Aktivis lingkungan Bersihkan Indonesia meluncurkan platform kampanye #BersihkanBankmu untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat Indonesia terutama nasabah bank nasional guna mendukung pemberhentian pendanaan pada bisnis batubara yang sangat berdampak serius pada laju persoalan krisis iklim. Bukan hanya itu, upaya pembuatan petisi pun juga direalisasikan.
Menanggapi hal tersebut, Research and Program Manager Trend Asia Andri Prasetyo memaparkan bahwa dalam kampanye ini masyarakat perlu mendukung upaya pencegahan persoalan tersebut dengan mengisi sebuah petisi.
"Bermula dari petisi kemudian yang lain-lain, mulai dari petisi itu kita bisa cari tau lebih lagi, temen-temen bisa bantu dukung dengan petisi untuk mendorong bank-bank untuk tidak lagi mendanai batu bara ini, supaya mereka sadar selama ini tidak ada penekanan baik dari kebijakan maupun publik," ucap Andri saat siaran langsung di Instagram @bersihkanindonesia pada Rabu, (24/02).
Study Intitute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) mengungkap terdapat seratus lembaga finansial global yang telah memiliki kebijakan sebagai upaya untuk keluar dari pendanaan sektor energi kotor batubara. Sementara, laporan Urgenwald (2020) menyebutkan terdapat enam bank nasional Indonesia yang memilki portofolio pembiayaan untuk perusahaan batubara dan hingga saat ini belum ada bank nasional di Indonesia yang menyatakan secara terbuka mendukung kebijakan tersebut.
Masih terdapat bank nasional maupun swasta yang mendanai proyek energi kotor di dalam negeri. Salah satu alasannya, karena hingga kini kesadaran publik menekan bank-bank tersebut dalam menghentikan pendanaan pada proyek yang ada belum terbangun. Untuk itu, perlu adanya tekanan publik perihal pembiayaan energi terbarukan agar dapat segera direalisasikan.
Berdasarkan hasil temuan penelitian dan lapangan Greenpeace batubara memberikan daya rusak hampir di semua sendi kehidupan mulai dari lingkungan, kesehatan, sosial, serta ekonomi masyarakat. Â Selain itu, energi batubara atau fosil juga merupakan salah satu penyumbang paling signifikan terhadap emisi karbon global.
Menanggapai hal tersebut, salah satu Nasabah Bank Mandiri, Andika Ramadhan merasa miris dan prihatin bahwa dana yang dikelola oleh bank dipergunakan untuk energi kotor.
Andika menilai bahwa masyarakat serta nasabah perlu meningkatkan kepedulian akan krisis iklim serta bersatu dalam melakukan aksi yang lebih masif untuk memboikot dan menuntut bank yang terus mendukung proyek energi kotor. Karena Bank juga seharusnya bisa mengelola perputaran keuangan dan investasi ke energi terbarukan yang lebih baik.
"Kalau sebagai nasabah sebenernya kalau sendiri, hanya satu orang keluar, ibaratnya udah gak pakai bank tersebut, jadi kita udah tidak pakai pelayanan bank itu terus pindah ke bank lain. Kayanya gak begitu berpengaruh, jadi mungkin memang harus ada satu aksi masif untuk memboikot banknya, jadi menuntut, kemudian kita mengancam, misalnya keluar dari situ (pengguna bank tersebut)," pungkasnya.
Ia juga berharap, pemerintah lebih tegas lagi kepada bank-bank nasional di Indonesia untuk tidak mendanai sektor energi kotor atau batubara. Serta kedepannya pemerintah juga harus lebih memerhatikan krisis iklim yang sedang terjadi, yang mana pemerintah mengharuskan bank-bank mendanai energi terbarukan yang berkelanjutan, sesuai dengan komitmen Indonesia pada Perjanjian Paris (2015) untuk mencapai net zero emission pada 2060 mendatang.