Kemiskinan struktural adalah jenis kemiskinan di mana kondisinya terisolasi dari struktur sosial dan lingkungan, di mana faktor sosial dan lingkungan itulah yang menghalangi masyarakat miskin keluar dari jurang kemiskinan. Beberapa faktor yang memengaruhi kemiskinan struktural termasuk pola pikir dan gaya hidup yang salah. Faktor pertama yang membuat masyarakat terhambat dan sulit keluar dari kemiskinan adalah sikap pasrah pada nasib, yang menjadikan mereka percaya bahwa kemiskinan mereka adalah takdir dan tidak dapat diubah.Â
Mereka bukanlah pemalas, justru sebaliknya, mereka adalah orang-orang yang tunduk pada takdir. Masyarakat miskin bukan tidak mau bekerja, tetapi mereka cepat puas dengan apa yang telah didapatkan. Studi juga menunjukkan bahwa uang dipandang negatif oleh masyarakat. Ketika tetangga atau orang lain di sekitar mengalami peningkatan pendapatan atau secara bertahap menjadi lebih sukses, mereka malah dijauhi dan disindir. Namun, jika masyarakat di sekitarnya mengalami nasib yang sama, orang-orang miskin tersebut merasa aman.Â
Mereka menganggap bahwa jika memiliki teman yang sama dan memiliki nasib yang sama, mereka mempunyai teman seperjuangan dan sepenangungan hingga akhirnya merasa nyaman di lingkungan yang tidak berkembang ini. Kemudian anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga miskin, cenderung menganggap kondisi kehidupan mereka normal dan wajar. Akar masalah ini bermula saat mereka tumbuh di usia dini dalam lingkungan yang menanamkan mindset seperti itu.
Faktor kedua adalah kesulitan mendapatkan pendidikan berkualitas tinggi. Hanya sekolah yang tidak memiliki akreditasi yang rendah dan memiliki kualitas pendidikan yang buruk yang dapat diakses oleh warga miskin. Jika dibandingkan dengan sekolah yang memiliki akreditasi tinggi, lingkungan pergaulan yang didapatkan cenderung tidak sehat.Â
Akses ke sekolah juga sulit, terutama bagi mereka yang tinggal di pedalaman. Banyak fasilitas pendukung yang kurang, terutama di daerah pedalaman, seperti yang dapat kita lihat sendiri. Mereka yang lahir dari keluarga miskin seringkali tidak memiliki lingkungan belajar yang nyaman. Situasi di rumah yang tidak nyaman, belum lagi jika perlu membantu orang tua mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
 Anak-anak yang terlahir dari keluarga yang ekonominya lebih baik dan lingkungan yang memberikan dukungan lebih besar dalam pendidikan dan pembelajaran justru lebih mudah, dibandingkan dengan anak yang terlahir dari keluarga miskin, di mana tantangan yang didapatkan jauh lebih sulit. Anak-anak dari keluarga miskin yang dapat memperbaiki kondisi ekonomi keluarga memang ada, tetapi sayangnya tidak banyak.Â
Pelajar dari keluarga miskin kebanyakan terpaksa meninggalkan sekolah, untuk membantu membiayai kehidupan mereka. Ironisnya, situasi inilah yang menyebabkan mereka meninggalkan sekolah dan tidak menyadari bahwa putus sekolah, justru menghilangkan harapan untuk mengubah nasib mereka, sampai akhirnya mereka terpaksa masuk ke dalam perputaran kemiskinan.
Faktor terakhir yang menjadi penghambat bagi masyarakat yang terdapat dalam lingkaran kemiskinan yaitu, kekurangan sumber daya. Hal ini merupakan komponen struktural yang menyebabkan kemiskinan. Ada pepatah yang mengatakan bahwa menjadi orang miskin lebih mahal daripada menjadi orang kaya.Â
Orang-orang dengan kondisi keuangan yang lebih baik mungkin lebih mudah mendapatkan pemodalan dengan bunga yang lebih rendah dari bank atau institusi keuangan lain. Mereka juga mungkin lebih mudah mendapatkan pemodalan dari venture capital atau jenis pemodalan lain yang lebih menguntungkan dan memudahkan secara finansial. Tidak seperti orang miskin yang hampir tidak memiliki akses ke perbankan, terutama di daerah pelosok, bunga yang dikenakan pada mereka jauh lebih kejam dan sadis. Selain itu, lebih mungkin bagi orang-orang yang miskin untuk menjadi korban rentenir, pinjaman utang yang tidak sah, dan tengkulak yang memasang bunga yang sangat tinggi. Yang pada akhirnya memperburuk keadaan mereka karena mereka harus membayar pinjaman yang sangat tinggi.Â
Contoh lain adalah mereka yang memiliki sumber daya finansial yang lebih baik, dapat membeli aset seperti rumah, mobil, dan perangkat elektronik dengan bunga cicilan pendek yang rendah. Di sisi lain, mereka yang memiliki sumber daya finansial yang kurang, dapat menyicil barang seperti motor selama bertahun-tahun dengan bunga yang tinggi, bahkan bunga yang didapatkan setara dengan harga barang yang mereka beli.
Seperti itulah kemiskinan struktural yang terjadi di Indonesia, di mana orang miskin seperti terjebak atau terisolasi dalam lingkaran setan yang sulit untuk ditembus dan terus memperparah ketimpangan sosial dalam masyarakat. Ada kemungkinan bahwa kemiskinan struktural dapat diselesaikan. Faktanya, banyak negara telah berhasil memutus rantai kemiskinan dan menjadi negara maju dengan penduduk yang sejahtera.Â