteraan mereka terabaikan, mereka dibayar sangat murah dan hal sama sekali tidak berbanding lurus dengan tanggung jawab pekerjaan yang di emban. Hal ini juga sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Flinkman, Laine, Leino-kilpi, Hasselhorn, & Salantera (2008) bahwa 26% perawat sering berpikir untuk meninggalkan profesinya, terkait dengan kelelahan, peluang pembangunan yang buruk, kurangnya komitmen profesional yang afektif, rendahnya kepuasan kerja, konflik keluarga-kerja dan tuntutan kerja kuantitatif yang lebih tinggi. Alasan untuk mempertimbangkan berangkat dari ketidakpuasan dengan gaji, tuntutan kerja, shift kerja/ jam kerja dan status pekerjaan yang tidak pasti.
Unjuk rasa yang dilakukan oleh perawat honorer pada tanggal 16 Maret 2017 yang lalu merupakan unjuk rasa yang menuntut perawat memiliki hak sama dengan profesi lain dalam penetapan atau pengangkatan PNS yang sebelumnya telah mengabdi begitu lama namun belum mendapatkan kejelasan masa denpa. Unjuk rasa tersebut juga menjadi puncak sekaligus wadah perawat- perawat non PNS untuk menyuarakan nasibnya tentang kesejahteraan perawat yang terabaikan dan kondisi perawat di daerah yang dibayar tidak layak bahkan tergolong sangat murah untuk tenaga profesional yang bekerja dengan tuntutan dan resiko yang tinggi.
Analisis stakeholder diupayakan dapat menghasilkan suatu evaluasi kebijakan yang nantinya bisa digunakan sebagai rekomendasi dalam revisi kebijakan terkait penggajian tenaga keperawatan. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No. 36 tentang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang No. 38 tentang Keperawatan, Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, dan sejumlah peraturan daerah tingkat provinsi dan kota dapat dijadikan payung hukum guna mengintegrasikan standar penggajian perawat non PNS ke dalam sistem perencanaan dan penganggaran yang berlaku.
Semoga perawat di Indonesia ke depannya lebih diperhatikan kesejahteraannya, sehingga perawat sebagai tenaga profesional yang memiliki risiko dan beban pekerjaan yang tinggi dapat mendapat imbalan dan hak yang sesuai. Mari bersama kita tingkatkan pelayanan dan profesionalitas kita, karena perawat bukanlah profesi yang layak untuk dibayar murah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H