Ramadhan sebentar lagi akan datang. Semua orang bersuka cita menyambut datangnya bulan suci tersebut. Berbagai acara dilakukan  untuk menyambutnya. Namun dibalik suka cita tersebut, ada resah yang hinggap di hati para ibu-ibu. Apalagi kalo bukan urusan perdompetan. Pasalnya di setiap menjelang bulan Ramadhan dan juga hari raya agama, banyak kebutuhan pokok yang harganya melonjak. Hal ini membuat dompet para ibu-ibu jadi meradang.
Dilansir dari Tempo.co,
Harga kebutuhan pokok seperti telur sampai ayam di pasar tradisional Kabupaten Bekasi, Jawa Barat terpantau mulai merangkak naik menjelang  Ramadhan tahun ini. Penjual telur ayam di Pasar Tambun Feri mengatakan harga telur yang semula berkisar Rp 27 ribu per kilogram kini naik menjadi Rp 30 ribu per kilogram.
Kenaikan harga juga dialami komoditas ayam potong seperti disampaikan pedagang ayam di Pasar Cikarang, Umar yang menyebut ada kenaikan sebesar Rp 5 ribu - 7 ribu per ekor. "Kalau harga normal itu Rp 30 ribu, sekarang sudah Rp 35 ribu per ekor. Sudah seminggu naik terus," katanya.
Seorang pedagang beras di Pasar Cikarang mengatakan harga beras mayoritas naik Rp1.000 - 2.000 per kilogram.
Harga bahan pokok lain juga banyak yang mengalami kenaikan harga seperti cabe, daging sapi dll. (Tempo.co.id, 16/3/2023)
Seakan sudah menjadi tradisi, harga berbagai kebutuhan menjelang bulan Ramadhan dan hari besar agama selalu naik. Hal ini akibat dari meningkatnya jumlah permintaan barang di waktu tersebut dan tidak diimbangi dengan stok barang yang cukup. Sehingga barang menjadi langka dan harganya menjadi naik. Inilah  yang menyebabkan rakyat kesusahan dalam mendapatkan bahan kebutuhan pokok. Rakyat dipaksa harus merogoh kocek lebih dalam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kejadian yang sama selalu berulang setiap tahunnya. Rakyat pun juga sudah menebak akan kenaikan harga yang terjadi. Hal ini seharusnya menjadi pelajaran bagi negara. Negara harus melakukan evaluasi, apa yang menyebabkan harga melonjak naik. Negara seharusnya melakukan upaya antisipasi dengan selalu memastikan ketersediaan barang, agar tidak ada gejolak harga sehingga rakyat mudah untuk mendapatkan barang kebutuhan mereka.
Disisi lain ada pihak yang bermain curang dengan menimbun dan memonopoli barang tersebut. Barang yang menjadi kebutuhan rakyat ditimbun dan ditahan dari pasaran  sehingga menjadi langka. Dan saat barang sulit didapat di pasaran baru barang tersebut dikeluarkan dan dijual dengan harga yang mahal.
Fenomena yang terus terjadi dan berulang-ulang setiap tahun, sesungguhnya membuktikan kegagalan negara dalam menjaga stabilitas harga. Negara gagal menyediakan pasokan yang cukup sesuai kebutuhan rakyat. Negara juga gagal memberantas mafia yang selalu menimbun dan memonopoli harga barang. Karena hukuman yang diterapkan di negeri ini tidak mempunyai efek jera.
Hal ini akibat diterapkan sistem kapitalisme di negeri ini. Negara hanya berperan sebagai regulator saja, bukan sebagai pengatur. Pengaturan kebutuhan rakyat diserahkan seluruhnya kepada pihak swasta. Sehingga swasta dengan leluasa mempermainkan harga untuk mendapatkan keuntungan yang banyak.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam memiliki mekanisme yang ampuh yang mampu menjaga gejolak harga. Sehingga harga tetap stabil dan rakyat mampu untuk mendapatkan.