Mohon tunggu...
Aning ummuHanina
Aning ummuHanina Mohon Tunggu... Wiraswasta - Member Revowriter Nganjuk

Belajar, belajar dan terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Impor Cabai, Kebijakannya Sepedas Rasanya

7 September 2021   03:30 Diperbarui: 7 September 2021   03:54 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pedas. Itulah yang kita rasakan saat memakan cabai. Tapi tahukah kita, jika kebijakan pemerintah tentang komoditi cabai jauh lebih pedas dari rasa cabai itu sendiri? Bahkan pedasnya mampu membunuh petani dikala pandemi.

Bagaimana tidak, dikala para petani mengalami masa panen tiba, pemerintah justru membuat kebijakan mengimpor cabai. Hal ini memperparah anjloknya harga cabai di pasaran.

Dilansir dari m.rcti.com, Anggota Komisi IV DPR RI Slamet menyatakan impor cabai di semester I 2021 sebesar 27,851 ton. Naik 54 persen dibanding tahun 2020 sebesar 18.075 ton.

Angka tersebut meningkat jika dibandingkan dengan realisasi impor pada Semester I-2020 yang hanya sebanyak 18.075,16 ton dengan nilai US$ 34,38 juta. Cabai yang diimpor pemerintah pada umumnya adalah cabai merah, termasuk juga cabai rawit merah. (m.rcti.com 29/8/2021)

Sungguh miris, di tengah pandemi yang belum berhenti, pemerintah justru membuat kebijakan yang mematikan para petani. Petani yang sudah merasa berat dengan mahalnya biaya produksi penanaman cabai, harus menelan pil pahit dengan anjloknya harga cabai di saat panen tiba. Kebijakan pemerintah dengan mengimpor cabai semakin memperparah anjloknya harga cabai di pasaran sehingga kerugian petani menjadi semakin besar.

Dalih pemerintah bahwa impor untuk menstabilkan harga hanya alasan saja untuk lepas tanggung jawab mengurusi petani. Alih-alih membantu petani menstabilkan harga.  Pemerintah justru lebih memilih membuka kran impor yang lebih menguntungkan bagi mereka. Membiarkan berbagai komoditas pangan dikuasai oleh para mafia kartel. Sehingga mereka dengan sesuka hati mempermainkan harga demi keuntungan mereka.

Hal sangat wajar terjadi di negeri yang menganut sistem kapitalisme. Untung rugi selalu yang menjadi standar kebijakan penguasa. Penguasa hanya berperan sebagai regulator pemberi ijin. Demi kepentingan para pemodal dan swasta asing. Bukan periayah urusan umat.

Berbeda dengan sistem Islam. Penguasa di dalam Islam harus memiliki sifat periayah, pengurus urusan umat. Karena orientasinya bukan mencari keuntungan, tetapi tujuan utamanya adalah mendapat ridho dari Allah.

Penguasa di dalam Islam akan berupaya bagaimana caranya agar aspek produksi pertanian bisa terjamin kualitasnya. Berupaya memaksimalkan produksi lahan pertanian melalui dukungan penuh kepada petani. Memfasilitasi petani dengan bantuan modal tanpa riba, benih dan pupuk. Pemberian fasilitas budidaya dan teknologi pertanian, teknologi pangan dan teknologi pasca panen. Serta membangun infrastruktur penunjangnya

Penguasa di dalam Islam akan berupaya menjamin distribusi pangan merata ke seluruh individu masyarakat. Sehingga kestabilan harga yang seimbang akan terjamin yang tidak akan merugikan kedua belah pihak yaitu petani dan konsumen.

Wallahu'alam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun