Pada kesempatan kali ini, saya akan menjelaskan sedikit serta memberikan opini tentang Akad Istishna dalam kehidupan sehari-hari dan juga dalam Perbankan Syariah.
Sebelumnya, saya akan memberitahukan pengertian dari Akad Istishna dalam Fiqih Muamalah. Didalam PSAK 104 dijelaskan bahwa Akad Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni) dengan penjual (pembuat/shani). Jadi bisa dipahami dari pengertian tersebut bahwa Akad Istishna itu adalah akad dengan cara pemesanan barang oleh pemesan dan penjual akan membuatkan barang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemesan.
Dalam dasar hukum transaksi akad istishna adalah merupakan perjanjian yang halal dan hukumnya telah didasarkan atas petunjuk Al-Quran, As-Sunnah dan Al-Ijma dikalangan umat islam. Dasar hukum akad istishna dalam as-sunnah berbunyi sebagai berikut. Yang artinya "Dari Anas ra. Nabi SAW hendak menulis surat kepada raja non-arab, namun raja-raja non-arab tersebut tidak sudi menerima surat yang tidak distempel. Maka beliaupun memesan agar ia dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas mengisahkan : "Seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih ditangan beliau."" (HR. Muslim). Dilihat dari perbuatan Nabi dalam hadist tersebut bisa dipahami bahwa akad istishna itu diperbolehkan.
Salah satu contoh transaksi Akad Istishna dalam kehidupan sehari-hari adalah pembuatan baju. Dalam pembuatan baju, seseorang bisa datang kepada penjahit maupun desainer untuk memesan baju sesuai apa yang diinginkan, sekaligus juga dengan ukuran-ukurannya. Untuk mekanisme pembayaran Akad Istishna bisa dilakukan dengan pembayaran dimuka secara keseluruhan maupun secara sebagian terlebih dahulu sesuai dengan bagaimana penjahit tersebut menentukannya. Selain cara itu, juga ada cara pembayaran saat penyerahan barang maupun selama proses pembuatan tersebut.
Selanjutnya salah satu contoh transaksi Akad Istishna dalam perbankan syariah yaitu sistem Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Jadi apabila ada seorang nasabah yang ingin membangun rumah sesuai keinginannya, nasabah tersebut dapat memesan rumah KPR di perbankan syariah yang menyediakan fasilitas tersebut. Sesuai dengan namanya yaitu KPR (Kredit Pemilikan Rumah), maka pembayaran yang dilakukan nasabah yaitu dengan melakukan pembayaran cicilan atau kredit atas pemesanan rumah tersebut sejak ditandatangani atau dengan cara pembayaran lain yang telah disepakati bank dan nasabah. Namun sebelum membuat kesepakatan tersebut, biasanya nasabah harus melakukan simulasi KPR terlebih dahulu. Tapi disisi lain Akad Istishna ini sangat jarang sekali digunakan didalam perbankan, karena Akad Istishna termasuk kepada akad yang sulit di implementasikan. Alasannya adalah karena bank harus menyerahkan dana diawal, yang artinya bank harus menanggung risiko yang sangat besar apabila dana yang dikeluarkan tersebut tidak kembali.
Selain risiko yang telah dijelaskan sebelumnya, bank Syariah juga memiliki risiko-risiko lainnya dalam penerapan akad istishna ini. Pertama, adanya alternatif akad yang lain. Dalam fiqih muamalah terdapat banyak akad-akad transaksi lainnya. Nah, jika akad istishna dibandingkan dengan akad-akad yang lain sudah dipastikan banyak nasabah yang memakai akad lain tersebut karena merupakan akad yang lebih mudah diimplementasikan. Akad lain di bank Syariah dalam pembiayaan kepemilikan rumah yaitu terdapat akad Musyarakah Mutamaqisah (MMQ) dan juga akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT). Kedua, kurangnya pemahaman karyawan terhadap akad istishna. Didalam transaksi akad istishna harus membutuhkan penanganan yang cukup kompleks, jadi jika dari karyawannya saja tidak begitu memahami akad istishna maka akan menimbulkan risiko bagi bank. Ketiga, risiko kegagalan developer. Telah dipahami bahwa akad istishna merupakan akad yang digunakan untuk transaksi pemesanan terhadap barang yang belum jadi, nah jika barang yang dipesan tersebut tidak memenuhi kriteria seperti apa yang diinginkan oleh nasabah juga akan memicu nasabah untuk mengajukan pembatalan kontrak. Walaupun sebenarnya pada dasarnya akad istishna itu tidak dapat dibatalkan, namun kecuali pembatalan tersebut telah memenuhi kondisi seperti : kedua belah pihak telah setuju untuk mengehentikannya dan pembatalan akad demi hukum yang ditimbulkan karena kondisi hukum yang dapat mengahalangi pelaksanaan dan penyelesaian pada transaksi akad istishna tersebut.
Dari risiko-risiko tersebut pastinya juga terdapat upaya-upaya bank Syariah untuk menanggulangi maupun meningkatkan pembiayaan dalam transaksi akad istishna. Pertama, Kerjasama dengan developer. Kedua, Meningkatkan pemahaman karyawan atas akad istishna. Ketiga, Mengkaji ulang penerapan pembiayaan pada akad istishna.
Selain itu kalian tau tidak, bahwa terdapat akad yang hamper mirip dengan akad istishna, yaitu akad salam. Akad istishna dan akad salam sama-sama merupakan akad transaksi yang menggunakan proses pemesanan. Akad tetapi perbedaan dari kedua akad ini adalah jika akad istishna adalah akad jual beli yang dalam prosesnya memerlukan pembuatan barang terlebih dahulu untuk memenuhi pesanan pembeli, sedangkan akad salam adalah akad transaksi yang tidak membutuhkan proses produksi barang dulu sebelum diserahkan. Tetapi pada intinya, akad istishna dan akad salam sudah dipastikan berbeda.
Kesimpulan dari penjelasan sedikit tentang akad istishna ini menurut saya adalah semua akad-akad pada transaksi didalam fiqih muamalah itu diperbolehkan, namun bagaimana cara mengimplementasikannya saja. Setiap suatu perbuatan yang memiliki kekurangan pastinya juga memiliki kelebihan, dan kekurangan tersebut pun sudah pasti memiliki cara untuk menanggulanginya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H